TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Dua anggota Polda Jawa Tengah terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap korban anak-anak.
Keduanya meliputi Aipda Robig Zaenudin anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Semarang yang membunuh Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO) dengan cara ditembak menggunakan senjata api.
Peristiwa ini terjadi di Kalipancur, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024).
Baca juga: Kisah Intel Polda Jateng Brigadir AK: Kencan Ngaku Pegawai BUMN, Bunuh Anak Hasil Hubungan Gelap
Baca juga: Penyidikan Kasus Polisi Cekik Anak Kandung di Semarang, Mengapa Brigadir AK Belum Tersangka?
Baca juga: Dilimpahkan ke Kejaksaan, Aipda Robig Polisi Koboi Tembak Mati Siswa SMK Semarang segera Disidang
Kasus ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang untuk proses persidangan.
Kasus kedua melibatkan Brigadir Ade Kurniawan (AK) anggota Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda Jateng yang diduga membunuh bayi berusia 2 bulan berinisial AN di area parkir pasar Peterongan, Kota Semarang, Minggu 2 Maret 2025.
Kasus ini sedang tahap penyidikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng.
Belum ada tersangka dalam kasus ini. Namun, Brigadir AK sudah ditahan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng.
Menanggapi kasus tersebut, Yayasan Setara lembaga yang fokus mendampingi anak-anak korban eksploitasi dan kekerasan mengaku miris dengan kondisi tersebut.
"Miris, polisi yang harusnya mengayomi malah membunuh anak," ungkap Koordinator Hubungan Masyarakat (Humas) Yayasan Setara, Bintang Alhuda saat dihubungi Tribunmuria.com, Sabtu (15/3/2025).
Huda mendesak Polda Jateng melakukan pemeriksaan psikologis rutin dan berkala supaya bisa memitigasi tindakan-tindakan tersebut terulang kembali.
Pemeriksaan tersebut bisa ke seluruh anggota di lapangan dari berbagai unit seperti intel dan unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) maupun satuan unit lainnya.
"Terutama bagi anggota yang benturan psikologisnya terhadap suatu peristiwa sangat kencang," katanya.
Selain pemeriksaan psikis untuk memastikan kesehatan mental polisi, Huda menilai anggota polisi seharusnya mendapatkan pembekalan tentang perlindungan anak dan hak anak.
Sebab, lanjut dia, masih banyak aparat dalam menangani kasus berkaitan anak justru bertindak emosional yang entah sengaja atau kurang kontrol sehingga berujung kekerasan kepada anak.
"Sepatutnya polisi paham hak anak karena menangani anak dengan orang dewasa itu berbeda. Terutama ketika anak berhadapan dengan hukum," ungkapnya.
Kekerasan berbasis gender
Sementara, advokat publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang, Nurul Layalia menyoroti kasus dugaan pembunuhan bayi berinisial AN yang menyeret Brigadir AK.
Menurutnya, kasus itu tidak hanya dugaan kejahatan pembunuhan saja melainkan pula tindak kekerasan berbasis gender.
"Brigadir AK melakukan kekerasan berbasis gender berupa kekerasan psikis dan mental pada ibu korban akibat ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dengan korban," paparnya.
Perempuan yang akrab disapa Lia ini mengungkapkan, Brigadir AK seharusnya dapat dijerat pula dengan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Sebaliknya, ibu korban juga patut mendapatkan perlindungan hukum dan hak pendampingan hukum sesuai yang diatur dalam UU TPKS.
Korban DJP berhak juga mendapatkan hak-hak restitusi dan pemulihan psikologi melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Kami meminta semua lembaga yang peduli isu kekerasan perempuan dan anak bisa bergandengan tangan mengawal kasus ini jangan sampai kasus ini diputus dengan tidak adil," ungkapnya.
Kekhawatiran putusan hukuman bagi terduga pelaku yang tidak adil muncul karena dia adalah seorang anggota polisi yang bertugas di Polda Jateng sehingga potensi impunitasnya tinggi.
Menurut Lia, aparat penegak hukum jangan sampai tebang pilih dalam kasus ini.
Sebaliknya, hukuman bisa lebih berat karena terdapat dua korban yakni bayi dan ibunya.
"Putusan hukuman harus melihat tindakan pidana dan pasal yang menjeratnya sehingga bisa diputuskan dengan seadil-adilnya," bebernya. (iwn)