TRIBUNMURIA.COM, PATI - Puluhan petani dari Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Pati, mendirikan tenda dan berkemah di halaman Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Pati, Senin (10/2/2025).
Tenda tersebut terbuat dari terpal biru yang disangga tiang bambu.
Ini merupakan aksi protes yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun).
Baca juga: Konflik Agraria Lawan Pabrik Gula, Petani Pundenrejo Tengah Malam Jalan Kaki 22 Km ke BPN Pati
Baca juga: Petani dan Nelayan di Demo Dispertan Pati, Buntut Beli Solar Subsidi Pakai Barcode Aplikasi XStar
Aksi protes ini terkait konflik agraria yang membuat mereka berhadapan dengan sebuah perusahaan gula.
Pabrik gula tersebut mengelola lahan berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 7,3 hektare di Pundenrejo.
Para petani tidak terima lantaran tanah tersebut sebelumnya digarap oleh para petani setempat secara turun-temurun.
Tanah tersebut mereka yakini sebagai warisan nenek moyang.
Para petani meminta agar tanah pertanian warisan nenek moyang yang kini dikuasai perusahaan dikembalikan pada mereka.
Selain mendirikan tenda, para petani yang didominasi ibu-ibu menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan perampasan tanah petani.
Mereka juga menampilkan atraksi barongan dan pembacaan selawat.
Koordinator aksi, Sarmin, mengatakan bahwa puluhan petani dari Desa Pundenrejo ini berencana terus berkemah sampai tuntutan mereka dikabulkan BPN Pati.
"Kami mendirikan tenda sampai ada keputusan dari BPN bahwa permohonan izin oleh pabrik gula segera dibatalkan dan ditolak," kata dia.
Sarmin menegaskan, tuntutan petani jelas, yakni agar tanah seluas 7,3 hektare di desa mereka yang kini dikelola oleh korporasi agar dikembalikan pada petani setempat.
Menurut dia, perusahaan sampai saat ini masih berupaya terus menguasai tanah tersebut dengan mengajukan permohonan hak pakai.
"Sudah semestinya BPN Pati bersikap tegas menolak permohonan hak pakai dan segera mengembalikan tanah kami,” ujar Sarmin.
Awak media telah mencoba menemui Kepala ATR/BPN Kabupaten Pati untuk meminta keterangan. Namun, hingga berita ini ditulis, pihak BPN belum memberikan keterangan resmi.
Jalan kaki tengah malam
Sebelumnya, para petani tersebut telah menggelar aksi long march dari kampung mereka menuju kantor ATR/BPN setempat.
Kala itu, puluhan petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, melakukan aksi jalan kaki puluhan kilometer, Kamis-Jumat (30-31/5/2024), menuju kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati.
Mereka tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun).
Aksi itu mereka lakukan terkait konflik agraria di mana para petani Pundenrejo berhadapan dengan sebuah pabrik gula.
Pabrik gula tersebut mengelola lahan berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 7,3 hektare di Pundenrejo.
Para petani tidak terima lantaran tanah tersebut sebelumnya digarap oleh para petani setempat secara turun-temurun. Tanah tersebut mereka yakini sebagai warisan nenek moyang.
Kini, para petani Pundenrejo tidak bisa lagi mengelola lahan tersebut lantaran sudah ditanami tebu oleh pabrik gula.
Aksi para petani dimulai dari istighosah atau doa bersama di Makam Syekh Ahmad Mutamakkin, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, pada Kamis malam pukul 21.00 WIB.
Pada Jumat dini hari, mulai pukul 01.00, para petani melakukan long march, berjalan kaki menuju Kantor Pertanahan Kabupaten Pati yang berjarak sekira 22 kilometer.
Dalam aksi yang mereka namai “Laku Melaku” tersebut, para petani didampingi oleh LBH Semarang.
Mereka membawa obor sebagai simbol perjuangan yang terus menyala.
Para petani Pundenrejo juga terus melantunkan selawat.
Sampai di Kantor Pertanahan sekira pukul 09.00, massa aksi ditemui langsung oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pati Jaka Pramono beserta jajarannya.
Di hadapan Jaka Pramono, mantan Kades Pundenrejo yang turut dalam aksi ini, Pri Hadi, menyampaikan empat tuntutan.
Pertama, mereka menuntut agar HGB pabrik gula dicabut.
Kedua, petani menolak segala bentuk izin baru di atas lahan nenek moyang mereka.
Ketiga, petani menuntut agar segala bentuk aktivitas pabrik gula di atas lahan nenek moyang mereka dihentikan.
"Kami mendorong kementerian ATR/BPN RI untuk segera mengembalikan tanah nenek moyang petani Pundenrejo yang dirampas," ucap Pri Hadi membacakan tuntutan keempat.
Sementara, Kepala Kantor Pertanahan Pati Jaka Pramono berjanji akan menyampaikan aspirasi petani kepada pimpinannya.
"Apa yang menjadi aspirasi Bapak-Ibu saya terima. Kami akan laporkan perkembangan selanjutnya," ucap dia. (mzk)