Penggeledahan itu pun dibenarkan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto.
"Betul saat ini sedang ada giat penggeledahan yang dilakukan penyidik untuk perkara dengan tersangka HK (Hasto Kristiyanto)."
"Untuk perkembangan lebih lanjut akan disampaikan, bila kegiatan sudah selesai," katanya kepada wartawan.
Diketahui, Hasto telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku.
Selain Hasto, KPK juga menetapkan Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah dalam kasus tersebut.
Dugaan suap tersebut dimaksudkan guna memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI PAW Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel) menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Hasto disebut berupaya menempatkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. Padahal Harun Masiku hanya meraih 5.878 suara, sementara calon legislatif PDIP, Riezky Aprillia, memperoleh 44.402 suara dan berhak menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Selain itu, KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice di perkara Harun.
Hasto disebut pihak KPK membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2020 lalu yang menyasar Harun. Harun Masiku kemudian melarikan diri dan jadi buronan, KPK tak berhasil menangkapnya hingga kini.
PDIP sebut pengalihan isu
Terpisah, juru bicara (jubir) PDIP, Mohamad Guntur Romli, menganggap penggeledahan tersebut adalah bentuk pengalihan isu oleh KPK terkait laporan dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang memasukkan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) sebagai finalis pemimpin terkorup di dunia pada tahun 2024.
"Penggeledahan rumah Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto oleh KPK di Bekasi, bagi kami, adalah upaya untuk mengalihkan isu dari pengumuman OCCRP yang menempatkan Jokowi sebagai finalis terkorup di dunia tahun 2024," kata Guntur dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa sore.
Dia menuturkan adanya informasi Jokowi telah marah terkait laporan tersebut dan tengah berupaya untuk menutupinya.
Guntur mengungkapkan cara yang dilakukan mantan Wali Kota Solo itu dengan mengerahkan pendengung atau buzzer.
"Kami mendapatkan informasi, Jokowi sangat terganggu dan marah atas pengumuman OCCRP itu dan melakukan segala cara untuk menutupi berita ini dengan pengerahan buzzer dan intimidasi," jelasnya.
"Ada portal berita yang diintimidasi agar menghapus berita. Dan pengerahan buzzer di media sosial untuk mendiskreditkan OCCRP dan pihak-pihak yang mendukung agar pengumuman OCCRP dilanjutkan oleh penegak hukum agar segera memeriksa dugaan korupsi dan pencucian uang Jokowi dan keluarganya," sambung Guntur.