TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, bersama suaminya, Alwin Basri dikabarkan dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa, Selasa (10/12/2024).
Namun, berdasarkan informasi dari internal Pemkot Semarang, Mbak Ita, sapaan akrab wali kota, masih berkegiatan di Semarang.
Dia melakukan rapat internal serta rapat koordinasi persiapan kedatangan Presiden RI, Prabowo Subianto, yang rencananya akan ke Semarang pada Rabu (11/12/2024).
Baca juga: Wali Kota Semarang Mbak Ita Melawan: Ditetapkan sebagai Tersangka KPK, Ajukan Praperadilan
Baca juga: Diperiksa KPK selama 2,5 Jam di Jakarta, Mbak Ita Gagal Hadiri Sejumlah Agenda Pemkot Semarang
Baca juga: Pascapenggeledahan KPK di Pemkot Semarang, Mbak Ita: Alhamdulillah, Saya Baik-baiak Saja
Ita juga terjadwal menghadiri DPRD Kota Semarang Bersholawat yang digelar pada Selasa malam ini.
Dikutip dari Tribunnews.com, Ita dan Alwin dijadwalkan akan diperiksa oleh KPK pada Selasa ini.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih atas nama HAR dan AB,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya.
Mbak Ita ajukan praperadilan
Sebelumnya, Wali Kota Semarang, Mbak Ita, melawan penetapan tersangka atas dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mbak Ita, yang memiliki nama lengkap Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Gugatan tersebut sebagai bentuk perlawanan kepada KPK, atas penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi.
Gugatan yang terdaftar dengan nomor 124/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL ini dilayangkan untuk menguji keabsahan proses penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sah atau tidaknya penetapan tersangka," demikian klasifikasi perkara yang dimuat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, dikutip Sabtu (7/12/2024).
KPK tengah mengusut dugaan korupsi penerimaan gratifikasi, pengadaan barang dan jasa, dan pemotongan insentif pegawai atas capaian pemungutan retribusi daerah di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Beberapa waktu lalu, KPK juga telah menggeledah kantor Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri yang juga menjabat sebagai ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah untuk mengusut kasus dugaan korupsi tersebut.
Dalam perkara ini, Komisi Antirasuah pun telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada empat orang tersangka.
Berdasarkan informasi dari penegak hukum di internal KPK, keempat tersangka itu adalah Mbak Ita, Alwin Basri, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang bernama Martono, dan pihak swasta bernama Rahmat U Djangkar.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugianto menyatakan, lembaganya menghormati gugatan yang dilakukan oleh Mbak Ita.
Menurutnya, langkah hukum yang diambil Wali Kota Semarang itu memang diberikan oleh aturan perundang-undangan.
"KPK mempersilahkan tersangka untuk mengajukan permohonan praperadilan sesuai hak yang diberikan oleh aturan hukum yang berlaku," kata Tessa, Minggu.
Juru bicara berlatar belang penyidik ini menegaskan, Komisi Antirasuah siap menghadapi gugatan Mbak Ita melalui Biro Hukum dalam persidangan di Pengadilan.
"KPK berkeyakinan proses penetapan tersangka sudah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku," ucapnya.
KPK cegah 4 orang ke luar negeri
Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi di Pemkot Semarang ini, KPK mencekal 4 orang, agar mereka tidak bepergian ke luar negeri.
Mereka adalaha Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu; suami Mbak Ita yang juga Ketua Komisi D DPRD Jateng, Alwin Basri; Direktur PT Chimarder777 dan PT Rama Sukses Mandiri sekaligus Ketua Gapensi Semarang, Martono; dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, P. Rachmat Utama Djangkar.
Mereka pun telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan.
Dalam proses penyidikan berjalan, setidaknya sudah 10 rumah serta 46 kantor dinas dan organisasi perangkat daerah digeledah KPK sejak 17–25 Juli 2024 untuk mencari barang bukti terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang.
Tim penyidik KPK mengamankan sejumlah barang bukti diduga terkait dengan perkara yang sedang diusut.
Mulai dari dokumen APBD 2023–2024, dokumen pengadaan masing-masing dinas, hingga uang pecahan rupiah yang berjumlah Rp1 miliar dan euro berjumlah 9.650.
Dinilai penuh nuansa politis
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, angkat bicara mengenai operasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Deddy Sitorus melihat, operasi KPK di Semarang sangat kental dengan nuansa politis.
Meski demikian, Deddy menyatakan, PDIP sangat menghormati langkah yang diambil KPK.
"Unsur politisasi yang sangat kental di balik ini," kata Deddy, kemarin.
Namun, ia mempertanyakan urgensi KPK mengusut kasus tersebut.
Deddy menilai ada banyak kasus lain yang jauh lebih besar dan layak untuk segera diungkap.
"Ya tetap saja kita akan dukung proses hukum, tetapi kita mempertanyakan mislanya soal katakanlah soal kasus timah di Bangka itu yang ratusan triliun, apakah memang lebih penting urusan ini daripada itu yah," ujar Deddy, Kamis.
Tak hanya itu, Deddy juga menyinggung aksi tebang pilih KPK dalam menangani perkara.
Ia menilai, nuansa politisasi sangat kental dalam penetapan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) sebagai tersangka korupsi.
"Ini apa iya kasus Wali Kota Semarang ini menjadi sesuatu yang urgent untuk penegakan hukum? Atau ada tebang pilih di sini atau agenda politik, kita enggak tahu kan, tetapi wajar dong masyarakat bertanya seperti itu."
"Saya tidak bisa bilang PDIP menganggap ini politisasi, tetapi nuansa politisasinya itu ya kental sekali, jika dilihat dari sisi waktu, tempat, ya kan," imbuhnya.
Sementara itu, politisi PDIP, Mohamad Guntur Romli menyentil KPK yang telah menetapkan Mbak Ita sebagai tersangka dugaan korupsi.
Guntur Romli menyebut pihaknya menghormati semua proses hukum yang tengah berjalan.
Namun, ia mengingatkan KPK agar tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Tak hanya itu, Guntur Romli turut meminta KPK agar tak tebang pilih dalam mengungkap suatu kasus.
Ia kemudian mengungkit kembali penggeledahan kantor mantan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pada 21 Desember 2022 lalu.
Kala itu, penggeledahan kantor Khofifah dilakukan terkait kasus suap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua P Simandjuntak.
Guntur Romli mendesak KPK agar melanjutkan proses pemeriksaan terhadap Khofifah.
"Kami juga minta KPK konsisten jangan tebang pilih. Kantor Gubernur Jawa Timur Khofifah juga sempat diperika tapi tidak ada kabarnya lagi," tuturnya, Kamis (18/7/2024).
Guntur Romli menduga KPK tengah kejar setoran jelang akhir masa jabatan pimpinanya saat ini.
"Jangan sampai terkesan kejar setoran di akhir masa jabatan pimpinan KPK saat ini. Atau ada unsur politis di balik KPK karena sudah menjelang Pilkada," tuturnya. (eyf)