Jatam mengatakan, organisasinya tidak pernah memberikan persetujuan kepada Bahlil agar namanya dicatut sebagai informan utama.
Menurut Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar, pencatutan nama yang diduga dilakukan oleh Bahlil dan salah satu peneliti UI bernama Ismi Azkya, melanggar peraturan.
“Kami menduga peneliti bernama Ismi Azkya merupakan bagian dari praktik perjokian karya ilmiah untuk kepentingan disertasi Bahlil Lahadalia,” ujar Melky dikutip dari Kompas.com, Jumat (8/11/2024).
“Ini melanggar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan terkait lainnya,” tambahnya.
Awal mula nama Jatam dicatut dalam disertasi UI
Melky menjelaskan, sebelum Bahlil lulus program doktor dari UI, organisasinya sempat didatangi oleh peneliti UI bernama Ismi Azkya pada 28 Agustus 2024.
Pada saat itu, Ismi memperkenalkan dirinya sebagai peneliti dari Lembaga Demografi UI.
Ia datang ke kantor Jatam bersama seorang rekannya yang mengaku sebagai peneliti di lembaga yang sama.
Kepada Jatam, Ismi mengeklaim sedang melakukan penelitian tentang hilirisasi nikel dan dampaknya terhadap masyarakat.
“Berulang kali ia menyebutkan, ‘Saya sedang meneliti,’ yang menunjukkan ia sebagai peneliti aktif yang berkepentingan langsung, bukan untuk orang lain, terkhusus Bahlil Lahadalia,” jelas Melky.
Setelah itu, Jatam terkejut dengan kemunculan disertasi Bahlil karena nama organisasinya dicatut sebagai informan utama.
Jatam juga menerima salinan disertasi Bahlil yang berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia” pada 16 Oktober 2024.
Dalam salinan yang diterima, Jatam mendapati, verbatim atau menyalin kalimat dari rekaman suara secara persis seperti yang diucapkan.
Verbatim tersebut berisi percakapan antara pegiat Jatam dengan Ismi pada 28 Agustus 2024.
Mengetahui hal itu, Jatam pun sempat menghubungi Ismi melalui telepon dan WhatsApp untuk meminta klarifikasi.