Pengamat Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, munculnya Gibran dan Jokowi sebagai kandidat Ketua Umum Golkar telah merusak demokrasi. Kata dia, partai adalah pilar dari sistem demokrasi.
TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Pascamundurnya Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum Golkar, muncul sejumlah spekulasi berkait siapa sosok yang mendongkel dan akan menggantikannya.
Di media sosial (medsos) bermunculan gambar Gibran Rakabuming Raka yang digadang sebagai kandidat Ketua Umum Golkar, menggantikan Airlangga Hartarto.
Meski diketahui, secara syarat dan aturan sebagai dalam AD/ART Golkar, Gibran Rakabuming Raka, -wakil presiden terpilih, sekaligus anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi)- sama sekali tidak memenuhi.
Baca juga: Ihwal Airlangga Hartarto, Pengamat Sebut Sengaja Disingkirkan, Siapa yang Berkepentingan?
Baca juga: Singgung Jokowi, Berikut Pidato Lengkap Pengunduran Diri Airlangga Hartarto dari Ketua Umum Golkar
Baca juga: Turbulensi Politik Golkar, Pengamat Politik Undip Singgung Persoalan Hukum dan Pergantian Presiden
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, Wakil Presiden RI terpilih periode 2024-2029 Gibran Rakabuming Raka tidak memenuhi syarat jadi kandidat Ketua Umum Partai Golkar.
“Soal Gibran, ya itu tidak memenuhi syarat kalau dalam aturan (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, AD/ART) Partai Golkar,” kata Ujang kepada Kompas.com, Senin (12/8/2024).
Bahkan, Ujang menyebut bahwa Golkar dirusak jika benar Gibran diusung menjadi kandidat ketum karena ada aturan yang dilanggar.
“Kalau ingin diterabas aturannya, itu yang membuat bangsa ini termasuk Golkar menjadi rusak."
"Karena kita tahu partai itu pilar demokrasi. Demokrasinya diacak-acak ya jadi begitu,” ujarnya.
Pendapat senada dinyatakan Ujang apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju menjadi Ketum Golkar.
Sebab, tidak sesuai dengan ketentuan dalam partai berlambang pohon beringin tersebut.
“Jadi Jokowi dan Gibran mungkin telah menanamkan kerusakan gitu ya dalam bangsa ini dan Partai Golkar,” katanya.
Ujang sempat mengingatkan bahwa Golkar punya sejumlah aturan bagi calon ketua umumnya.
Di antaranya, sudah lima tahun menjadi pengurus dan lima tahun juga aktif di partai.
Selain itu, menurut dia, ada istilah prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela (pdlt) dalam tradisi Golkar.
Sementara itu, Gibran dan Jokowi diketahui sebelumnya adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan belum bergabung apalagi menjadi kader Partai Golkar.