Berbagai kendala yang dia alami yaitu perawatan Bambo yang membutuhkan perhatian lebih dibanding sapi-sapi lainnya.
“Karena badannya besar maka harus sering dimandikan tiga kali sehari, sekali mandi durasinya setengah jam."
"Kalau tidak dimandikan, maka badannya menjadi lebih hangat dan tidak mau makan,” kata dia.
Selain itu, risiko lain yang harus Sutrisno waspadai yaitu saat membawa Bambo berjalan di luar kandang.
Pasalnya, dengan badan yang besar maka tumpuan kakinya pun semakin lemah.
“Pelihara sapi ini risikonya juga besar, terutama di tumpuan kakinya."
"Kalau jalan ini harus lewat jalan yang tidak banyak kerikilnya,” imbuh dia.
Terkait harga, Sutrisno mematok sapi terbesarnya seharga di atas Rp100 juta.
Sebagai informasi, Sutrisno mengaku hewan ternaknya sudah pernah dibeli Jokowi untuk kurban.
Bahkan, tercatat sudah empat kali sejak 2019 lalu.
Terkait wabah PMK serta Lumpy Skin Disease yang saat ini masih ada di Kabupaten Semarang, Sutrisno mengatakan bahwa dirinya berupaya memisahkan sapi-sapinya di kandang yang berbeda.
Sapi-sapi lain miliknya dititipkan ke kandang milik rekannya untuk mencegah risiko penularan penyakit hewan tersebut.
Masa-masa kurang menyenangkan bagi dirinya, yakni ketika wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) merebak pada 2022 lalu.
Dia mengaku empat sapinya mati dan tidak bisa dipotong.
“Itu masa terberat saya sebagai peternak sapi, ruginya sampai miliaran rupiah,” pungkas dia. (*)