TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Cerita miris masih dialami para buruh yang menyandang status Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) saat peringatan Hari Buruh Internasional atau Mayday di Semarang, Senin (1/5/2023).
Buruh penyandang status ODHA harus terus berjuang di tengah himpitan diskriminasi dan upah rendah.
Di antaranya Upik (bukan nama sebenarnya) pekerja buruh laundry di kota Semarang.
Ia penyandang ODHA sejak tahun 2012 yang harus bekerja di tengah kondisi kesehatan yang tergantung obat Antiretroviral (ARV).
"Saya masih menyembunyikan status sebagai ODHA di tempat kerja, misal mau jujur ke bos hampir pasti bakal tidak diterima kerja," ungkap ibu satu anak ini kepada Tribunmuria.com, Senin (1/5/2023).
Upik di tempat kerjanya juga mendapatkan upah yang terhitung rendah.
Setiap enam jam bekerja mendapatkan upah Rp60 ribu.
Pekerjaannya terhitung berat bagi seorang ODHA sepertinya yang memiliki imun tubuh rentan.
Ia harus menjemur ratusan baju, lalu menyetrika dan melipatnya.
"Terpaksa harus dijalani, kalau tidak, mau kerja apa?," ungkapnya.
Di tengah tuntunan kerja yang berat, ia berusaha rutin mengkonsumsi obat ARV supaya kondisi tubuhnya fit.
Namun, adakalanya obat ARV kosong selama satu bulan seperti yang terjadi di akhir tahun 2022 atau empat bulan lalu.
Beruntung, ia masih memiliki obat sisa sehingga meski kosong selama sebulan hanya tiga hari tak meminum obat.
"Saya tiga hari tidak minum, kalau kondisi sehat jaga imun tidak masalah tidak ada keluhan," beber perempuan yang tertular HIV dari suaminya itu.
Dalam momen Hari Buruh, ia berharap dunia kerja lebih terbuka terhadap para kelompok minoritas seperti para penyandang ODHA.