TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani memantik kontorversi seusai menjenguk korban penganiayaan berat, David Ozoara, di RS Mayapada, kemarin.
Musababnya, Kajati DKI Jakarta Reda Manthovani, menyatakan menawarkan perdamaian atau restorative justice kepada keluarga David, atas peganianayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo --anak eks pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo-- dan dua pelaku lainnya.
Belakangan, Kejati DKI Jakarta meralat pernyataan Reda Manthovani, bahwa yang berpeluang untuk mendapat keadilan restoratif hanyalah pelaku yang masih di bawah umur AGH (15), tidak untuk dua tersangka lain: Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas.
Baca juga: Kontroversi Kajati DKI Tawarkan Perdamaian ke Keluarga David, Reaksi Mahfud: Ini Berat, Tak Bisa!
Baca juga: Gerah Namanya Diseret dalam Kasus Penganiayaan David, Amanda Laporkan Mario Dandy Cs ke Polisi
Baca juga: AG Pacar Mario Pelaku Penganiyaan David Ditangkap dan Ditahan, Polisi: 7 Hari, Bisa Diperpanjang
Ihwal kontroversi tawaran damai Kajati DKI Jakarta, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) angkat bicara.
Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan, tidak ada peluang penyelesaian melalui restorative justice (RJ) untuk para pelaku dugaan penganiayaan terhadap remaja berinisial D.
Adapun D diduga dianiaya Mario Dandy Satrio, anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Rafael Alun Trisambodo pada 20 Februari 2023 di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
"Saya tegaskan bahwa kasus penganiayaan terhadap David Ozora tidak layak mendapatkan RJ."
"Sehingga kami tidak akan menawarkan apa pun, baik terhadap korban/keluarga maupun terhadap pelaku," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada Kompas.com, Sabtu (18/3/2023).
Adapun restorative justice atau keadilan restoratif adalah upaya penyelesaian perkara tindak pidana melalui dialog dan mediasi.
Restorative justice telah diatur dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020.
Ada sejumlah hal yang perlu menjadi syarat dalam hal penerapan restorative justice.
Ketut menilai, perbuatan para pelaku penganiayaan D tidak memenuhi unsur untuk diterapkan restorative justice sehingga perlu ditindak tegas secara hukum.
"Di samping ancaman hukumannya melebihi batas yang diatur dalam PERJA Nomor 15/2020, perbuatan tersebut sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas terhadap para pelaku," kata dia.
Istilah RJ tak tepat untuk AGH
Sementara itu, terkait pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani terkait peluang restorative justice untuk tersangka penganiayaan D yang masih di bawah umur, yakni AGH (15), menurut dia, hal itu merupakan upaya untuk penerapan konsep hukum diversi yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Namun, Ketut menegaskan bahwa syarat utama dari konsep diversi untuk pelaku anak di bawah umur adalah pemberian maaf dari korban dan keluarga korban.