Perjalanan Safii ke Jepang ditempuh dalam 7 jam. Pesawat sempat singgah ke Malaysia, sebelum terbang langsung ke Jepang.
Safii tak langsung bekerja. Dia musti sebulan singgah di asrama JIAEC Narita untuk pemantapan kerja.
"Datang kali pertama pas masih musim dingin, awal Januari. Kaus rangkap dua, jaket rangkap dua, tetep tembus dinginnya. Gembreges, perlu penyesuaian suhu," selorohnya.
Kontrak kerja pertama disetujui selama 3 tahun dengan gaji Rp 18 juta sebulan, kurs saat itu. Perpanjangan kontrak selanjutnya, Safii mendapat gaji Rp 20 juta, lantaran dia sudah memiliki 2 sertifikat pekerja. Pun dia mendapat asuransi kerja yang mana bila dicairkan selama 5 tahun, nominalnya mencapai Rp 60 juta.
"Sudah 4 tahun ini saya di Jepang, masih galau mau lanjut atau tidak kontraknya. Alhamdulillah, sekarang saya benar-benar bisa mengubah nasib keluarga," kata Safii.
Pendapatan selama di Jepang ia kumpulkan. Safii cenderung ingin berinvestasi. Dia membeli dua bidang tanah pekarangan seharga Rp 150 juta dan Rp 130 juta di wilayah Desa Kayen dan Ronggo. Pun Safii bisa membelikan adiknya motor
"Yang mengurus pembelian tanah itu semua saya pasrahkan ke bapak, saya ikut saja. Rencana mau saya kelola untuk peternakan kambing. Ingin kerjasama dengan perusahaan lain," tambah Safii.
Hal senada pun dirasakan alumni SMKN Jateng di Pati, Rizki Indra Pradana. Dia teman seangkatan Safii, yakni angkatan 2.
Rizki merupakan warga Blora. Dia pula dilabeli sebagai anak keluarga tak mampu.
Kisahnya nyaris mirip Safii. Rizki merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Ayahnya hanyalah tukang ojek. Sedangkan ibunya tidak bekerja.
Dia diterima di SMKN Jateng Pati dibantu guru Bimbingan Konseling SMP. Kini dia bekerja di Jepang.
Rizki pun berhasil mengubah nasib keluarnya yang semula dipandang kurang mampu. Dia membuatkan toko sembako untuk ayahnya agar tidak lagi ngojek. Toko itu berlapak di sebuah pasar baru wilayah Blora.
Rizki bersyukur bisa masuk SMKN Jateng dan diarahkan untuk pelamaran kerja di Jepang. Dia berpesan untuk anak-anak kurang mampu jangan takut tidak bersekolah. Karena pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki 3 SMKN Jateng yang siap menampung dan mengarahkan siswa-siswinya ke pekerjaan yang lebih baik.
Parenting
Kepala SMKN Jateng Pati Hardo Sujatmiko memaparkan pihaknya memang fokus menerima siswa dari keluarga tidak mampu. Dia menyebut SMKN Jateng merupakan boarding school yang berbeda dengan sekolah reguler, katakanlah SMA negeri pun swasta.