Warga lainnya yang turut antre yakni, Santo (55) asal Mijen, Kecamatan Kaliwungu, Kudus. Dia turut antre minyak goreng curah untuk keperluan usaha kerupuknya.
Selama minyak goreng curah susah di pasaran dia pusing tujuh keliling. Pernah sesekali dia menggoreng kerupuknya pakai minyak goreng kemasan, katanya, yang ada malah bangkrut.
Harga minyak goreng kemasan terlampau mahal baginya.
"Ini nanti kalau dapat dicukup-cukupin. Sehari saya goreng kerupuk habisnya 15 kilogram minyak goreng," katanya.
Sementara pemilik Toko Melati, Nita Hartati (55), mengatakan, kiriman minyak goreng curah sebanyak 4.500 kilogram dari distributor baru datang setelah sepekan yang lalu tidak ada kiriman sama sekali.
Pengirimnya yakni CV Sidomulyo dari Semarang. Dia menjualnya dengan harga Rp 16.500, karena dari distributor harganya sudah Rp 15.500.
Hartati tidak ambil pusing. Dia tidak menerima antrean jeriken kosong. Pokoknya setiap ada minyak goreng curah datang, kemudian ada pembeli, langsung saja dilayani.
"Mereka datang langsung kami layani," kata dia.
Semenjak minyak goreng curah langka di pasaran, tidak tentu kapan tokonya mendapat kiriman dari distributor. Padahal sebelum itu tokonya rutin mendapat kiriman dua kali dalam sepekan. Saat itu minyak goreng curah masih bukan barang langka dan bukan barang mahal. (*)