PPN 12 Persen
PPN 12 Persen hanya untuk Barang Mewah? Apindo: Masalah Nama Saja, Sebenarnya Semua Kena
Soal PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, APINDO menyatakan itu hanya soal penamanaan. Secara umum, sebenarnya semuanya terkena PPN 12 persen.
TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Pemerintah menyebut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang diberlakukan per 1 Januari 2025 hanya untuk barang mewah.
Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut, PPN 12 persen hanya untuk barang mewah merupakan masalah nama saja.
Sebab, secara umum, hampir semua barang dan jasa akan terkena PPN 12 persen, kecuali item tertentu yang sangat sedikit.
Baca juga: Tolak PPN 12 Persen, Pengusaha Pati: Lemahkan Daya Beli Masyarakat, Potensi Bikin Bangkrut Usaha
Baca juga: PPN Naik Menjadi 12 Persen pada 2024, Airlangga Hartarto: Ini Sudah Menjadi Pilihan Masyarakat
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menegaskan istilah barang mewah dalam penerapan PPN 12 persen hanya penamaan saja.
Dia mengatakan, sebenaranya hampir semua jenis barang dan jasa akan dikenakan tarif PPN 12 persen kecuali beberapa bahan pokok.
"Secara menyeluruh memang kena 12 persen. Begitu pengertiannya. Tapi ada beberapa bahan pokok, sembako, itu yang tidak terkena."
"Jadi sebenarnya semua barangnya akan terkena 12 persen, bahwa penamaan itu sebagai barang mewah atau bahan premium itu bisa saja, tapi hampir semua itu terkena 12 persen," kata Shinta ketika ditemui di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).
Sebagai informasi, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini disebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Airlangga menegaskan tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.
Di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.
"Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu," kata Airlangga, Senin (16/12/2024).
Dia menyebut ada tiga komoditas penting yang tarifnya tetap 11 persen di tahun depan, yakni Minyakita, gula, dan tepung terigu.
Airlangga bilang, tiga komoditas itu nantinya akan ditanggung pemerintah melalui kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP). Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen," kata Airlangga.
Petisi tolak PPN 12 persen
Sebelumnya, dilansir Kompas.com, gelombang penolakan terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terus menggema.
Sebuah petisi berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” yang diunggah di situs Change.org telah ditandatangani lebih dari 90 ribu orang. Hingga Kamis (19/12/2024) pukul 08.28 WIB, jumlah tanda tangan mencapai 94.540 orang.
Petisi ini dibuat oleh akun Bareng Warga sejak 19 November 2024, dengan tujuan mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera membatalkan kenaikan PPN yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kenaikan PPN Dinilai Memberatkan Masyarakat Dalam petisinya, Bareng Warga menyampaikan alasan-alasan mendesak mengapa PPN 12 persen perlu dibatalkan.
Salah satu poin utamanya adalah kenaikan ini dianggap semakin memperberat beban masyarakat, terutama karena harga barang kebutuhan pokok dipastikan ikut naik.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angka pengangguran terbuka masih tinggi, mencapai 4,91 juta orang.
Sementara itu, mayoritas pekerja Indonesia—sekitar 57,94 persen dari total 144,64 juta tenaga kerja—masih berada di sektor informal, dengan penghasilan yang tak menentu.
Tak hanya itu, data BPS menunjukkan rata-rata upah pekerja saat ini mendekati angka Upah Minimum Provinsi (UMP).
Tren ini sempat membaik pada 2022, namun kembali menurun sejak 2023.
Di Jakarta, misalnya, hidup layak memerlukan biaya sekitar Rp14 juta per bulan, jauh di atas UMP Jakarta tahun 2024 yang hanya Rp5,06 juta.
Kenaikan PPN dinilai akan semakin menekan daya beli masyarakat yang terus menurun sejak Mei 2024.
“Sebelum luka masyarakat kian menganga, sebelum tunggakan pinjaman online membesar, pemerintah perlu membatalkan kenaikan ini,” tulis Bareng Warga dalam petisinya.
Daftar barang dan jasa terdampak PPN 12 persen
Berdasarkan kebijakan pemerintah, mulai 1 Januari 2025, PPN 12 persen akan dikenakan pada beberapa barang dan jasa, di antaranya:
- Layanan kesehatan VIP atau fasilitas premium di rumah sakit.
- Pendidikan bertaraf internasional atau layanan premium serupa.
- Konsumsi listrik rumah tangga dengan daya 3.600–6.600 VA.
- Beras premium dan buah-buahan kategori premium.
- Ikan berkualitas tinggi, seperti salmon dan tuna, serta udang mewah, seperti king crab.
- Daging premium, seperti wagyu atau kobe, yang berharga jutaan rupiah.
Kebijakan ini diperkirakan mampu menyerap hingga Rp75 triliun pendapatan negara, namun kekhawatiran akan dampaknya pada kesejahteraan masyarakat tetap tinggi. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Soal PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Pengusaha: Itu Cuma Penamaan, Sebenarnya Semua Kena
Respon Rieke 'Oneng' setelah Dilaporkan ke MKD karena Tolak PPN 12 Persen: Makasih Infonya Google |
![]() |
---|
Soal PPN 12 Persen Legislator Gerindra Tuding PDIP Pencitraan, Dolfie: Kan Prabowo Bisa Turunkan |
![]() |
---|
Tolak PPN 12 Persen, Pengusaha Pati: Lemahkan Daya Beli Masyarakat, Potensi Bikin Bangkrut Usaha |
![]() |
---|
PPN Naik Menjadi 12 Persen pada 2024, Airlangga Hartarto: Ini Sudah Menjadi Pilihan Masyarakat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.