Berita Pati

Fatmi Jatuh Bangun Rintis Bisnis Kaus Pati Oblong, Ingin Kenalkan Potensi Pati Melalui Dialek Khas

Fatmi Nurjanah ingin lebih mengenalkan Pati lebih luas kepada khalayak melalui coretan-coretan dialek khas Pati dalam desain kaus Pati Oblong.

TribunMuria.com/Mazka Hauzan Naufal
Fatmi Nurjanah menunjukkan produknya di Distro Pati Oblong, Desa Winong RT 3 RW 2, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Selasa (30/5/2023). 

TRIBUNMURIA.COM, PATI - Dilatarbelakangi semangat untuk membuat Kabupaten Pati lebih dikenal luas, Fatmi Nurjanah (52) dan sang adik, Muhammad Ali Mahmudi (47), mendirikan Pati Oblong, merek kaus dan aksesoris dengan desain bertema seluk-beluk Pati.

Mengusung slogan "Kenali Pati-em Lewat Kaos'", Fatmi ingin mengenalkan Pati pada dunia melalui media kaus.

"Patiem" dalam dialek khas Pati berarti Pati-mu. 

Fatmi menjelaskan, ia ingin Pati dikenal semua orang. Jadi, slogan itu bukan hanya ditujukan kepada warga Pati, melainkan untuk semua orang.

Dengan konsep tersebut, Fatmi dan sang adik mendesain kaus dengan empat tema utama. 

Keempat tema tersebut ialah dialek lokal, kuliner khas, situs sejarah, dan situs pariwisata.

"Empat tema itu yang mendasari desain-desain kami."

"Tapi memang yang paling banyak diminati kaus yang menampilkan dialek lokal," terang Penasihat Komunitas UMKM Pati (Kupat) ini ketika ditemui di Distro Pati Oblong, Desa Winong RT 3/RW 2, Kecamatan Pati, Selasa (30/5/2023).

Distro Pati Oblong baru saja pindah ke tempat tersebut yang merupakan rumah peninggalan orangtua Fatmi.

Pada pertengahan Maret 2023 lalu, Distro Pati Oblong pindah dari lokasi lama di Jalan Diponegoro Nomor 61, Kecamatan Pati.

Kata-kata bernuansa dialek lokal yang tercetak pada kaus-kaus Pati Oblong sangat bervariasi.

Beberapa di antaranya yaitu "Gage go" (cepetan dong); "Do lapo leh?" (lagi pada ngapain sih?); "Sak karepem" (terserah kamu); "Aku ra ndandeh" (aku tidak apa-apa); "Nggluweh" (bercanda); "Aku ra roh" (aku tidak tahu); dan "Piye leh?" (gimana sih?).

Dalam menentukan kata-kata berdialek khas Pati yang akan ia tuangkan dalam media kaus, Fatmi mengaku sering "menguping" percakapan pengunjung lokal yang datang ke toko.

"Apalagi kalau pas bulan puasa sampai setelah lebaran, kan, biasanya ramai pembeli."

"Sambil menulis nota, saya mendengarkan percakapan mereka. Kalau ada yang menarik saya catat di bagian belakang kertas nota."

"Setelah itu saya tanya orangnya dari mana. Jadi saya tahu itu dialek khas mana. Kadang tiap kecamatan punya dialek sendiri-sendiri," ujar dia.

Fatmi mengatakan, dirinya memiliki catatan khusus, semacam glosarium untuk mendokumentasikan kata-kata khas Pati sesuai urutan abjad. 

Dia juga mengisi catatan tersebut berdasarkan masukan-masukan dari orang lain, termasuk sang adik.

"Adik saya dulu suka nongkrong di daerah pesisir. Selain itu juga menjelajahi pelosok desa-desa untuk mendengarkan percakapan masyarakat setempat," tutur Fatmi.

Menceritakan riwayat bisnisnya, Fatmi mengatakan, ia telah mulai berjualan sejak 2002. Ketika itu, produk yang ia jual ialah kerudung, baju, dan seprai.

Pada 2010, atas dorongan adiknya yang melihat bahwa Pati belum memiliki produk kaus khas seperti daerah lain, ia mulai memproduksi kaus dengan merek Pati Oblong

Sebelum mulai berproduksi, ia mengunjungi Semarang, Yogyakarta, Surabaya, hingga Bali untuk mempelajari konsep kaus khas daerah di sana.

"Modal awal waktu itu Rp5 juta. Kami produksi 60 potong. Cuma ada tiga desain," ucap dia.

Adiknya yang bermukim di Yogyakarta memegang kendali produksi kaus di sana. Sementara, Fatmi di Pati bergerilya memasarkan produk.

Ketika itu, Fatmi masih menjual kaus dengan berkeliling dari satu acara ke acara lain.

Sembari menawarkan kaus, ia juga selalu membagikan kartu nama dan brosur. 

Fatmi mengaku, pada awalnya banyak yang tidak menyangka jika merek Pati Oblong dimiliki seorang "ibu-ibu" sepertinya. 

Bagi orang-orang, kata Fatmi, bisnis pakaian distro lebih identik dengan anak muda.

Karena kegigihan Fatmi berkeliling dari satu acara ke acara lain, lambat laun produk Pati Oblong kian dikenal orang dan permintaan semakin banyak. 

Kemudian, pada 2013 dia mulai membuka distro di Jalan Diponegoro.

Dia lalu memberanikan diri mengambil pinjaman modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) senilai Rp5 juta untuk meningkatkan kapasitas produksi.

"Setelah itu saya ambil lagi Rp10 juta. Terakhir sebelum Pandemi Covid-19 juga saya masih ambil Rp25 juta."

"Pascapandemi sudah lunas. Setiap ambil KUR, saya selalu gunakan untuk menambah kapasitas produksi."

"Terutama setiap menjelang lebaran, karena banyak yang beli dari luar kota," tutur Fatmi.

Dalam masa puncak kejayaannya, hingga sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia awal 2020 lalu, Pati Oblong setiap pekan memproduksi sekira 200 potong kaus. 

Jumlah tersebut melonjak ketika musim lebaran tiba. Untuk memenuhi permintaan selama lebaran (terhitung sejak puasa hingga setelah Idulfitri), Fatmi biasa menyediakan stok 4.500 potong kaus.

Ketika itu, setiap bulan Fatmi bisa meraup omzet rata-rata Rp40 juta - Rp60 juta. 

Adapun ketika musim lebaran, omzetnya berlipat ganda hingga ratusan juta rupiah.

"Saya juga terima pesanan. Pemesan paling banyak justru ada di luar daerah."

"Ada yang dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua. Biasanya itu orang Pati yang tinggal di sana," terangnya.

Selain kaus, Fatmi juga membuat jaket dan aneka aksesoris cendera mata, antara lain pin, stiker, gantungan kunci, mug, tas, payung, topi, dan sandal.

Seluruh produknya didesain berdasarkan potensi Kabupaten Pati.

Setelah ia mempelopori bisnis kaus khas Pati, kemudian bermunculan para kompetitor dengan produk sejenis.

Namun, Fatmi tidak pernah merasa terancam dengan adanya kompetitor. Ia justru mendukung mereka.

"Selama mereka berkarya dengan kreativitas sendiri, tidak menjiplak, tentu saya dukung. Apalagi tujuannya sama-sama memajukan Pati. Soal rezeki sudah ada yang mengatur," tegasnya.

Bagi Fatmi, kompetitor juga merupakan pemicu semangatnya untuk terus berinovasi.

Ia selalu menciptakan konsep desain baru. Setidaknya, dalam satu bulan ada dua konsep desain baru yang ia setorkan pada adiknya yang mengendalikan produksi kaus di Yogyakarta.

"Niat saya mengenalkan Pati ke luar sekaligus mendorong pariwisata Pati. Saya ingin mengenalkan Pati pada dunia," tegas dia.

Adapun kini, Fatmi masih berupaya bangkit dari keterpurukan akibat Pandemi Covid-19. Dia mengatakan, saat pandemi melanda, bisnisnya benar-benar goyang. Tingkat penjualan anjlok.

Kondisi itu pula yang memaksanya memindahkan distro dari Jalan Diponegoro ke Desa Winong.

"Menjelang pandemi itu saya sudah perpanjang kontrak (tempat distro di Jalan Diponegoro) selama tiga tahun. Per tahun Rp30 juta. Jadi total Rp90 juta."

"Sedangkan setelah itu pandemi datang, selama tiga tahun penjualan sepi. Akhirnya Maret 2023 kemarin kontraknya habis dan saya pindah ke sini (Desa Winong)," jelas Fatmi.

Dia menggambarkan betapa sulitnya mempertahankan bisnis saat pandemi.

Dia menyebut, sebelum Covid-19, setiap musim lebaran dirinya bisa meraup omzet tak kurang dari Rp100 juta rupiah.

Adapun saat musim lebaran masa Covid-19, omzet anjlok jadi hanya sekira Rp 30 juta.

Kini, setelah pandemi tertangani dan kondisi membaik, bisnis Pati Oblong juga perlahan-lahan ikut membaik.

"Sekarang produksi jadi 100 potong kaus per pekan. Lebaran kemarin (2023) saya stok sekitar 2 ribu kaus. Kalau penjualan rata-rata per bulan sekarang 80 potong," ungkap Fatmi.

Meski lokasi distro pindah, Fatmi bersyukur dia memiliki para pelanggan setia yang tetap mencarinya.

Rata-rata kaus Pati Oblong dibanderol Rp100 ribu per potong. Fatmi juga melayani pembuatan kaus seragam dengan minimal pemesanan 20 potong.

"Itu untuk acara-acara reuni biasanya. Rata-rata harganya Rp 125 ribu - Rp 145 ribu per potong tergantung ukuran," kata Fatmi.

Selain di distro Desa Winong, kini produk Pati Oblong juga bisa didapatkan di Plaza Pragolo Pati, The Safin Hotel Pati, Galeri UKM Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, Dekranasda Jateng Store di Bandara Internasional Yogyakarta, serta di Galeri UKM Smesco Jakarta.

Fatmi juga memasarkan dagangannya di media sosial, antara lain lewat Instagram @patioblong.

Tak hanya itu, Fatmi juga kerap memamerkan produknya di acara-acara pameran yang digelar BRI, di antaranya Pesta Rakyat Simpedes dan Bazar Klaster Mantriku. (mzk)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved