Berita Sukoharjo

Mitos Atau Fakta? Jika Ritual Ini Tak Dilakukan Pembuatan Gong di Mojoloban Sukoharjo Bisa Gagal

kelompok perajin gamelan di Desa Wirun, Mojolaban Sukoharjo melilitkan selembar kain mori putih di pinggang dan pakai ikat kepala dengan kain batik

Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: Muhammad Olies
Tribunmuria.com/Muhammad Sholekan
Proses ritual sebelum dimulainya pembuatan gong oleh Sanggar Gamelan Supoyo yang berada di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo belum lama ini. 

TRIBUNMURIA.COM, SUKOHARJO - Beberapa orang dari kelompok perajin gamelan di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban Sukoharjo tengah bersiap melakukan ritual sebelum membuat gong.

Mereka melilitkan selembar kain mori putih di pinggang dan mengenakan ikat kepala dengan kain batik atau udeng.

Ritual ini dilakukan oleh seluruh perajin dari Sanggar Gamelan Supoyo sejak tahun 1983.

Hal itu dilakukan untuk meminta kelancaran dalam proses pembuatan gong.

Sebelum membuat gong, dilakukan sebuah ritual yang diawali dengan mendoakan makanan dan beberapa sesaji oleh pemuka agama setempat.

Makanan dan sesaji itu terdiri dari nasi putih yang dibentuk seperti gunungan tumpeng, ayam kampung utuh, jajanan pasar, dan buah-buahan hasil bumi.

Setelah didoakan, makanan dan sesaji itu lantas dinikmati oleh semua perajin yang terlibat.

Ritual sebelum pembuatan gong ini telah dilakukan turun temurun dari pemilik Sanggar Gamelan Supoyo.

Bahkan, konon, mereka percaya bila ritual ini dilewatkan, produksi gong akan gagal.

“Saya sudah beberapa kali mencoba selametan ini dilewatkan, gongnya selalu pecah tidak jadi,” ucap pemilik Sanggar Gamelan Supoyo, Feri Agus belum lama ini.

Baca juga: Mengenal Gong Cik, Seni Bela Diri Tradisional Asli Pati yang Digunakan untuk Kelabuhi Penjajah

Baca juga: Cegah Malapetaka, Warga Desa Silurah Potong Kambing Kendit Saat Ritual Nyadran Gunung Silurah

Ritual dilakukan untuk setiap penempaan pertama set gamelan yang dipesan oleh konsumen, khususnya gong berukuran besar dengan diameter di atas 90 cm.

Setelah ritual selesai, para perajin gamelan itu langsung bekerja untuk meleburkan bahan baku berupa tembaga dan timah.

Kedua bahan baku yang sudah lebur, lantas dibentuk menjadi lempengan sesuai ukuran yang dibutuhkan.

Kemudian memasuki proses selanjutnya, lempengan itu dibakar lebih dahulu sebelum ditempa.

Tujuannya agar memudahkan proses penempaan dan membentuk gong.

“Harus hati-hati pas proses penempaan karena kalau gong besar proses pembakarannya itu kan bolak-balik jadi gampang penyok,” ungkap Feri Agus.

Untuk satu gong berukuran besar, para pengerajin biasanya membutuhkan waktu 1-3 hari untuk penempaan.

Sementara gong berukuran kecil mampu digarap selama satu hari.

Bila penempaan telah selesai, gong yang sudah terbentuk akan memasuki proses penggilapan dengan cara digerinda. 

Untuk menyesuaikan nada yang dihasilkan, gong harus dilakukan proses tunning.

Satu set gamelan kualitas super yang diproduksi oleh Sanggar Gamelan Supoyo dijual dengan harga Rp 550 juta.

Kini produk gamelan di sanggar tersebut telah diekspor hingga Amerika Serikat. (*)

 

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved