Berita Jateng
Miras Impor di Semarang Sudah Ada Sejak Masa Kolonial, Orang Eropa Bawa Tradisi Keseharian Mereka
Peredaran minuman keras impor di Semarang sudah berabad-abad silam. Apalagi semenjak Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menguasai pada 1719.
Penulis: Budi Susanto | Editor: Moch Anhar
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Peredaran minuman keras impor di Kota Semarang ternyata sudah terjadi berabad-abad silam.
Apalagi semenjak Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menguasai Kota Semarang pada 1719.
Saat itu banyak orang Eropa mendirikan pemukiman di sebelah selatan Benteng Vijfhoek.
Kutipan dalam buku Buruh Pelabuhan Semarang karya Supriyono, pemukiman tersebut berkembang menjadi kawasan pusat perdagangan.
Lokasi tersebut menjadi pusat pengiriman berbagai komoditas melalui pelabuhan.
Baca juga: Megawati Soekarnoputri Akan Hadir dalam Pelantikan Wali Kota Semarang Mbak Ita
Dari perkembangan tersebut, orang-orang Eropa juga membawa budayanya ke Kota Semarang.
Satu di antaranya mengkonsumsi minuman keras seperti wisky, port, brandy, jenever hingga bir.
Meski masyarakat lokal sudah mengenal alkohol, namun lain halnya dengan minuman keras impor.
Di masa itu, minuman keras impor semakin diminati.
Bahkan pemerintah kolonial mendatangkan minuman keras dengan skala besar.
J Kats dalam karyanya berjudul Bahaja Minoeman Keras Serta Daja Oepaja Mendjaoehinja, sempat menyebutkan. Impor minuman keras terus dilakukan pemerintah kolonial kala itu.
Bahkan, ia mencatat sekitar 600 ribu liter minuman keras dibawa ke Hindia Belanda pada 1891 hingga 1893.
Sejumlah media massa era kolonial ketika itu juga mengiklankan minuman keras seperti De Locomotief terbitan 9 Januari 1892.
Di tahun 1914 saat digelar Koloniale Tentoonstelling di Semarang, disediakan lokasi khusus untuk mengonsumsi minuman keras.
Hal itu terdokumentasikan pada arsip KITLV, berjudul Poto Een bar met Beck's bier op de Koloniale Tentoonstelling te Semarang 1914.
Tak berhenti sampai di situ, pada 18 Februari 1932.
Java Bier, minuman keras buatan perusahaan luar juga dipasarkan di Kota Semarang.
Dikatakan Tri Lestari Budi Rahayu, satu di antara pemerhati sejarah Kota Semarang, mengonsumsi minuman keras menjadi budaya masyarakat Eropa.
Alhasil, ketika mereka datang ke Kota Semarang mereka juga membawa kebudayaan tersebut.
Baca juga: Jelang PSIS vs Persib 31 Januari, M Ridwan: Patut Ekstra Waspada
Sejumlah artefak berupa buli-buli atau tempat menyimpan minuman keras orang Eropa juga ditemukan di Kota Semarang.
"Buli-buli jadi satu di antara bukti bahwa masyarakat Eropa ikut menyebarkan budaya mengkonsumsi minuman keras di Kota Semarang," terangnya, Jumat (27/1/2023).
Masifnya peredaran minuman keras impor direspons oleh Pemerintah Republik Indonesia Pasca kemerdekaan.
Saat itu, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU Nomor 1 Tahun 1954 tentang mempersatukan opsenten atas cukai dari beberapa jenis barang dalam pokoknya kenaikan jumlah cukai atas alkohol. (*)
Ramai Isu Pemekaran Provinsi Jateng, Respons Gubernur Ahmad Luthfi Singgung Arahan Pusat |
![]() |
---|
Masa Angkutan Lebaran, Ini Stasiun dengan Keberangkatan dan Kedatangan Pemudik Terbanyak di Daop 4 |
![]() |
---|
Anggota DPR Edy Wuryanto Kecam Pemotongan THR dan Remunerasi Nakes RSUP di Semarang dan Jogja |
![]() |
---|
Gandeng ISNU Jateng untuk Kolaborasi, Kanwil Kemenag Ingin Perkuat Peran dan Kebermanfaatan CTC |
![]() |
---|
Polda Jateng Segel Pabrik Pengemasan MinyaKita di Karanganyar: Isi Kurang dari Volume Seharusnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.