Bisnis dan Keuangan

Harga Telur Naik Tinggi, Ketua Badan Pangan Nasional: Keseimbangan Baru, Keberhasilan Kita

Ihwal Harga Telur Naik, Rekor Tertinggi dalam Sejarah, Ketua Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi: Keseimbangan Baru, Keberhasilan Kita

Tribunnews.com
Pedagang telur ayam saat merapikan dagangannya di sebuah kios di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. 

TRIBUNMURIA.COM, UNGARAN - Harta telur ayam tembur Rp32 ribu per kilogram, mencatatkan rekor harga tertinggi dalam sejarah.

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan bahwa kenaikan harga telur ayam saat ini merupakan keseimbangan baru dan hal yang wajar.

Pasalnya, ia menjelaskan, ada hal-hal perlu dipertimbangkan, yakni ketersediaan barang, kesejahteraan peternak/petani, keuntungan dari pedagang, selain dari sisi masyarakat atau konsumen.

“Jadi nomor satu adalah ketersediaan (barang), berikutnya baru berbicara harga."

"Di luar negeri ketersediaan tidak ada, mau harganya tinggi pun tapi tidak tersedia."

"Indonesia itu pangannya cukup, coba, semuanya cukup, ini artinya keberhasilan kita, kalau kita maunya harga telur ayam Rp20 ribu atau Rp 22 ribu terus, yang bonyok siapa? Ya peternak, tidak adil."

"Rp30 ribu dapat telur satu kilogram berisi 15 sampai 16 butir, gizinya bagus, masa pada komplain?"

"Jadi itu merupakan harga wajar dan harga keseimbangan baru, masa semua boleh naik, kecuali telur?” ungkapnya kepada Tribunjateng.com seusai acara Rembug Perunggasan Nasional yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Indonesia di The Wujil, Kabupaten Semarang pada Kamis (25/8/2022)i.

Sebagai informasi, per hari ini, harga telur per kilogramnya mencapai kisaran angka Rp30 ribu per kilogram.

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menerangkan penyebab mengapa harga telur kian mengalami kenaikan dan saat ini harga telur menjadi yang tertinggi.

Menurutnya, sejumlah komponen untuk memproduksi telur berpengaruh dalam membentuk harga pokok produksi (HPP) di mana HPP tersebut juga mengalami kenaikan.

“Kalau harganya tinggi, itu karena komponen-komponen lainnya sebagai variabel cost itu memang meningkat."

"Sebagai contoh, pakannya naik tidak? Sewa lahan naik tidak? Distribusi, alat angkut naik tidak?
Komponen-komponen ini membentuk HPP, jadi tidak bisa kita potong."

"Makanya harus diatur mulai dari harga jagung, pakan, ayam, dan telur harus diberi acuan."

"Jadi, bahasanya win-win situastion sehingga petani atau peternaknya sejahtera, pedagang untung, masyarakatnya tersenyum,” imbuhnya.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved