Berita Semarang
Warga Kradenan Lama Semarang Pasang Spanduk Minta Bantuan Presiden, Terganjal Bikin Sertifikat Tanah
Warga Kradenan Lama RT 12 RW 5 Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang pasang spanduk meminta bantuan Presiden.
Penulis: Rahdyan Trijoko Pamungkas | Editor: Moch Anhar
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Warga Kradenan Lama RT 12 RW 5 Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang pasang spanduk meminta bantuan Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk membantu menerbitkan sertifikat tanah.
Hal ini dikarenakan warga beberapa kali ditolak penerbitan sertifikat tanah setiap pendaftaran PTSL.
Ketua RT 12, Hariyanto mengatakan warga meminta kepada Presiden untuk mensertifikatkan tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Hal ini dikarenakan warga ditolak untuk diterbitkan tanahnya karena bersengketa dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jateng.
Baca juga: Banjir Bandang Bagai Tsunami di Bulumanis Kidul Pati, Rumah Frengki Terseret Arus hingag Lenyap
Baca juga: Hujan Deras Semalam Rendam Pati dengan Banjir, Air di Rumah Windi sampai Setinggi Paha
Baca juga: Sempat Senggolan, Pesepeda Onthel Kabur setelah Terlibat Kecelakaan Maut Tewasnya Gadis Semarang
"Status tanah di sini kami tempati berstatus letter c dan tercantum di dalam warkah desa. Kami pun membayar PBB. Tapi kenapa setelah ditempati, warga tidak bisa mensertifikatkan," tutur dia saat ditemui TribunMuria.com, Kamis (14/7/2022).
Menurutnya, lahan tersebut awalnya dimiliki oleh Suryadi dan telah ditempati sejak tahun 1978 dengan dasar surat letter c. Hingga saat ini jumlah warga yang menempati di wilayah tersebut berjumlah 52 Kepala Keluarga (KK).
"Anehnya tanah yang diklaim milik Dinas Pendidikan telah keluar sertifikat tanah. Namun sertifikat itu bukan atas nama Dinas Pendidikan Provinsi Jateng melainkan nama perorangan," ujarnya.
Dikatakannya, warga telah mengecek sertifikat tanah aset milik Dinas Pendidikan di kelurahan. Namun dasar yang dijadikan sertifikat bukanlah Letter C atas nama yang menempati lahan di pemukiman tersebut.
"C Desa menjadi dasar sertifikat bukan atas nama Suryadi, tetapi atas nama Kliwon. Luasan tanah yang tertulis berbeda di letter C atas nama Kliwon luasan 800 meter persegi. Sementara di sertifikat luas tanah 55 ribu meter persegi. Itu pun tidak ada denah bidang di sertifikat tersebut," jelasnya.
Ia menuturkan kejadian tersebut membuat warga tidak bisa mengajukan PTSL sejak tahun 2019. Pihaknya telah melakukan mediasi dengan Sekda Provinsi Jateng dan bagian aset Provinsi Jateng tetapi belum membuahkan hasil.
"Kami juga telah mediasi ke BPN Kota Semarang juga belum ada hasil. Kami meminta kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk membantu kami mensertifikatkan aset kami. Begitu juga Bapak Ganjar Pranowo untuk membantu mensertifikatkan," tandasnya.
Kepala BPN Kota Semarang, Sigit Rahmat menuturkan fungsi PTSL adalah mendaftarkan bidang tanah di seluruh kelurahan.
Kemudian diterbitkan sertifikat untuk tanah-tanah yang memenuhi persyaratan.
"Jika tidak bisa diterbitkan sertifikat hanya sekedar dilakukan pengukuran. Untuk bidang-bidang tanah yang telah bersertifikat tetapi datanya belum valid dilakukan validasi perbaikan data," ujarnya.
Menurutnya, apabila dilakukan inventarisasi dan diidentifikasi ternyata bidang tanah terdapat sertifikat sebelumnya bisa dikatakan tanah itu sengketa dan harus diselesaikan. Namun begitu tanah tersebut harus tetap didaftarkan.
"Tetap nanti akan diverifikasi dan divalidasi ulang. jika ada masalah berarti penerbitan sertifikat ditunda. Jika sudah tidak ada masalah baru diterbitkan sertifikat," tutur dia.
Dikatakannya pendaftaran PTSL tidak selalu bidang tanah yang didaftarkan tidak harus terbit sertifikat. Oleh sebab itu diperlukan verifikasi dan validasi.
"Bisa saja yang belum sertifikat dikeluarkan letter c atau tanah negara non letter c bisa diterbitkan sertifikat hak milik," ujarnya.
Terkait tanah negara, Sigit menerangkan jika tanah itu milik Dinas bisa saja sertifikatnya hanya hak pakai.
Adapun instansi pemerintah yang tanahnya telah bersertifikat tetapi belum atas nama institusi tersebut atau masih nama perorangan.
Baca juga: Sempat Senggolan, Pesepeda Onthel Kabur setelah Terlibat Kecelakaan Maut Tewasnya Gadis Semarang
Baca juga: Buntut dari Buang Kondom Sembarangan, PHRI Banyumas Sangat Kecewa dengan Hotel Rodamas
"Jika dinas itu membutuhkan tanah dan melakukan pembebasan lahan atau beli tanah di masyarakat yang telah ada sertifikat hak milik bisa saja ada yang belum dibalik nama atau belum penerbitan hak pakai instasinya itu. Jadi sertifikat yang dibawa instasi itu masih atas nama perorangan. Yang penting dokumen perolehannya pasti ada. Jadi secara tertib administrasi harus dimohonkan hak pakai instansi itu," tutur dia.
Sigit menerangkan pada sertifikat tanah harus ada surat ukur atau gambar situasi. Jika tidak ada peta ukur harus dilakukan perbaikan data dengan pengukuran kembali.
"Jadi pada prinsipnya PTSL itu mendaftarkan seluruh bidang tanah di satu kelurahan. Jika tidak ada masalah maka akan diterbitkan sertifikat. Kalau ada sengketa cuma diterbitkan buku tanah," tutur dia. (*)