Berita Temanggung

Guardian of Limwung, Cerutu Produksi Temanggung yang Diekspor hingga Amerika Serikat

Guardian of Limwung, Cerutu Produksi Temanggung yang Diekspor hingga Amerika Serikat cerutu temanggung

Istimewa
Kolase foto cerutu yang diproduksi di Kabupaten Temanggung, Guardian of Limwung. 

TRIBUNMURIA.COM, TEMANGGUNG – Temanggung dikenal sebagai wilayah yang diapit dua gunung: Sindoro dan Sumbing, serta sebagai penghasil kopi dan tembakau kelas premium.

Berbagai pabrikan rokok di Tanah Air menjadikan tembakau Temanggung sebagai 'tembakau nasi' atau tembakau sebagai bahan baku utama pembuatan rokok.

Selain itu, kabupaten yang dikenal dengan sebutan Kota Tembakau ini juga mempunyai pabrikan lokal dengan produk cerutu.

Bahkan, beberapa di antaranya cerutu dengan kualitas ekspor.

Misalnya, cerutu dengan merek dagang “Guardian of Limwung” produksi CV.Air Buss Sindoro Coffe Temanggung yang berlokasi di Kecamatan Ngadirejo.

Menurut Kepala Divisi Public Relation (PR), Purwo Giri Suciono (40), cerutu yang mereka produksi kini tengah naik daun.

Bahkan peminatnya tak hanya berasal dari dalam negeri saja, namun juga telah diekspor hingga ke mancanegara.

“Kami memiliki produk favorit berupa cerutu. Pangsa pasarnya mulai dari domestik hingga mancanegara."

"Kalau pangsa domestik, pemasarannya sudah merambah beberapa kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Kalimantan."

"Sedangkan kalau untuk kebutuhan ekspor, pelanggan kami sudah tersebar di beberapa negara mulai Qatar, Siprus, Amerika, Singapura, dan sejumlah negara lain di benua Eropa,” kata dia, dalam keterangannya Rabu (6/7/2022).

Terdapat dua jenis cerutu yang ditawarkan. Yakni Corona yang dibanderol Rp22.000 per batang dan Robusto Short Filter seharga Rp55.000 per batangnya.

Perbedaanya hanya terletak di ukuran diameter.

Lebih jauh ia menjelaskan, bahan baku utama pembuatan cerutu yang mereka produksi sendiri 65 persen berasal dari tembakau lokal Temanggung, selebihnya menggunakan tembakau asal Jawa Timur sebagai bahan komponen wrapping.

Dalam sebulan, mereka baru mampu memproduksi sekitar 500 hingga 1.000 batang saja mengingat pembuatannya masih secara manual atau belum tersentuh teknologi mesin.

Hal ini guna mempertahankan kearifan lokal dari tangan-tangan terampil para pekerja untuk menghasilkan cerutu dengan citarasa khas.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved