Berita Semarang
Penurunan Tanah Jadi Faktor Pemicu Rob di Semarang, Hendi Upayakan Setop Penggunaan Air Tanah
Penurunan tanah menjadi pemicu banjir rob tinggi di Semarang. Hingga kini belum ada upaya berarti untuk menyetop penggunaan air tanah.
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: Moch Anhar
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Land Subsidence atau penurunan tanah menjadi salah satu faktor pemicu banjir rob tinggi di ibu kota Jawa Tengah.
Penurunan tanah di Kota Semarang khususnya wilayah utara dan timur sebesar 10 sentimeter per tahun.
Upaya meminimalkan penurunan tanah menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, sumbangan terbesar penyebab penurunan muka tanah adalah pemakaian air tanah yang berlebihan.
Baca juga: Kang Ojol dan Mbak PK Tertangkap Tangan Sedang Pesta Sabu di Brebes, Polisi: Ada Satu Orang Lagi
Baca juga: Tiga Pemancing di Purbalingga Hanyut Diterjang Banjir Bandang, Basarnas: Satu Selamat Dua Hilang
Dari hasil diskusinya bersama PT Pelindo III, memang masih banyak pelaku usaha yang menggunakan air tanah.
Upaya meminimalkan penggunaan air tanah perlu penanganan bersama antara Pemerintah Kota Semarang bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta PDAM.
"Ini perlu tim gabungan untuk edukasi beralih dari air tanah ke air PDAM," ujar Hendi, sapaannya, Rabu (1/6/2022).
Hendi menekankan, akan segera menggelar rapat koordinasi terkait penggunaan air tanah dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kota Semarang, dan PDAM.
Pasalnya, penindakan air tanah merupakan kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan retribusi air tanah ada di pemerintah kota.
Di sisi lain, PDAM juga perlu dilibatkan karena suplai air bersih dari PDAM.
"Kami juga akan melibatkan dari unsur terkait misalnya Satpol PP dan seterusnya," tambahnya.
Selain pemakaian air tanah pada kalangan pelaku usaha, dia menilai, pemakaian air tanah di kalangan masyarakat juga masih sangat banyak.
Hal ini perlu edukasi untuk mengurangi terjadinya penurunan tanah.
Senada, Sekda Kota Semarang, Iswar Aminuddin mengatakan, harus ada komunikasi untuk penanganan land subsidence.
Saat ini, kondisi air laut cenderung lebih tinggi dibanding permukaan tanah di wilayah Semarang Utara dan Timur.
Hal itu karena adanya penurunan muka tanah sebesar 10 sentimeter per tahun.
"Semarang ada land subsidence 10 sentimeter per tahun. Kita harus berkomunikasi, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri," ucapnya.
Lebih lanjut, Iswar menyampaikan, pembangunan tol laut sangat dibutuhkan yang nantinya berfungsi sebagai tanggul laut.
Pada pembangunan tol laut nanti, akan ada lahan seluas 220 hektare untuk kolam retensi.
Ini bisa dimanfaatkan sebagai air baku untuk suplai air bersih yang bisa dimanfaatkan masyarakat di wilayah utara dan timur.
Dengan demikian, pemakaian air tanah akan dapat diminimalkan.
"Tidak perlu lagi menggunakan air tanah. Kolam retensi juga bisa mengisi kembali rongga-rongga yang ada di dalam tanah," katanya.
Baca juga: Peringatan Hari Lahir Pancasila Dipusatkan di Ende, Ganjar Sebut Bagian yang Membuka Pikiran
Baca juga: Tim Wasev Sterad Tinjau Pelaksanaan TMMD di Blora, Bupati: Ini Sinergi yang Luar Biasa
Baca juga: Heboh Konvoi Khilafatul Muslimin di Brebes, Warga: Saya Kira dari NU, Pakaiannya Serba Hijau
Di sisi lain, lanjut dia, upaya peningkatan tanggul juga dilakukan.
Menurutnya, perlu ada inovasi terkait dengan peninggian tanggul yang tidak merubah total konstruksi bawah.
"Kita perlu menggunakan konstruksi dimana ketika terjadi land subsidence, kita ada manajemen. Perlu ada inovasi kaitan dengan itu. Tanggul setiap tahun ditambah tapi tidak mengubah secara total konstruksi di bawah," terangnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/295-kawasan-Lamicitra.jpg)