Berita Semarang
Meriah, Khitanan Warga Bandungan Semarang Diramaikan Arak-Arakan Berkuda
Seorang warga di Desa Munding, Bandungan, Kabupaten Semarang, menggelar khitanan atau sunatan anaknya dengan sebuah tradisi.
Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: Moch Anhar
TRIBUNMURIA.COM, BANDUNGAN - Seorang warga di Desa Munding, Bandungan, Kabupaten Semarang, menggelar khitanan atau sunatan anaknya dengan sebuah tradisi, yakni arak-arakan dengan tiga ekor kuda, Selasa (31/5/2022) malam.
Anak yang bernama Fahreza Arva Kamal tersebut rencananya dikhitan seusai arak-arakan menggunakan seekor kuda diiringi marching band dan ratusan penghafal Alquran warga setempat mengelilingi permukiman desa.
Tampak tiga ekor kuda disiapkan, satu untuk Fahreza dan diikuti dua penunggang kuda perempuan mengenakan cadar atau dengan wajah tertutup di belakangnya.
Baca juga: Dorong Industri Unggulan di Kudus, Bupati Hartopo Cari Mesin Pelinting Rokok Bikinan Dalam Negeri
Baca juga: Dorong Industri Rokok, Pemkab Kudus Siapkan Gedung Produksi Sigaret Kretek Mesin
Baca juga: Kejar Peningkatan Kapasitas Produksi, Pelaku Industri Rokok di Kudus Ingin Ada Mesin Pelinting
Satu di antara penunggang kuda perempuan merupakan lurah atau Kepala Desa Munding, Rumdoniyatun, atau yang kerap disapa Dani.
Menurutnya, tradisi arak-arakan menggunakan kuda tersebut sudah puluhan tahun lamanya tidak dilaksanakan di wilayahnya.
“Sehingga memberikan motivasi bagi masyarakat agar kebudayaan yang pernah punah ini digiatkan kembali,” ungkapnya kepada TribunMuria.com seusai arak-arakan.
Ia menerangkan dirinya mendampingi anak yang akan disunat tersebut merupakan representasi dari perlindungan seorang pangeran.
“Ini judulnya laskar wanita yang melakukan pendampingan, pengamanan atau memberikan perlindungan kepada pangeran, dalam hal yang digambarkan adalah anak yang disunat.
Kemudian pangeran ini nantinya harus bisa meraih cita-citanya dan meninggikan derajat kedua orangtuanya,” jelasnya.
Baca juga: Bupati Arief Rohman Gandeng Uniba Surakarta untuk Ikut Pendampingan Desa Miskin di Blora
Baca juga: Penurunan Tanah Jadi Faktor Pemicu Rob di Semarang, Hendi Upayakan Setop Penggunaan Air Tanah
Baca juga: Tim Wasev Sterad Tinjau Pelaksanaan TMMD di Blora, Bupati: Ini Sinergi yang Luar Biasa
Ia menambahkan, tradisi tersebut tak luput dari kaidah-kaidah Islam, mengingat sebagian besar masyarakat di sana merupakan pemeluk agama Islam.
Sebanyak 400 peserta kirab atau arak-arakan di sana sendiri sudah hapal Alquran.
Kemudian terdapat bacaan-bacaan surat Alquran yang dilafalkan seusai arak-arakan itu. (*)