Berita Pati
Polemik Rencana Pendirian Pabrik HWI di Trangkil Pati, Warga Sebut Mafia Tanah Sudah Bermain
Polemik Rencana Pendirian Pabrik HWI di Trangkil Pati, Warga Sebut Mafia Tanah Sudah Bermain Begini Penjelasan Lengkapnya
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, PATI - Sekelompok warga dari Kecamatan Trangkil yang mengatasnamakan diri Aliansi Petani dan Pemuda Peduli Lingkungan kembali mendatangi Gedung DPRD Pati, Selasa (22/3/2022).
Kedatangan mereka masih terkait dengan kunjungan mereka sebelumnya pada Kamis (17/2/2022) lalu, yakni beraudiensi tentang wacana pendirian pabrik di wilayah Kecamatan Trangkil.
Sebelumnya, isu yang beredar di kalangan warga adalah akan ada pendirian pabrik sepatu yang mencakup wilayah empat desa di Kecamatan Trangkil, yakni Desa Pasucen, Mojoagung, Tegalharjo, dan Ketanen.
Namun, dalam forum audiensi termutakhir di Ruang Rapat Paripurna DPRD Pati, terungkap bahwa ternyata yang direncanakan untuk dibangun ialah pabrik apparel dari PT Hwaseung Indonesia (HWI).
Baca juga: Warga Trangkil Datangi DPRD Pati, Tanya Kejelasan Pembangunan Pabrik Sepatu
Baca juga: Tertarik Buka Pabrik di Blora, Calon Investor Survei Kawasan Peruntukan Industri bareng DPUPR
Baca juga: Bupati Kudus Ancam Batalkan Investor Tiongkok Jika Enam Bulan Tidak Ada Tindak Lanjut
Seorang perwakilan warga, Abdul Majid, mempertanyakan rencana pendirian pabrik di wilayah Kecamatan Trangkil yang notabene lahannya masih produktif untuk pertanian.
Lebih jauh lagi, warga mempertanyakan luasnya lahan di Kecamatan Trangkil yang oleh pemerintah daerah dijadikan Kawasan Peruntukan Industri (KPI) dalam Perda terbaru mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Menurut Majid, berdasarkan data yang ia dapatkan, di wilayah Desa Pasucen, Mojoagung, Ketanen, dan Trangkil saja, jika ditotal ada sekira seribu hektare KPI.
"Kalau data ini benar, anak-anak cucu kami akan bertempat tinggal di mana? Padahal lahan itu produktif. Cocok ditanami dan hasilnya bisa dimanfaatkan terus menerus. Mengapa harus di wilayah kami. Bukan di Pati selatan, misalnya, yang tanahnya agak kurang subur," ujar dia.
Warga juga khawatir terhadap oknum-oknum cukong tanah yang “bermain” terkait wacana pendirian pabrik ini.
Di antaranya ialah mempermainkan harga tanah terkait pembebasan lahan untuk pembangunan pabrik. Bahkan juga melakukan intimidasi.
“Setelah adanya hal ini, petani-petani kami merasa ketakutan kalau ada intimidasi dan lain sebagainya."
"Setelah kami audiensi yang pertama dulu, ada petani kami yang takut oleh pihak yang punya kepentingan."
"Mengintimidasi (dengan kata-kata), ‘ini kenapa tanahnya mau dibeli kok tidak boleh padahal untuk menyerap tenaga kerja’,” kata Majid.
Seandainya pun ada warga yang merelakan tanahnya dijual untuk pabrik, dia berharap pihak perusahaan terbuka terkait tawaran harga.
Hal ini agar tidak ada oknum cukong atau mafia tanah yang ikut bermain.
Sebab, menurut warga sejauh ini pihak perusahaan belum pernah memberikan sosialisasi langsung terkait pendirian pabrik.
Penjelasan Perwakilan PT HWI
Perwakilan PT HWI, Sugito, menegaskan bahwa tidak ada pabrik sepatu yang akan dibangun di Trangkil.
Namun, ia memaklumi bahwa di kalangan masyarakat PT HWI memang identik dengan pabrik sepatu.
Sebab, pabrik PT HWI di Jepara memang memproduksi sepatu merek ternama.
“Tidak ada pabrik sepatu yang akan dibangun di Trangkil. Tolong digarisbawahi."
"Yang rencananya akan kami dirikan itu pabrik apparel. Produknya seperti topi, jaket dan sebagainya,” ujar dia.
Ia menyebut, pendirian pabrik itu pun sejauh ini masih berada pada tahap penjajakan lahan.
“Awalnya kami mendapat info dari DPUTR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) tentang di mana saja zona Kawasan Peruntukan Industri (KPI) di Pati. Ternyata salah satunya di daerah saya. Saya kebetulan warga (Kecamatan) Trangkil juga,” kata Sugito.
Selanjutnya, dirinya melakukan komunikasi dengan para kepala desa yang di wilayahnya terdapat KPI, dalam hal ini Pasucen, Tegalharjo, Ketanen, dan Mojoagung.
“Setelah kami pelajari, dengan segala macam aspek, Tegalharjo dan Pasucen tidak masuk perencanaan pembelian kami,” tegas dia.
Sugito lalu difasilitasi oleh Kepala Desa Ketanen dan Mojoagung untuk bertemu dengan pemilik lahan yang berminat menjual tanah untuk perusahaan.
“Kami kumpulkan semua pemilik lahan di kantor desa. Yang mau dijual monggo, yang tidak ya tidak apa-apa."
"Ada yang bertanya, kalau tanah saya tidak dijual ada intimidasi? Saya jawab tidak."
"Kalau lahan dijual pada kami, kami jalankan perusahaan di Pati. Kalau tidak ada yang jual ya tidak apa-apa, daerah lain selain Pati banyak,” ungkap dia.
Terkait isu adanya cukong tanah, Sugito menduga ada salah persepsi.
Permainan harga pun tidak mungkin terjadi karena nantinya pemilik lahan akan menerima pembayaran secara langsung ke rekeningnya dari perusahaan.
“Kalau dibilang ada cukong, barangkali ada salah persepsi. Saya sendiri yang mendekati Kades untuk melakukan sosialisasi dan pendataan yang mau dijual."
"Kalau ada isu permainan harga, tidak mungkin terjadi. Tidak ada yang ikut main. Ini pure (murni) antara pemilik lahan dan perusahaan, difasilitasi Pemdes setempat,” jelas dia.
Terkait belum adanya sosialisasi pendirian pabrik, Sugito mengatakan bahwa tahapan itu baru akan dilakukan apabila telah terjadi kesepakatan dengan pemilik lahan.
“Kami tahapannya seperti itu. Negosiasi dengan pemilik lahan, apabila terjadi kesepakatan jual beli, kami baru akan sosialisasi."
"Kami tetap akan kolaborasi dengan semua pihak setelah kami pastikan ada investasi di sini,” ujar dia.
Di akhir penjelasannya, Sugito mempersilakan warga peserta audiensi untuk menyimpan nomor ponsel pribadinya jika ingin berkomunikasi lebih lanjut.
DPRD Pati Pertanyakan Luasan Kawasan Peruntukan Industri (KPI) di Trangkil
Ketua DPRD Pati Ali Badrudin meminta agar PT HWI untuk sementara tidak meneruskan dulu upaya pendirian pabrik di wilayah Kecamatan Trangkil.
Ia mengatakan akan menyelidiki dulu terkait adanya lahan lebih dari seribu hektare di wilayah Kecamatan Trangkil yang berstatus KPI.
“KPI di Trangkil tiba-tiba ada 1.036 hektare kami juga terkejut. Karena di dalam pembahasan pansus dulu, yang diketuai Pak Teguh Bandang Waluyo, kami tidak dilapori kalau ada perubahan lahan produktif ke lahan peruntukan industri seluas itu," ungkap Ali.
Menurut Ali, saat pembahasan Perda nomor 2 tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perda nomor 5 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pati 2010-2030 dahulu, hal ini tidak disampaikan oleh pemerintah eksekutif.
"Kami minta HWI supaya jangan diteruskan dulu (proses pembebasan lahan). Karena kami DPRD juga permasalahkan soal tiba-tiba muncul 1.036 hektare KPI. Atau memang dulu tidak ketahuan teman-teman dalam pembahasan, atau ada kesengajaan memasukkan, akan kami selidiki dulu," ujar Ali.
Ia menyebut, dikhawatirkan lahan produktif pertanian akan berkurang drastis apabila di satu kecamatan terdapat hingga seribu hektare KPI.
"Kan masih banyak lahan di Pati yang tidak produktif, bisa untuk industri. Tujuan buat peraturan kan untuk yang lebih baik, jangan menghapus yang baik," tutur dia.
Ali menambahkan, pihaknya akan mengundang pihak terkait, dalam hal ini DPUTR untuk memberikan penjelasan gamblang.
"Biar gamblang itu memang dari awal yang tidak disampaikan atau disampaikan setelah pembahasan," ujar dia.
Ditanya apakah perubahan luasan lahan KPI yang tertuang dalam Perda masih bisa diubah, Ali mengatakan akan mempelajarinya terlebih dahulu.
"Perda itu produk hukum, kami belum tahu (apakah luasan KPI di Trangkil bisa diubah). Tapi kami akan menyelidiki dulu," tandas dia.
Tanggapan Bupati Pati Haryanto
Diwawancarai di Ruang Joyokusumo Sekretariat Daerah Kabupaten Pati, Rabu (23/3/2022), Bupati Haryanto menegaskan bahwa sebelum disahkan, Perda RTRW sudah melalui tahapan pembahasan yang panjang. Termasuk terkait penentuan kawasan peruntukan industri (KPI)
Namun, ia mengaku tidak hafal secara detail luasan KPI di tiap kecamatan.
"DPUPR yang punya data detailnya. Yang jelas Perda RTRW sudah melalui kajian publik, rapat lintas sektor kementerian, kemudian juga ada pansusnya. Jadi apa yang sudah diputuskan melalui kajian panjang," kata dia.
"Kalau di daerah sana ada kawasan pertanian, perumahan, dan industri, itu bukan rekayasa. Bukan seolah-olah sengaja dibikin seperti itu biar jadi industri untuk orang-orang tertentu," tambah Haryanto.
Lagipula, lanjut dia, saat ini sudah ada aplikasi digital bernama Sipetarung (Sistem Informasi Digital Penataan Ruang) Pati yang bisa diakses secara mandiri oleh masyarakat.
"Sudah ada aplikasi Sipetarung. Masyarakat bisa akses secara mudah. Yang mau investasi, buka usaha, bisa lihat di aplikasi itu tentang peruntukan lahan. Tidak perlu tanya bupati, DPU, asisten, atau tenaga teknis yang ada," ujar dia.
Terkait wacana pendirian pabrik PT HWI di Trangkil, Haryanto menjelaskan bahwa hal tersebut masih berupa informasi.
"Ada orang yang berupaya membeli tanah di sana, kan saya tidak ada keterkaitan di sana. Keterkaitan ada kalau dalam rangka perizinan."
"Karena pemerintah punya kewajiban beri kemudahan perizinan, juga infrastruktur barangkali kalau belum baik, itu kewajiban Pemda."
"Karena di situ akan membuka peluang kerja," kata Haryanto.
Ia menegaskan, jika ada investor masuk ke Pati, tidak ada tendensi buruk apa-apa.
"Kenapa di Pati banyak investasi? Karena pelayanan mudah, ramah. Selama ini ada beberapa investor masuk, dibanding daerah lain bilangnya seperti itu. Jadi tidak ada tendensi apa-apa," tandas dia. (mzk)