Berita Jateng
Kasus Perdagangan Anak di Tegal Sudah Disidangkan, Tersangka Hilang Satu Orang
Kasus karaoke pink atau bisnis esek-esek itu, saat ini sudah dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Tegal.
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: Moch Anhar
TRIBUNJATENG.COM,TEGAL - Masih ingat dengan kasus perdagangan anak di bawah umur yang terjadi di Kota Tegal, pada awal September 2021?
Kasus karaoke pink atau bisnis esek-esek itu, saat ini sudah dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Tegal.
Bahkan, persidangan sudah dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Selasa (22/3/2022).
Padahal semula, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus prostitusi anak tersebut.
Baca juga: Pastikan Suplai Aman, Kapolres Kudus Tinjau Distributor Minyak Goreng
Baca juga: Pelaku Pembunuhan Sadis di Persawahan Jatimulya Tegal Dibekuk, Bukti Tes DNA yang Menguatkan
Baca juga: Warga Ramai-ramai Menolak, Pelantikan Sekdes Nglobo Blora Akhirnya Ditunda
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Kota Tegal, Priyo Sayogo mengatakan, berdasarkan berkas limpahan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, terdakwa hanya berjumlah dua orang.
Mereka adalah ES dan SHN.
Termasuk saat penyerahan dan pengiriman tersangka serta barang buktinya, pada Selasa 15 Februari 2022.
Ada dua orang yang diserahkan dan mereka langsung ditahan di Lapas Kelas II B Tegal.
"Yang di berkas itu saja. Jadi saat limpahan tahap dua yang dikirim dua orang, SE dan SHN," kata Priyo, seusai sidang kepada TribunJateng.com (Tribun Network).
Priyo menjelaskan, dalam berkas disebutkan ES sebagai penyewa kos-kosan untuk menjalankan bisnis karaoke pink.
ES menyewa tiga kamar kos dengan biaya perbulannya Rp 50 juta.
Sedangkan SHN disebutkan sebagai mami yang bertugas mencari anak di bawah umur untuk diperdagangkan.
"Kalau dalam berkas ES penyewa kos-kosan. SHN itu mami sekaligus yang mencari dan menawarkan pekerjaan," ujarnya.
Priyo mengatakan, persidangan saat ini sudah masuk sidang keempat dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Tetapi dari ke tujuh saksi, enam di antaranya tidak hadir.
Padahal pemanggilan sudah dilakukan tiga kali.
Sementara, satu saksi yang hadir adalah saksi ahli bernama Nur Prabowo.
Dia seorang ASN dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah.
"Tadi yang tidak hadir enam saksi, padahal sudah kita panggil tiga kali," ungkapnya.
Saksi ahli, Nur Prabowo mengatakan, kasus tersebut telah melanggar Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Terdakwa melanggar aturan dalam memperkerjakan anak yang dijelaskan mulai Pasal 68 sampai Pasal 75.
Pelanggaran pertama, anak yang dipekerjakan berusia di bawah 18 tahun.
Kedua, pekerjaan yang dilakukan masuk dalam kategori yang buruk.
"Terkait pekerjaan itu termasuk bentuk-bentuk yang buruk," kata Nur, di hadapan majelis hakim.
Nur menjelaskan, aturan pekerjaan anak dibagi menjadi dua, pekerjaan ringan dan pekerjaan terburuk.
Pekerjaan ringan diperbolehkan untuk anak usia 13-15 tahun dengan syarat-syarat tertentu.
Di antaranya persetujuan orangtua atau wali dan perjanjian kerja yang dibuat wali dengan pihak perusahaan.
Sementara yang dilarang, menurut Nur, adalah pekerjaan terburuk atau berat, seperti perbudakan.
Baca juga: Pelaku Pembunuhan Sadis di Persawahan Jatimulya Tegal Dibekuk, Bukti Tes DNA yang Menguatkan
Baca juga: Buka Peluang Kerjasama dengan Sekolah Vokasi UGM, Pemkab Blora Ingin Angkat Kualitas SDM Lokal
Ia mencontohkan, seperti yang menawarkan pornografi, perjudian, dan sebagainya.
"Termasuk pekerjaan yang melibatkan dalam produksi minuman keras, mengganggu kesehatan, merusak moral, membahayakan keselamatan, dan mengganggu tumbuh kembang anak," jelasnya.
Persidangan tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Indah Novi Susanti dan Hakim Anggota Endra Hermawan dan Lidia Awinero. (*)