Gas Beracun Geo Dipa

Mengenang Tragedi Kawah Sinila, Bencana Gas Beracun yang Tewaskan Ratusan Warga Dieng

Insiden di PAD 28 PT Geodipa Dieng menewaskan seorang pekerjaan, serta beberapa orang dilarikan ke rumah sakit.

Penulis: Khoirul Muzaki | Editor: Moch Anhar
TribunMuria.com/Khoirul Muzakki
Wisatawan memadati kawasan wisata Kawah Sikidang di Dieng, Banjarnegara, belum lama ini. 

TRIBUNMURIA.COM, BANJARNEGARA - Insiden di PAD 28 PT Geodipa Dieng menewaskan seorang pekerjaan, serta beberapa orang dilarikan ke rumah sakit. 

Terlepas dari kasus itu, gas beracun menjadi satu di antara potensi bencana di wilayah dataran tinggi Dieng. Dataran tinggi Dieng bukan hanya rawan bencana pergerakan tanah karena kondisi tanahnya yang berbukit. 

Gas beracun pun menjadi ancaman serius bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawah. Dieng bahkan pernah memiliki catatan kelam terkait bencana erupsi dan gas beracun. 

Baca juga: Kritik dengan Media Seni, Urban Fivesketcher Gambar Pasar Projo Kabupaten Semarang yang Semrawut

Baca juga: Menparekraf Dorong Investor Kembangkan Sektor Pariwisata Ekonomi Kreatif Jateng dan DIY

Baca juga: Sumur Bor Geo Dipa Dieng Keluarkan Gas Beracun, Ini Dia Pandangan Ahli Geologi Unsoed Purwokerto

Fisik Marjani (80), warga Dukuh Sidomulyo Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, telah berubah karena usia.

Tapi ingatan tentang tragedi letusan kawah Sinila tahun 1979 tak mungkin lupa. 

Ia menjadi salah satu warga yang beruntung karena selamat dari bencana yang mematikan ratusan warga itu. 

Dari catatan PVMBG, bencana Kawah Sinila terjadi pada Tahun 1979.

Embusan gas beracun menewaskan 149 warga di desa sekitarnya. 

Desa Kepucukan, wilayah yang terdampak bencana gas beracun bahkan kini sudah hilang atau dihapus secara administratif.

Sebagian penduduknya meninggal secara mengenaskan. 

Marjani satu di antara warga yang beruntung masih bisa melanjutkan hidup.

Ia dan warga lain yang tersisa seketika meninggalkan desa karena tak aman lagi ditinggali.

Marjani masih tinggal di kecamatan sama dengan desanya yang telah binasa, Kecamatan Batur.

Setelah puluhan tahun tak berkunjung, Rabu (13/11/2019) lalu, Marjani kembali menginjakkan kaki di Sinila, tanah kematian yang selama 39 tahun ia tinggalkan.

"Saya hanya kesini sekali setelah letusan, sudah 39 tahun, " katanya

Suatu hari pada bulan Februari tahun 1979, kiamat kecil mengguncang dataran tinggi Dieng. Kawah Sinila meletus.

Gemuruhnya didengar warga.

Getarannya dirasakan mereka. Penduduk berlarian ke segala penjuru untuk menyelamatkan diri.

Bencana gas beracun nyatanya sulit diantisipasi warga. 

Bencana longsor masih bisa terlihat darimana datangnya luncuran tanah. Banjir pun bisa diketahui darimana arah aliran air.

Dengan demikian, warga lebih mudah mengantisipasinya hingga bisa lari menghindar.

Tetapi siapa yang mampu mengenali arah datangnya gas. Makhluk itu bak iblis tak berwujud. 

Penduduk seperti menghadapi musuh yang tak terlihat.

Baca juga: Sumur Bor Geo Dipa Dieng Keluarkan Gas Beracun, Ini Dia Pandangan Ahli Geologi Unsoed Purwokerto

Baca juga: Menparekraf Dorong Investor Kembangkan Sektor Pariwisata Ekonomi Kreatif Jateng dan DIY

Baca juga: Bangkitkan Ekonomi Pariwisata, Candi Borobudur Jadi Magnet Wisatawan Mancanegara

Siapa sangka, lahan yang mereka lalui untuk menyelamatkan diri (evakuasi) justru menjadi jalan kematian.

Semburan gas beracun dari kawah menyebar hingga masuk ke lubang-lubang hidung warga.

Gas yang masuk ke tubuh itu seakan mencekik mereka dari dalam. Warga mati bergelimpangan. (*)

 

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved