Berita Semarang

Wayang Potehi Pasar Imlek Semawais Obati Dahaga Ariyato, Jadi Magnet Pengunjung Pecinan Semarang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertunjukan Wayang Potehi sesi kedua menceritakan tentang lakon ular putih, Sabtu (25/1/2025).

TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Hampir semua pandangan mata terpana pada truk berwarna putih yang memuat satu panggung mini di dalam bak dengan warna merah mencolok.

Serupa warna merah pada kebanyakan klenteng.

Di bawah panggung mini itu, terdapat beragam boneka tangan yang nantinya akan dimainkan sebagai pertunjukan wayang potehi.

Pada bagian belakang panggung mini terdapat macam-macam alat musik seperti Guzheng (Kecapi Cina), Erhu (alat musik gesek), Bangu (Gendang Tunggal yang dimainkan dengan stik bambu), Muyu (kecrek dari kayu) dan Chazi (Simbal).

Baca juga: Kabar Gembira, Pasar Imlek Semawis Tahun Ini Digelar di Pecinan Semarang, Ini Tanggalnya

Baca juga: Ratusan Lontong Cap Go Meh Ludes Diserbu, Penutupan Perayaan Imlek di Klenteng Hok Hien Bio Kudus

Satu bak truk itu, sekiranya hanya muat untuk lima orang yang memiliki peran masing-masing yakni sebagai dalang wayang potehi dan pengiring musik.

Truk putih dengan corak merah pada bagian baknya, bertuliskan 'GoPot Wayang Potehi' terparkir di mulut Gang Tengah Pecinan Semarang, tepat pada bagian panggung mininya mejeng di Pasar Imlek Semawis.

Seolah memiliki daya tariknya tersendiri tiap orang yang melewati lokasi itu selalu melirik ke arah panggung mini, juga tak sedikit dari mereka yang mengabadikan momen berfoto berdiri di samping panggung wayang potehi saat tak ada pertunjukan.

Satu meteran di depan panggung ini, terdapat kursi-kursi yang dipasang untuk para pengunjung Pasar Imlek Semawis Semarang menonton pertunjukan.

Pertunjukan dibagi menjadi dua babak tiap babaknya dua jam pertunjukan, pada babak pertama pukul 15.00-17.00 WIB dan 19.00-21.00 WIB.

Tiap awal sesi selalu diawali dengan lantunan musik tradisional cina, suaranya menghipnotis para pengunjung yang berlalu lalang untuk datang dengan penasaran.

Sesi bermain musik sekitar 10 menit, alunan senar Gunzheng, Erhu dan suara nyaring dari Chanzi cukup untuk mengumpulkan pengunjung di depan panggung mini. Semua mata terbelalak dan penarasan menunggu lakon apa yang akan dimainkan oleh dalang.

Bahkan tak sesekali para penonton yang datang sambil menenteng belanjaan atau menggendong maupun menggandeng anaknya, mengucap "ini lho wayang potehi," "eh ada wayang potehi," "kamu mau nonton gak nak?, Ini sudah jarang," 

Saat boneka tangan wayang potehi mulai tampil, area jalanan di sekitaran panggung mini sudah terasa cukup sesak.

Tua ataupun muda, para pejalan kaki yang lewat selalu berhenti untuk melihat pertunjukan hingga mengabadikan di gawainya.

Tak sekali-dua penonton yang dibangku berteriak, "awas nutupi, ga kelihatan," 

Halaman
12