TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Dua pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) atau dulu dikenal dengan sebutan STM, di Semarang, terancam di-drop out (DO) dari sekolah tempat mereka belajar, karena tertangkap polisi saat mengikuti aksi demonstrasi #KawalPutusanMK tolak revisi UU Pilkada di Balai Kota Semarang, Senin (26/8/2024) kemarin.
Kini, tim Advokasi Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Jawa Tengah masih melakukan pendampingan dan advokasi terhadap dua pelajar SMK yang terancam di-DO tersebut.
Diketahui, aksi demo tersebut digelar olah massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) terdiri dari gabungan mahasiswa dan masyarakat umum.
Baca juga: Tekad Kami Jelas, Sudah Muak, Aksi Demonstrasi di Semarang Ricuh, Polisi Tembakkan Gas Air Mata
Baca juga: Dua Anggota Persma Jadi Korban Kekerasan Polisi saat Liput Aksi Demonstrasi di Semarang
Namun, pada sore harinya, sejumlah pelajar STM datang ke lokasi dan langsung mengikuti aksi demonstrasi.
"Iya ada dua siswa yang terancam di-drop out akibat ikut aksi demontrasi."
"Kami advokasi mereka," jelas Tim Advokasi Geram, Noval Sebastian, saat konferensi pers di Kantor LBH Semarang, Selasa (27/8/2024) malam.
Noval menyebut, langkah awal dilakukan dengan melaporkan kasus ini ke Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah.
Pihaknya berharap, DP3AKB menindaklanjuti laporan tersebut.
"Kami harap para pelajar tetap bisa sekolah dan di jangan sampai kehilangan hak atas pendidikannya," katanya.
Geram Jateng mencatat, ada sebanyak 33 massa aksi yang ditangkap mahasiswa terdiri dari 23 pelajar, 9 mahasiswa dan 1 orang warga.
Mereka telah dibebaskan oleh polisi pada Selasa (27/8/2024) sore.
"Kami meminta sekolah tak memberikan sanski berat kepada mereka yang ditangkap sewenang-wenang oleh polisi," jelas Tim Advokasi Geram Fajar Muhammad Andhika.
Andhika yang juga pengacara publik dari LBH Semarang ini mengatakan, bakal mendampingi para pelajar yang mendapatkan pengancaman dari sekolah maupun sanksi berat lainnya.
Sebab, pada dasarnya pelajar adalah warga negara yang ikut merasakan dampak kebijakan pemerintah yang akumulasi kemarahanya dicurahkan ke aksi demonstrasi.
"Kami membuka kanal aduan terhadap pelajar yang menjadi korban DO karena ikut aksi demonstrasi," paparnya.
Selain itu, Andika meminta kepada aparat untuk menghentikan sweeping mahasiswa dan pelajar paska demonstrasi.
"Aksi demonstrasi merupakan hak atas menyampaikan berpendapat," tuturnya. (Iwn)