TRIBUNMURIA.COM - Keputusan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah tarik dana persyarikatan dari BSI bukan keputusan yang diambil secara tiba-tiba.
PP Muhammadiyah sudah mewacanakan untuk mengalihkan dana dari Bank Syariah Indonesia (BSI) sejak 2020, sejak bank syariah milik BUMN itu terbentuk hasil merger dari beberapa bank syariah pelat merah.
Keputusan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengalihkan dananya dari Bank Syariah Indonesia (BSI) ke sejumlah bank lainnya, memicu keriuhan.
Diketahui, Muhammadiyah memutuskan untuk mengalihkan dananya dengan menyebarkan ke sejumlah bank syariah yang beroperasi di Indonesia.
Bank tersebut seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, Bank-bank Syariah Daerah, dan bank syariah lain yang selama ini menjalin kerja sama.
Keputusan pengalihan dana PP Muhammadiyah tersebut tertuang di dalam Memo Muhammadiyah Nomor 320/1.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024.
Memo tersebut menjelaskan, keputusan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan bersama Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) mengenai konsolidasi keuangan di lingkungan AUM tanggal 26 Mei 2024 di Yogyakarta.
"Dengan ini kami minta dilakukan rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan dari BSI dengan pengalihan ke Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, bank-bank syariah daerah, serta bank lain yang selama ini bekerja sama baik dengan Muhammadiyah," dilansir dari Kompas.com, Rabu (5/6/2024).
Kronologi Muhammadiyah alihkan dana dari BSI
Wacana mengenai penarikan dana Muhammadiyah dari BSI muncul pertama kali pada 2020.
Hal itu tak lama setelah sejumlah bank syariah BUMN melakukan merger menjadi BSI.
Diketahui, PT Bank Syariah Indonesia merupakan hasil merger BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri (BSM).
Ketua Bidang Ekonomi Pengurus Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas saat itu mengatakan, pihaknya mengkaji terkait penarikan dana Muhammadiyah dari BSI tersebut.
Alasannya, karena setelah bank syariah hasil merger akan jadi bank syariah milik negara yang besar dan kuat.
Karena semakin kuat, maka bank itu akan fokus pada pembiayaan-pembiayaan berskala besar saja.
Sementara menurut dia, Muhammadiyah memiliki komitmen memajukan ekonomi umat dan segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Oleh karena itu, mungkin sudah waktunya bagi Muhammadiyah untuk tidak lagi perlu mendukung Bank Syariah Indonesia itu dengan memindahkan semua dana yang ditempatkan di bank syariah lain," kata Anwar Abbas dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (16/12/2020).
Saat itu Anwar tidak menyebut detail jumlah dana yang bisa ditarik dari bank syariah BUMN tersebut.
Namun, ia mengatakan jumlah institusi besar di bawah Muhammadiyah sangat banyak yang simpanan di perbankan syariah BUMN.
Ada sebanyak 170 perguruan tinggi, 400 rumah sakit, 340 pesantren, dan sekitar 28.000 lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah.
Anwar menyebut, empat perguruan tinggi Muhammadiyah di Yogyakarta saja memiliki Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja, masing-masing sekitar Rp300 miliar-Rp500 miliar per tahun.
Pihaknya menampik jika kajian penarikan dana itu dilakukan karena pengurus Bank Syariah Indonesia itu tidak ada dari kalangan Muhammadiyah.
"Saya tidak mengatakan kami mau minta jabatan. Kalau bank BUMN Syariah ini menunjukkan komitmen akan melakukan fokus bisnis mayoritas ke segmen UMKM akan sangat kami dukung."
"Bisa 50 persen saja, saya yang akan paling depan memberikan dukungan," tegas Anwar.
Alasan Muhammadiyah alihkan dana dari BSI
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal, Anwar Abbas buka suara mengenai alasan pengalihan dana simpanan organisasi dari BSI.
Anwar menjelaskan, Muhammadiyah memiliki komitmen yang tinggi dalam mendukung perbankan syariah di Indonesia.
"Untuk itu, Muhammadiyah terus melakukan rasionalisasi dan konsolidasi terhadap masalah keuangannya agar Muhammadiyah bisa berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara perbankan syariah yang ada," terang Anwar dikutip dari Kompas.com, Kamis (6/6/2024).
Selain itu menurutnya, Muhammadiyah terlalu banyak menempatkan dana simpanannya di BSI, sehingga berpotensi dapat menimbulkan risiko konsentrasi.
Risiko konsentrasi atau concentration risk ini adalah risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu.
Hal itu kemudian pada gilirannya menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha bank.
Sementara, Anwar menilai bahwa bank-bank syariah lainnya masih sedikit menerima dana simpanan.
Bank-bank syariah tersebut kemudian tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan BSI dalam hal penempatan dana ataupun pembiayaan.
"Bila hal ini terus berlangsung maka tentu persaingan di antara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan," tuturnya.
Atas alasan itu, Muhammadiyah merasa perlu menata banyak hal tentang masalah keuangannya.
BSI angkat bicara
Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar angkat bicara mengenai PP Muhammadiyah mengalihkan dana simpanannya dari pihaknya.
Wisnu mengatakan bahwa pihaknya akan selalu berkomitmen dalam melayani dan mengembangkan ekonomi umat.
"Terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholder," ungkap Wisnu.
Ia mengaku, BSI akan terus mengembangkan sektor perekonomian terutama dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai tulang punggung ekonomi bangsa.
Pihaknya juga berkomitmen untuk menjadi bank modern dan inklusif yang melayani seluruh lapisan masyarakat.
BSI juga senantiasa berkomitmen memenuhi ekspektasi seluruh pemangku kepentingan dengan menerapkan prinsip adil, seimbang, dan bermanfaat (maslahat) sesuai syariat Islam.
Per Maret 2024, BSI telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan sebesar Rp59,2 triliun.
Pembiayaan itu didominasi untuk sektor UMKM sebesar Rp46,6 triliun. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kronologi PP Muhammadiyah Alihkan Dana dari BSI, Rencana sejak 2020