"LPSK enggak pernah puas. Ya enggak apa-apa."
"Makanya saya bilang lembaga lain tidak boleh mengintervensi kewenangan Jaksa Agung."
"Kan masih ada upaya hukum. Masih ada pembelaan segala macam," ucap Fadil dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Bahkan, Fadil menegaskan bahwa Richard tidak bisa menjadi justice collaborator karena statusnya sebagai pelaku utama pembunuhan berencana.
"Untuk pelaku, tidak bisa JC (justice collaborator) pelaku utama. Ini saya luruskan ini. Di undang-undang tidak bisa," kata Fadil.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tidak mengatur justice collaborator terhadap kasus pembunuhan berencana.
Ketut menjelaskan, bidang tindak pidana tertentu yang diatur terkait justice collaborator.
Hal itu mencakup, tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisasi.
"Beliau (Richard) adalah sebagai pelaku utama sehingga tidak dapat dipertimbangkan juga sebagai yang harus mendapatkan JC. Itu juga sudah sesuai dengan Nomor 4 Tahun 2011 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban," ucap Ketut.
Akui
Usai vonis keluar, Kejagung secara resmi memutuskan tidak akan mengajukan banding.
"Kami melalui korban dan negara dan masyarakat, melihat perkembangan seperti itu, kami tidak melakukan banding dalam perkara ini," ujar Fadil dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).
Fadil mengatakan, ada beberapa pertimbangan yang dilihat oleh Jampidum, salah satunya adalah pemberian maaf keluarga korban kepada Richard Eliezer.
"Kata maaf itu adalah yang tertinggi dalam putusan hukum, berarti ada keikhlasan dari orangtuanya dan itu terlihat dari ekspresi menangis," tutur dia.
Selain itu, Richard Eliezer juga disebut berani membongkar kasus pembunuhan berencana.
Bahkan Kejagung mengakui posisi Richard menjadi seorang justice collaborator.
Diapresiasi