Berita Kudus

Puluhan Tahun Zaenal Abidin Tak Perlu Beli Gas Elpiji, Berkat Olah Kotoran Sapi jadi Biogas

Penulis: Saiful MaSum
Editor: Muhammad Olies
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Desa Garung Lor, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, Zaenal Abidin menunjukkan digester tempat pemrosesan bio gas dari kotoran ternak sapi perah, Selasa (7/2/2023).

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Ternak sapi di tengah perkotaan tak selamanya mendatangkan bau tak sedap yang mengganggu masyarakat sekitar.

Di antaranya bisa diantisipasi dengan manajemen kebersihan kandang, dan pengelolaan kotoran ternak menjadi biogas. 

Warga Desa Garung Lor, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus Zaenal Abidin mempraktikkan langsung pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas untuk menekan bau tak sedap.

Bahkan, Zaenal bisa memanfaatkan biogas yang dihasilkan untuk mencukupi kebutuhan memasak setiap harinya. 

Saat ditemui di kandang ternak sapi perahnya, Zaenal terlihat memiliki digester berukuran 1,2 meter x 7 meter. Digester tersebut diperkirakan sudah berusia 23 tahun, kini digunakan untuk menampung kotoran 19 sapi untuk diolah menjadi bio gas. 

Selama lebih dari 20 tahun itu dirinya bisa mengembangkan bisnis ternak sapi perah. Kotoran ternaknya diproses menjadi biogas dalam rangka menjaga kondusivitas lingkungan kandang agar tidak meresahkan tetangganya.

"Dari awal beternak sudah langsung pakai digester sebagai peternak yang baik, supaya tidak bau. Kalau enggak punya pengolahan bio gas, kotoran sapi akan bau," terangnya, Selasa (7/2/2023).

Baca juga: Tak Cair Penuh, Pengkab Cabang Olahraga di Kudus Mempertanyakan Dana Pembinaan ke KONI

Baca juga: Waspada Cuaca Ekstrem pada 7 - 9 Februari 2023, Sasar Sejumlah Daerah di Jateng, Ini Daftarnya 

Baca juga: Nestapa Pribumi Gegara Kebijakan Eigendom Era Kolonial, Kakek Jumani Harus Sewa Lahan Milik Sendiri

Untuk bisa memproses biogas, Zaenal membangun bak penampungan di depan kandang ternaknya. Dia menggunakan plastik UV sebagai wadah penampung gas, dan membuat instalasi ke dalam rumah.

Pada awalnya, Zaenal meracik skema pemrosesan biogas dengan mencampurkan satu ember kotoran ternak dan satu ember air. Hasil campuran dimasukkan ke digester selama 21 hari agar terjadi fermentasi sempurna.

Setelah itu, lanjut dia, biogas akan terproduksi terus menerus setiap harinya asalkan ada penambahan kotoran secara rutin.

"Awalnya memang ada rumusnya agar bisa menghasilkan gas. Setelah itu tinggal ditambah kotoran, agar gas bisa hidup terus," ujarnya.

Zaenal sudah memanfaatkan biogas sejak awal beternak sapi perah pada 1999. Hasilnya, bisa mencukupi kebutuhan memasak keluarganya setiap hari, sehingga mengurangi konsumsi gas elpiji bagi keluarganya. 

Bahkan, Zaenal kini sedang mengembangkan kandang ternak kedua dengan menerapkan pola yang sama. 

"Tentunya butuh biaya, tapi gak terlalu besar. Hasil biogas sementara masih dipakai keluarga sendiri, untuk kotorannya kami berikan gratis kepada siapa saja yang membutuhkan, seperti contoh untuk kebutuhan pupuk," tutur dia. 

Zaenal menyebut, keuntungan menerapkan proses pengolahan biogas adalah, kotoran sapi jadi tidak bau setelah menjadi pupuk, juga menghasilkan gas yang bisa dimanfaatkan.

Selain itu, perlu juga menjaga kebersihan lingkungan kandang dan badan ternak setiap hari agar tidak menimbulkan bau tak sedap dan terhindar dari penyakit. 

Kini, Zaenal memiliki 29 ekor sapi perah yang diternaknya. Masing-masing 19 ekor sapi di kandang pertama, sisanya di kandang kedua dalam tahap pengembangan. (Sam)