Berita Jateng

Cerita Kreatif Emak-emak di Patemon Semarang, Ubah Tumpukan Sampah Jadi Tabungan Emas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bank Sampah Mawar. Anggota bank sampah Mawar menunjukkan hasil produk pengolahan sampah di stand pameran bazar produk UMKM Gunungpati di pasar Gunungpati, Kota Semarang.

TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Ketelatenan emak-emak di Semarang dalam mengolah sampah berbuah manis.

Emak-emak yang saban hari bergelut dengan tumpukan sampah, berhasil mengubah barang tak berharga menjadi tabungan emas.

Adalah emak-emak yang bergiat dalam kelompok Bank Sampah Mawar di Desa Patemon, Gunung Pati, Kota Semarang, yang berhasil mengubah tumpukan sampah menjadi tabungan emas.

Seperti apa kisahnya? Simak penuturan berikut ini.

Ketua Bank Sampah Mawar, Sumiyati (42), mengatakan berkat kreasi mengolah sampah, mereka kini mampu menabung emas sebanyak 25 gram dalam kurun waktu dua tahun.

"Warga dulu lihat sampah biasa saja bahkan cuek. Kini lihat sampah wah itu tabungan emas," ujarnya kepada Tribunmuria.com, belum lama ini.

Mbak Sum, sapaannya, mengatakan, kelompok Bank Sampah Mawar dibentuk tahun 2019. 

Mereka awalnya kelompok Dawis di tingkat RT yang berkutat kegiatan arisan. 

Namun, seiring berjalannya waktu mereka jadi kelompok bank sampah.

"Ya memang dulu arisan saja tapi kami ingin kelompok kami lebih bermanfaat maka bikin bank sampah," ujarnya.

Bank Sampah Mawar memiliki anggota sebanyak 125 orang.

Di antara ratusan anggota, 35 orang di antaranya mengikuti program tabungan sampah emas. 

"Jadi emas 25 gram itu hasil nabung sampah emas sebanyak 35 orang. Dari tabungan memilah sampah berarti menabung emas," ungkap Sum.

Ia menjelaskan, program tersebut bekerjasama dengan Pegadaian.

Program itu sama dengan program tabungan sampah model lainnya hanya saja dikonversikan menjadi emas.

Cara kerjanya sama yakni sampah dari masyarakat nantinya akan diuangkan.

Uang hasil sampah tersebut lalu dikumpulkan menjadi satu untuk disetorkan ke Pegadaian.

"Tabungan emas waktunya tidak ditentukan. Yang penting kalo sudah dapat 1 gram bisa diambil," paparnya. 

Ada pilihan: tabungan emas dan tabungan lebaran

Bank Sampah Mawar juga memiliki program tabungan sampah lainnya yakni tabungan lebaran.

Khusus tabungan lebaran dapat diambil setahun sekali saat menjelang lebaran.

"Kalo tabungan lebaran dapat diambil ya setahun sekali," tuturnya.

Tak melulu soal keuntungan, Bank Sampah Mawar memiliki program sosial berupa sedekah sampah. 

Modelnya sama dengan tabungan lainnya, bedanya hasil sampah disalurkan ke orang yang membutuhkan.

"Jadi hasil sampah untuk sedekah kepada orang sekitar yang membutuhkan," terangnya.

Omzet naik terus 

Menurutnya, Bank sampah Mawar paling rendah mampu mengumpulkan sampah rumah tangga sebesar 300 kilogram sampai 400 kilogram dalam waktu sebulan.

Rata-ratanya di angka 500 sampai 700 kilogram perbulan. Paling tinggi pernah 1 ton sampah.

"Angka itu rutin kami setorkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang," katanya.

Bank Sampah Mawar kini juga terus bergeliat. Mulanya omzet penghasilan dari pengolahan sampah hanya Rp56 ribu per bulan kini sudah menjadi Rp1,5 juta per bulan.

Meningkatnya omzet disusul pula oleh semakin aktifnya minat warga untuk menyetorkan sampahnya.

Sekarang tak hanya RW 5 Patemon saja yang aktif menyetorkan sampah tetapi diikuti pula oleh warga dari RW lain.

Ia menjelaskan, pemasukan kelompoknya berasal pula dari kiat pengolahan sampah.

Pihaknya mengolah sampah menjadi produk seperti ecoenzim, sabun dan lilin berbahan jelatah, dan lainnya.

Sampah non-organik diolah menjadi bunga hias, kreasi kain perca, dan berbagai produk lainnya.

"Kami pasarkan juga melalui online. Hasil penjualan nanti masuk ke kas bank sampah Mawar," ucapnya.

Ia menambahkan, pihaknya terus mengedukasi masyarakat untuk menerapkan 3 R yakni Reuse, Reduce,  Recyle, dalam kehidupan sehari-hari.

Yakni dari mengurangi penggunaan dan menggunakan kembali sampah ke fungsi lain hingga mengolahnya menjadi kerajinan tangan.

Selain itu, pelatihan rutin diberikan kepada komunitas maupun warga sekitar.

"Kami sosialisasi terus menerus, diedukasi tidak hanya dalam kegiatan formal melainkan kegiatan sehari-hari seperti saat kumpul bareng tetangga," ucapnya.

Terpisah, Ketua bank sampah Polaman Resik Sejahtera, Haryono mengatakan, menginisiasi bank sampah di Kelurahan Polaman karena keresahan terkait pengelolaan sampah di wilayahnya yang belum mendapatkan wadah. 

Ia membangun bank sampah itu di tahun 2019. "Awalnya juga dikira orang gila,” katanya, Kamis (10/11/2022).

Masyarakat sekitar pesimis dengan apa yang dilakukannya. 

Namun saat masyarakat mengetahui dan memahami, kini dukungan itu terus diperoleh.

“Pemerintah Kelurahan sini sangat mendukung dengan adanya bank sampah ini,” terangnya.

Dari 723 Kepala Keluarga  di Kelurahan Polaman, 140 KK di antaranya sudah menjadi anggota bank sampah.

Haryono dalam melakukan aktivitas di bank sampah tersebut dibantu warga sekitar. Mulai dari pemilahan hingga penjualan.

“Hasil dari penjualan juga dibagi. Tetapi biasanya tukang pilahnya yang mendapat bagian paling besar. Karena kan tidak mudah memilah sampah itu,” katanya.

Bank sampah yang dipimpinnya juga ada penangkaran magot. Bibitnya dari DLH Kota Semarang pada tahun  2021 lalu, kini ia kembangkan untuk pangan lele, meski belum mendapatkan keuntungan dari magot secara ekonomi.

“Ya pendapatan dari jual sampah kadang Rp800 ribu, kadang juga Rp1,2 juta. Jualnya juga hanya tiap sabtu dan minggu saja,” jelasnya.

Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang, Syafrudin menjelaskan, bank sampah harus dikelola dengan baik dan profesional.

Biasanya kelemahan bank sampah terletak pada akuntabilitasnya yang kurang dipahami.

Berikutnya, jangan coba-coba mengelola bank sampah antara demand dan suplai tidak memenuhi karena hal itu pasti tidak akan berhasil.

"Apabila jumlah sampah belum memenuhi kebutuhan, maka bisa kerjasama dengan desa atau kelurahan lain. Jadi tidak perlu desa lain membuat bank sampah sendiri," paparnya.

Baginya, bank sampah lebih baik kecil tapi profesional. Dengan demikian bank sampah dapat berhasil. 

"Utamanya Bank sampah dalam rangka untuk mengurangi biaya pengelolaan sampah di tingkat masyarakat," terangnya.

Ia mengatakan, semisal  sampah sudah bisa dikelola, nanti biaya dari lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS)  ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), masyarakat tidak perlu ditagih karena seakan-akan dibayar oleh bank sampah.

"Dengan demikian akan mengurangi pembiayaan dari pemerintah daerah yang selama ini mensubsidi," terangnya kepada Tribunmuria.com.

Inovasi Bank Sampah 

Direktur Pelaksana Yayasan Bina Karya Lestari (Bintari) Foundation, Amalia Wulansari mengatakan, program bank sampah sudah dilakukan Bintari sejak tahun 2018.

Sebelum pandemi, total ada 54 bank sampah binaan yang kini jumlahnya terus bertumbuh.

"Sekarang terus bertambah, total ada 65," paparnya.

Selama melakukan pembinaan pihaknya memberikan pelatihan kepada pengurus bank sampah mulai dari pelatihan dasar, kiat mengelola bank sampah, hingga berinovasi untuk mengembangkan menjadi unit bisnis. 

Maka, bank sampah tidak sekadar sektor sampah tetapi juga berkembang ke sektor bisnis lain. 

Misalnya menjadi agen pembayaran pajak, token listrik, bekerja sama dengan Pegadaian untuk program sampah menjadi emas.

"Ya itu sudah jalan, misal  di Polaman dengan buka  koperasi. Tukar sampah jadi emas ada di Tinjomoyo, intinya kami menghubungkan dengan pihak-pihak yang bisa bekerjasama dengan bank sampah seperti pegadaian tadi," bebernya.

Menurutnya, gerakan tersebut paling tidak menjadi solusi terhadap persoalan sampah di masyarakat kota Semarang apalagi kondisi TPA Jatibarang yang kian over load.

"Nah, dengan bank sampah harapannya sampah bisa dikelola tingkat RT, RW, ataupun kelurahan," ujarnya.

Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang Bambang Suranggono, mengaku, khawatir dengan kondisi TPA Jatibarang yang kini sudah dibuka zona empat atau zona terakhir.

Zona tersebut sudah dibuka tapi dikhawatirkan tidak sampai menampung sampai pada tahun 2025. 

Luasan TPA tersebut kurang lebih  46 hektare, dengan sisa ruang kosong yang tersisa kian berkurang. Apalagi setiap hari TPA Jatibarang dikirim 800 ton sampai 900 ton sampah perhari. 

"Makanya kami berharap ada aksi dan gerakan, terutama pemrosesan sampah di hulu (bank sampah)," tandasnya. (idy)