TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Sampah jadi problematika perkotaan yang seolah tak kunjung teratasi.
Dinamika sampah juga jadi momok bagi perkotaan.
Over load Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampai produksi sampah dari masyarakat dan industri di perkotaan layaknya benang kusut yang belum ada solusi.
Kondisi itu ditemukan hampir di semua kota dan kabupaten di Indonesia, tak terkecuali di Ibu Kota Jateng yaitu Kota Semarang.
Baca juga: Antisipasi Banjir, Petugas Bendung Wilalung Kerja 24 Jam Bersihkan Sumbatan Sampah
Kondisi persampahan di Kota Semarang pun memprihatinkan, pasalnya dengan kapasitas mencapai 60.000 ton TPA Jatibarang diprediksi tak bisa menampung sampah lebih lama lagi.
Data dari DLH Kota Semarang, TPA Jatibarang Kota Semarang memiliki luasan 40 hektar dan dijejali sampah 1.000 ton perhari.
Mirisnya kondisi tersebut ditanggapi secara kritis oleh Guru Besar Teknik Lingkungan Undip, Prof. Dr. Ir Syafrudin saat menjadi pemateri dalam diskusi media bertemakan manusia berdaya, berdayakan sampah di Kantor Kelurahan Polaman, Mijen Kota Semarang, Kamis (10/11/2022).
Menurutnya, sistem pengelolaan sampah di Kota Semarang harus dirubah, di mana pemerintah menyediakan layanan dan masyarakat membayar retribusi.
Sistem tersebut seperti halnya layanan air bersih yang dijalankan oleh PDAM Tirta Moedal atau BUMD ke masyarakat Kota Semarang.
Lewat pengaplikasian sistem layanan tersebut pengoptimalan pengelolaan sampah perkotaan bisa dilakukan.
"Dana yang terkumpul bisa untuk memaksimalkan operasional distribusi dan pengolahan sampah di TPA, misalnya konversi sampah menjadi gas metan yang dibiayai dari masyarakat," jelasnya.
Tak hanya itu, ia menyebutkan pengelolaan sampah di Kota Semarang salah kaprah lantaran dinas yang ditunjuk bukanlah dinas teknis.
Hal itu mengerdilkan dinas yang seharusnya berkompeten dalam hal pengawasan sampah perkotaan.
Prof Syafrudin menyebutkan DLH Kota Semarang tak seharusnya mengelola sampah namun menjadi pengawas.
"Lebih baik DPU yang mengelolanya sampah, karena DPU jelas dinas teknis. Saya justru mendukung kalau ada dinas kebersihan yang dijadikan BUMD untuk mengurusi masalah sampah di Kota Semarang," terangnya.
Tak hanya itu, Prof Syafrudin menerangkan potensi sampah menjadi sumber daya harus dimaksimalkan oleh pemerintah.
Jika hal itu dilakukan akan mengurangi penumpukan sampah di TPA yang kini mencapai 7 meter lebih, serta menjadi pemantik perekonomian masyarakat.
Meski demikian, diterangkannya diperlukan kesadaran lebih dari masyarakat dan edukasi terkait potensi sampah jadi sumber daya dan energi.
Ia pun membeberkan potensi perekonomian dari pengolahan sampah secara detail.
Berdasarkan survei yang dilakukan Prof Syafrudin pada 2019, nilai ekonomi sampah plastik berdasarkan harga lapak kecil di Kota Semarang di angka Rp 146 juta lebih setiap harinya.
Baca juga: Imbau Warga Tidak Buang Sampah di Sungai, Pemkab Kudus Siapkan Denda Rp 50 Juta Bagi Pelanggar
"Itu baru sampah plastik, belum sampah logam dan jenis lainnya. Jadi jika diolah dan pilah lalu dijual sampah bisa jadi pembatik perekonomian masyarakat," ucap dia.
"Bahkan saya sempat melakukan survei kecil terhadap pendapatan pemulung di Kota Semarang, mereka bisa mendapatkan Rp 150 hingga Rp 300 ribu perhari dari sampah yang mereka pilah dan dijual, jika ditotal selama satu bulan hasil tersebut melebihi gaji ASN Golongan 4E," paparnya.
Sejalan dengan Guru Besar Teknik Lingkungan Undip, Amalia Wulansari Direktur Pelaksana Yayasan Bina Karya Lestari (Bintari) Foundation, menjelaskan pengelolaan sampah secara keberlanjutan jadi kunci pengurangan sampah di Kota Semarang.
Sebagai yayasan yang bergerak di bidang perlindungan lingkungan dan pembangunan, Bintari Foundation telah bekerjasama dengan Pemkot Semarang dalam hal pendamping bank sampah sejak 2018 silam.
Hingga kini 65 bank sampahdi Kota Semarang yang sudah didampingi dalam hal pengelolaan sampah secara keberlanjutan.
"Dalam hal Pengelola sampah kami ajak masyarakat untuk membentuk unit bisnis, jadi tidak hanya sekedar menyetorkan sampah saya ke bank sampah," terangnya saat ditemui Tribunmuria.com di Bank Sampah Polaman Resik Sejahtera Kota Semarang.
Ia memberikan contoh unit bisnis yang telah diinisiasi oleh Bintari Foundation di beberapa bank sampah yang ada di Kota Semarang.
Selain agen pembayaran pajak dan listrik, kerjasama dengan Pegadaian melalui program dari sampah jadi emas serta koperasi yang bisa menukarkan sampah untuk mendapatkan bahan pokok.
Bukan hanya itu, program Rosok Keliling (Roling) juga digagas oleh Bintari Foundation. Program tersebut memberdayakan pemulung agar bisa terhubung dengan bank sampah melalui aplikasi mobile.
Baca juga: Cegah Banjir, Warga Desa Raci Bersihkan Sampah di Kolong Jembatan Jalan Pantura
Nantinya unit bank sampah bisa menjual berbagai jenis sampah yang sudah dipilah ke Roling hanya melalui smartphone.
"Ya seperti aplikasi ojek online, Roling akan keliling dan saat bank sampah hendak menjual tabungan sampah tinggal klik di aplikasi, nanti Roling yang berada di lokasi terdekat akan datang," katanya.
Ia menerangkan baru 54 orang Roling yang keliling di Kota Semarang yang telah dibina oleh Bintari Foundation.
Dari total Roling yang ada, ia menuturkan akan melakukan ujicoba hingga tahun depan, setelah itu akan dilaksanakan peluncuran program tersebut.
Puluhan Roling yang ada juga difasilitasi SIM hingga pengetahuan mengenai safety riding sebagai bekal mereka bekerja.
"Menurut kami adanya Roling akan sangat membantu dalam hal penjualan sampah yang telah dipilah. Harapan kami pengelolaan sampah secara berkelanjutan bisa mengurangi penumpukan sampah hingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelasnya.
Terpisah Plt Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu, mengakui permasalahan sampah menjadi permasalahan perkotaan yang harus ditangani secara serius.
Apalagi dengan kapasitas TPA yang sudah tak mampu lagi menampung sampah dari seluruh wilayah di Kota Semarang.
Mbak Ita sapaan akrabnya menjelaskan gerakan masif dalam hal pengelolaan sampah sangat perlu dilakukan.
"Misalnya menukar sampah dengan sayuran, selain itu Inovasi untuk merubah sampah menjadi barang bernilai ekonomi juga harus digerakkan," terangnya.
Guna mendukung program pengelolaan sampah, Mbak Ita menginstruksikan agar semua OPD memberi wadah dan mendukung kegiatan pengurangan sampah.
Baca juga: Pemdes Mijen Pusing, Sungai Setren di Kudus Jadi Lautan Sampah saat Musim Hujan, Surati BBWS
Car free day, perhotelan hingga kantor dinas diminta Mbak Ita menyediakan tempat khusus untuk memajang barang recycle dari olahan barang limbah.
Tujuannya agar masyarakat mengerti bahwa olahan barang tak terpakai bisa menjadi karya yang bernilai hingga edukasi mengenai penumpukan sampah.
"Permasalahan sampah tak bisa diselesaikan oleh satu instansi saja, harus ada gerakan bersama dan kesadaran. Kami berterimakasih banyak pihak peduli terkait sampah," ujarnya.
"Tentunya kami juga mendukung penuh langkah penanganan sampah tersebut. Bahkan kami melakukan percepatan pembangunan pengelolaan sampah menjadi energi listrik di TPA Jatibarang," tambahnya. (*)