TRIBUNMURIA.COM, JEPARA - Dalam sejarahnya, Pulau Nyamuk di Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, dihuni oleh beragam suku dari penjuru Nusantara.
Kehidupan masyarakat di pulau yang dihuni sekitar 600 orang ini, cukup harmonis meski berasal dari multi-etnis.
Warga Pulau Nyamuk, Karimunjawa, Jepara, berasal dari keturunan para pelaut tangguh di Nusantara.
Baca juga: Pentas Wayang Kulit Bersejarah di Pulau Nyamuk Karimunjawa, Kades: Seumur Hidup Ini Pertama Kali
Baca juga: Setelah Hampir Setengah Abad, Warga Parang Karimunjawa Akhirnya Bisa Nonton Pentas Wayang Kulit
Baca juga: Tidak Lengkapi Dokumen Perizinan, Proyek Start Up Island Karimunjawa Dihentikan Sementara
Baca juga: Pemkab Jepara Hentikan Proyek Pembangunan Start Island Karimunjawa, Gus Haiz Apresiasi, tapi . . .
Mereka singgah, dan kemudian lambat laun menetap dan beranak pinak di pulau terpencil di wilayah Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara ini.
Demikian penuturan Petinggi (Kepala Desa utawa Kades, red) Pulau Nyamuk, Muaziz.
Ia mengatakan, penduduk di desa yang dipimpinnya berasal dari suku Madura, Bugis, Buton, dan Jawa.
Sebagian mereka yang berasal dari luar Pulau Jawa itu adalah pelaut-pelaut yang singgah di Pulau Nyamuk.
Ada juga warga dari Kecamatan Tahunan, Kedung dan sekitarnya yang merantau jadi nelayan dan petani di Desa/Pulau Nyamuk.
Kini, kata Muaziz, warga Nyamuk sudah hidup turun temurun dan tidak jarang ada warga yang keturunan silang suku.
"Sekarang sudah turun temurun dan terjadi perkawinan silang suku, multi-etnis," ujarnya.
Misalnya, terang Muaziz, garis dari ayah berasal dari Suku Buton dan ibu berasal dari Suku Madura.
"Hal semacam itu itu lumrah terjadi di Nyamuk," ucapnya.
Sejarah penamaan Pulau Nyamuk
Sementara terkait asal muasal dinamakan Nyamuk, Muaziz menyebut hingga saat ini ada dua versi yang diketahui masyarakat.
Versi pertama menyebut penamaan itu berasal dari hewan nyamuk berukuran kecil yang jika dilihat dari jauh tidak kelihatan.
Versi kedua, nyamuk itu kependekan dari nyantri mukti.
"Kurang lebih artinya seorang santri yang taat," kata Muaziz, kepada Tribun Muria, Jumat (13/5/2022).
Alumnus Unnes 2013 itu menambahkan, versi kedua bisa dilihat bukti-buktinya.
Misalnya keberadaan makam Syekh Abdullah atau warga setempat menyebutnya Mbah Sumur Wali.
"Jika orang ketiban beruntung mendatangi sumur itu, akan menemui air di sumur yang banyak," bebernya.
Kini di Desa Nyamuk dihuni 206 Keluarga dengan jumlah penduduk 660-an jiwa.
Di desa itu terdapat dua rukun tetangga dan dua rukun warga.
Untuk fasilitas pendidikan, hanya ada jenjang Sekolah Negeri 3 Parang.
Dulu sebelum 2011, Desa Nyamuk masih menjadi bagian Desa Parang yang berada di Pulau Parang, tidak jauh dari Pulau Nyamuk.
"Sejak 2011, ada pemekeran desa, sehingga Pulau Nyamuk menjadi desa tersendiri, tak lagi menjadi bagian dari Desa Parang yang ada di Pulau Parang," paparnya.
Kali pertama ada pertunjukan wayang kulit
Adalah hal langka bagi warga Pulau Nyamuk, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, bisa menikmati pentas kesenian tradisional secara langsung.
Warga setempat tentu berpikir berpuluh kali, bila ingin mendatangkan atau mementaskan kesenian tradisional secara langsung di desa mereka.
Pun demikian dengan pentas kesenian tradisional wayang kulit. Dapat menikmati pentas wayang kulit secara langsung di Pulau Nyamuk adalah kemewahan.
Perjalanan dari Jepara menuju Pulau Nyamuk tidak sebentar.
Orang yang mau menuju ke pulau terpencil itu mesti dua kali menaiki kapal.
Pertama rute Jepara ke Karimunjawa. Kemudian dari Karimunjawa pindah kapal untuk melanjutkan ke Pulau Nyamuk.
Bukan hal yang aneh jika pulau yang dihuni 660 jiwa itu amat antusias menyambut pertunjukkan wayang di kampung halamannya pada Jumat (13/5/2022), di depan kantor balai desa setempat.
Itu untuk pertama kalinya pertunjukkan wayang di Desa Nyamuk, Pulau Nyamuk.
"Selama saya tinggal di sini seingat saya memang belum pernah ada wayang."
"Generasi lebih tua dari saya juga belum pernah nonton wayang di sini," kata Muaziz, Kepala Desa Nyamuk, kepada Tribun Muria, jelang pertunjukkan wayang.
Pria 31 tahun itu menceritakan, beberapa warga memang pernah menonton wayang, tapi harus ke Karimunjawa atau ke Jepara.
Menurutnya, selama ini warga yang menyukai wayang hanya bisa menyimak melalui siaran radio.
Selain itu, mereka belum pernah menonton langsung wayang di Pulau Nyamuk.
Penantian lama membuahkan hasil. Sekira pukul 21.00, Dalang Ki Hadi Purwanto memulai pertunjukkan.
Dalang asal Desa Bandengan, Kecamatan Jepara itu memainkan lakon Semar Bangun Jiwo.
Di awal-awal pertunjukkan, ia melempar guyonan ke penonton.
"Iki wedang kopi kok rak ono (Ini wedang kopi kok tidak),"
"Yo rak maido, petinggine wae nembe iki delok semar (ya tidak usah mengeluh, kepala desanya saja baru pertama kali lihat Semar)," celetuk si dalang.
Guyonan itu langsung disambut ratusan penonton dengan tawa.
Beberapa warga yang tidak kebagian kursi, rela menggelar karpet sendiri.
Bupati Jepara Dian Kristiandi saat membuka acara menyampaikan ada dua tempat di Karimunjawa yang tidak mudah menikmati wayang secara langsung.
Pertama di Pulau Parang yang baru dua kali ada pentas wayang.
Kedua, di Pulau Nyamuk yang baru pertama kali warganya menonton wayang di kampung sendiri. (*)