Berita Jepara

Trinil, Nama Masa Kecil Kartini Pemberian Sang Ayah, Begini Sejarah di Baliknya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Raden Ajeng (RA) Kartini.

TRIBUNMURIA.COM, JEPARA - Sebelum meminta "Panggil aku Kartini saja," sebagaimana suratnya yang ia tulis kepada sahabatnya Stella Zeehander, pada 25 Mei 1899, Raden Ajeng Kartini (21 April 1879-17 September 1904) sudah memiliki nama panggilan khusus saat masih bayi. 

Nama panggilan itu berbeda dengan nama aslinya.

Sang ayah Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan ibunya Ngasirah kerap memanggil Kartini kecil dengan panggilan "Nil" atau "Trinil". 

Pengunaan nama panggilan ini merujuk pada tingkah Kartini yang tidak bisa anteng saat masih tinggal di Mayong.

Saat itu ayah Kartini masih menjabat asisten wedana Mayong.

Tashadi dalam bukunya "RA Kartini" (1985) mengungkapkan panggilan ini digunakan saat Kartini berusia delapan bulan.

Ada peristiwa di balik penggunaan nama panggilan Trinil.

Saat itu Kartini hendak diambil gambarnya oleh juru potret.

Tetapi karena kebanyakan gerak, Kartini kecil terpaksa dipangku sang ayah.

Meski sudah dipangku, Kartini kecil masih sering polah.

"Oleh karena itu ayahnya memberi nama "paraban" (panggilan) "Nil". Nama panggilan "Nil" ini lengkapnya "Trinil", tulis Tashadi.

Menurutnya, panggilan "Trinil" untuk Kartini memang tepat.

Karena nama Trinil ini diambil dari nama burung lincah dan cekatan.

Serupa dengan tingkah laku Kartini.

Tidak hanya oleh bapak dan ibunya, keluarga dan orang-orang terdekatnya juga menggunakan nama panggilan itu.

Termasuk juga pengasuhnya sedari bayi hingga remaja, yakni Mbok Lawijah.

Silsilah Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879, dari rahim Ngasirah, selir atau garwa ampil dari Raden Mas Ario Sosroningrat.

Sosroningrat tidak lain adalah anak dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, Bupati Demak.

Menurut Tashadi dalam bukunya ”RA Kartini” yang terbit 1985, pasangan Ngasirah dan Sosroningrat memiliki delapan anak. 

Pertama, Raden Mas Sosroningrat (lahir 15 Juni 1873). Kedua, Pangeran Ario Sosrobusono (lahir 11 Mei 1974).

Ketiga, Raden Mas Sosrokartono (lahir 10 April 1977). Keempat, Raden Ajeng Kartini (lahir 21 April 1879). 

Kelima, Raden Ajeng Kardinah Reksonegoro (lahir 1 Maret 1881). Keenam, Raden Mas Soromuljono (lahir 26 Desember 1885).

Ketujuh, Raden Ajeng Sumantri Sosro Hadikusumo (lahir 11 Maret 1888). Kedelapan Raden Mas Sosrorawito (lahir 15 Oktober 1892). 

Kartini adalah anak keempat.

Sementara bersama istri utamanya atau garwa padmi Raden Ayu Moerjam, Sosroningrat memiliki tiga anak, yakni Raden Ajeng  Sulastri Tjokro Hadisoro (lahir 9 Januari 18770), Raden Ayu Roekmini Santoso (lahir 4 Juli 1880), dan Kartinah Dirdjo Prawiro (lahir 3 Agustus 1883).

Dari dua istri itu, Sosroningrat memiliki sebelas anak.

Tashadi juga menyampaikan, saat Kartini lahir, ayahnya menjabat sebagai asisten wedana di Mayong, Kabupaten Jepara. 

Kartini tinggal di Mayong hingga usia dua tahun. Setelah itu ia bersama keluarga berpindah ke pusat pemerintahan Kabupaten Jepara.

”Pada tahun 1881 Raden Mas Ario Adipati Sosroningrat diangkat menjadi Bupati di Jepara."

"Seluruh keluarganya juga ikut pindah ke jepara dan tinggal di rumah Kabupaten Jepara."

"Pengasuh RA Kartini yakni Mbok Lawijah alias Mbok Donohardjo juga ikut dibawa ke Jepara,” tulis Tashadi dalam bukunya ”RA Kartini”.

Menginjak usia 24 tahun, Kartini menikah dengan Bupati Rembang Raden Mas Adipati Ario Djojohadiningrat pada 8 November 1903.

Ia kemudian mengikuti suaminya dan tinggal di Kabupaten Rembang.

Selang hampir satu tahun usia pernikahannya, pada  13 September 1904, Kartini melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Raden Mas Soesalit Djojohadiningrat.

Empat hari kemudian susai melahirkan, 17 September 1904, Kartini wafat.

Terkait putera tunggal Kartini, ia kemudian berkarier di militer.

Ia menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia dan pensiun dengan pangkat terakhir mayor jenderal. (yun)