Binis dan Keuangan
Bunga Fintech Lending Kelewat Tinggi, Tarik Minat Lender Luar Negeri, Potensi Jadi Money Luandry
Bunga Fintech Lending di Indonesia Kelewat Tinggi seperti Rentenir, Jadi Daya Tarik Lender Luar Negeri, tapi Berpotensi Jadi Money Luandry.
TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Bunga fintech lending di Indonesia tergolong teramat tinggi, bila dibandingkan dengan bunga bank konvensional.
Hal ini, menjadi daya tarik pemberi pinjaman (lender) dari luar negeri untuk menggelontorkan dana ke industri fintech peer to peer (P2P) lending di Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data, entitas lender dari luar negeri naik drastis per Mei 2024.
Berdasarkan data statistik OJK, jumlah pemberi pinjaman (lender) fintech peer to peer (P2P) lending dari luar negeri berdasarkan entitas perorangan naik drastis per Mei 2024 sebanyak 651, dengan nilai outstanding Rp1,88 triliun.
Adapun per Mei 2023, sebanyak 196, dengan nilai outstanding Rp683 miliar.
Per April 2024, ada 167 entitas, dengan nilai outstanding pinjaman Rp1,63 triliun.
Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan salah satu penyebab fintech lending Indonesia banyak diminati lender luar negeri adalah karena pangsa pasar yang masih besar.
"Selain itu, ada faktor bunga yang dikenakan ke borrower tinggi sehingga imbal hasil yang didapatkan juga menjanjikan," ujarnya dikutip dari Kontan, Minggu (4/8/2024).
Meskipun demikian, Heru menilai bunga yang dikenakan fintech lending semestinya tidak besar, bila dibandingkan bunga perbankan konvensional.
Menurutnya, bunga yang dikenakan fintech lending Indonesia begitu tinggi dibandingkan fintech lending di luar negeri.
"Sebut saja, di Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab, bunga di sana tergantung kesepakatan antara lender dan borrower, bahkan semacam dilelang."
"Borrower bisa memilih meminjam dari lender berdasar tenor, bunga, dan syarat peminjaman," tuturnya.
Heru menerangkan bunga yang dikenakan rata-rata fintech lending di luar negeri itu bergerak antara 6 persen hingga 36 persen dalam setahun atau sama dengan bunga meminjam di bank.
Namun, dia bilang, bunga fintech lending Indonesia sangat tinggi atau bisa mencapai 108 persen setahun.
"Tentu sudah tergolong rentenir. Selain itu, makin tinggi bunga, maka gagal bayar akan makin tinggi juga," ucapnya.
Atas dasar hal itu, Heru menyebut bisa saja lender luar negeri, termasuk perorangan, meminjam di negaranya sendiri, kemudian uang mereka dipinjamkan lagi ke peminjam di Indonesia lewat fintech lending.
Menurutnya, hal itu saja sudah untung bagi para lender luar negeri.
Heru juga menyampaikan fintech lending harus tetap waspada dengan maraknya pendanaan dari lender luar negeri.
Sebab, bukan tak mungkin uang tersebut bisa saja terindikasi money laundry.
"Jadi, fintech P2P lending harus waspada apabila dapat pendanaan besar dari luar negeri. Sebab, bisa saja itu money laundry," kata Heru. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pengamat Ungkap Pemicu "Fintech Lending" Indonesia Banyak Diminati "Lender" Luar Negeri
Ingin Sukses Berwirausaha? Simak Tips Sukses Bisnis untuk Anak Muda Berikut Ini |
![]() |
---|
Pegadaian Kanwil Semarang kembali Gelar Jumat Berkah, Bagikan Makanan Siap Saji ke Masyarakat |
![]() |
---|
Update Harga Emas Antam di Semarang, Hari Ini Rp1.455.000 Per Gram, Berikut Daftar Lengkapnya |
![]() |
---|
Update Harga Pertamax, Naik Per Tanggal 10 Agustus 2024 Jadi Rp13.700 Per Liter, Simak Selengkapnya |
![]() |
---|
245 Jurnalis Ikuti Media Gathering Telkomsel 2024, Rayakan 29 Tahun Hubungan Kolaboratif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.