Berita Pendidikan
Dikukuhkan Sebagai Guru Besar, Profesor Imam Yahya Sampaikan Orasi Ilmiah Tentang Fiqh Digital
Prof. Dr. Imam Yahya Mentari, M.Ag dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Fiqh dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Penulis: Amanda Rizqyana | Editor: Muhammad Olies
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Prof. Dr. Imam Yahya Mentari, M.Ag dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Fiqh dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.
Pengukuhan dilaksanakan di Gedung Prof. Teungku Ismail Yaqub Auditorium 2 Kampus 3 UIN Walisongo Semarang pada Senin (13/3/2023).
Acara ini dipimpin oleh Rektor UIN Walisongo Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag., dan dihadiri oleh keluarga, dan kolega.
Hadir pula guru besar dari sejumlah universitas serta tokoh agama seperti K.H. Ali Mukhlis, K.H. Ahmad Daroji, K.H. Ubaidillah Shodaqoh PWNU Jawa Tengah, Badan Amil Zakat Nasional (Baznaz) Indonesia, Ketua Kalam UIN Walisongo Lukman Hakim, dan sejumlah masyayikh dan kiai.
Rektor UIN Walisongo Prof. Dr.Imam Taufiq,M.Ag menyampaikan, bahwa Prof. Imam Yahya merupakan sosok penuh cinta kasih, membahana rasa senyum, dan memiliki sikap menyenangkan.
Ia menyebutkan jika Prof Imam Yahya memiliki kontribusi luar biasa di UIN Walisongo. Kontribusi itu saat menjabat Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Walisongo Semarang tahun 2010-2013, Dekan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Walisongo Semarang Tahun 2014-2015.
Lalu sebagai Dekan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang 2015-2019 dan Direktur Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN Walisongo sampai sekarang.
Prof. Imam Taufiq menegaskan bahwa pihaknya meneguhkan bibit keunggulan, cendekiawan yang ulung dan memberikan gagasan yang jernih.
Ketika teknologi semakin berkembang dan aktivitas banyak dilakukan secara dalam jaringan (daring)semua online dan digital termasuk dalam putusan agama seperti salat daring, akad nikah daring, dan haji metaverse.
"Beliau memberikan gambaran, religion online itu dilakukan karena bagian dari respon kita di dunia digital. UIN Walisongo ingin memberikan Khidmah yg terbaik ditengah dies natalis,“ ujar Prof Imam Taufiq.
Baca juga: Calon Mahasiswa Wajib Tahu! Ini Tahapan Jalur Seleksi Prestasi Akademik di UIN Walisongo Semarang
Baca juga: Mengukuhkan 11 Guru Besar, Rektor Undip : Wajib Menemukan Inovasi Yang Mengikuti Zaman
Sementara itu, dalam orasi ilmiahnya Prof. Imam Yahya menyampaikan 'Fiqh Digital: Implementasi Digitalisasi Agama dalam Fiqh Kontemporer'. Ia membahas tentang digitalisasi agama yang bukan hanya fenomena transformasi sosial budaya tapi juga sebagai tantangan transformasi bidang keagamaan.
Menurutnya, digitalisasi agama juga dapat memberikan banyak manfaat, seperti memudahkan akses informasi keagamaan dan memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara umat Islam dari berbagai negara dan budaya.
Selain itu, digitalisasi agama juga membantu mempercepat penyebaran dakwah dan pengajaran agama.
"Komunikasi antar masyarakat yang semula bersifat komunal, sekarang ini berubah menjadi pola komunikasi online, dimana antar individu bisa menjalin komunikasi intensif tanpa melakukan pertemuan langsung”, ungkapnya.
Prof. Imam Yahya menjabarkan, digitalisasi menimbulkan konflik karena hoaks, namun Transformasi di bidang keagamaan menjadikan aktivitas keagamaan lebih efisien dan efektif.
Berbagai kajian keagamaan dan ritual keagamaan sekarang ini marak berlangsung secara online di tengah masyarakat muslim.
Kajian agama virtual, doa bersama virtual, tahlil virtual, bahkan sholat jumat virtual menjadi alternatif dalam melakukan berbagai kegiatan keagamaan selama masa pandemik ini.
Munculnya banyak tokoh-tokoh ulama, kiai, atau ustaz virtual, menambah marak kegiatan keagamaan di ranah virtual.
"Namun di tengah maraknya penggunaan digitalisasi agama, ada penolakan dari kaum muslim terhadap digitalisasi agama yang disinyalir akan merubah eksistensi agama dan tokoh-tokoh agama”, imbuhnya.
Prof. Imam Yahya juga menjabarkan peran para ulama dan cendekiawan muslim yang memahami teknologi digital dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama Islam dapat membantu umat Islam dalam memahami penggunaan digitalisasi agama secara benar dan sesuai dengan ajaran Islam.
Digitalisasi Agama, Shalat Jumat Virtual, Badal Haji Orang yang Udzur dan Haji Metaverse
Digitalisasi telah mengubah transfigurasi teknologi media dan komunikasi. Digitalisasi dakwah, menjadikan akses pengetahuan keagamaan dengan mudah didapatkan dan dilakukan dengan media sosial.
Aplikasi Al Qur'an yang memudahkan pengaksesan kitab suci, namun hal ini berdampak pada kesakralan kitab suci yang telah bercampur dengan hal-hal profan, di mana, terdapat pesan percakapan di dalam smartphone yang cenderung vulgar.
Di sisi lain, device seperti smartphone telah menghadirkan kultur baru bagi prilaku beragama yang tidak lagi privasi antara tuhan dengan manusia.
Semua hal di era digital yang mulanya bersifat privat berubah menjadi tabu ketika didisplay ke public, dalam artian semua orang dapat mengakses dan menikmati dinamika kehidupan individu.
Kontroversi terhadap digitalisasi agama akan membawa tiga ancaman yang serius terhadap eksistensi agama.
Pertama, agama akan kehilangan otentisitasnya manakala sumber sumber ajaran Islam dimediakan dalam bentuk digital.
Kedua, ulama atau Kiai klasik yang mengajarkan agama secara manual, akan tertinggal oleh ingar bingar ustaz milenial, karena kaum muslim lebih mengenal tokoh agama yang berbasis media digital.
Ketiga, melalui digitalisasi agama, nilai-nilai sakralitas agama akan tergantikan dengan realitas media.Tokoh-tokoh agama seperti ustadz, kyai dan ulama dalam menerima digitalisasi agama sebagai sebuah solusi problem keagamaan di era pandemi sekarang ini.
Penolakan yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat terjadi akibat digitalisasi agama khususnya pada digitalisasi aspek ibadah mahdoh, seperti sholat jumat virtual yang dijadikan solusi menghadapi era pandemi.
Beberapa lembaga keagamaan arus utama yang mewakili umat Islam Indonesia, salat Jumat virtual tidak diperbolehkan secara syar'i
Di samping itu, digitalisasi agama juga akan berimplikasi terhadap eksistensi ritual keagamaan, seperti gagasan haji metaverse sebagai ganti ibadah haji.
Dengan demikian, digitalisasi agama justru akan membuat resistensi sosial di tengah umat Islam terhadap perkembangan digitalisasi agama. (arh)
Profesor Satomi Ogata dari Jepang Beri Kuliah Umum soal Industri Halal di FEB Undip |
![]() |
---|
Ferdinand Ungkap Kebijakan Kampus SCU: Mahasiswa Prioritas, Rektor Terakhir |
![]() |
---|
STEBI Bina Essa Bandung Perguruan Tinggi Pertama di Indonesia Terima Pembayaran UKT Gunakan Kripto |
![]() |
---|
Unida Kembangkan Penelitian Skema Wakaf Blended Finance untuk Dukung Pembiayaan SDGs di Indonesia |
![]() |
---|
Sejarah Singkat PSHT, Arti Lambang Beserta Maknanya yang Penuh Filosofi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.