Berita Kudus
Anak-anak di Kudus Sumbang 10 Persen Kasus HIV-AIDS, Tertular Dari Ibu dan Perilaku Homoseksual
Sekitar 10 persen dari 638 kasus HIV AIDS dari tahun 2017 hingga 2022 di Kabupaten Kudus disumbang oleh penderita dari kalangan anak-anak.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Muhammad Olies
TRIBUNMURIA.COM, KUDUS – Sekitar 10 persen dari 638 kasus HIV AIDS dari tahun 2017 hingga 2022 di Kabupaten Kudus disumbang oleh penderita dari kalangan anak-anak.
Manajer Kasus HIV Kabupaten Kudus, Eny Mardiyanti menyampaikan, jumlah 10 persen bukanlah angka yang kecil. Yakni sekitar 57 kasus HIV-AIDS menyasar anak-anak.
"Angka 10 persen itu bukan angka yang kecil. Ini menjadi perhatian agar ada kebijakan pemberian pemahaman kepada remaja terkait pencegahan penularan sebagai prioritas," kata Eny Mardiyanti, Kamis (29/12/2022).
Baca juga: Mixue, Es Krim yang Viral di Medsos Ternyata Sudah Ada di Jepara, Ini Biaya untuk Buka Franchise
Baca juga: Ini Langkah Persebaya Songsong Putaran Dua, Siap Lego Julian Mancini untuk Dapat Pemain Baru
Baca juga: Ari Wachid Pimpin Deklarasi Prabowo Presiden 2024 di Kudus
Dari data yang dipaparkan Eny Mardiyanti, usia kurang dari satu tahun terdapat empat anak yang terpapar HIV-AIDS.
Kemudian di usia 1-4 tahun ada sembilan anak dengan kasus terpapar HIV-AIDS.
"Untuk usia 5-14 tahun ada 21 anak. Selanjutnya di usia 15 sampai 19 tahun ada 23 anak yang terpapar HIV-AIDS," sambung Eny Mardiyanti.
Menurutnya, HIV-AIDS yang dialami oleh anak-anak tersebut tertular dari ibu.
Bahkan juga ada yang diakibatkan dari perilaku homoseksual.
"Untuk yang tertular dari ibu biasanya berasal dari virus yang menginfeksi darah. Ada juga yang melalui air susu," imbuh Eny Mardiyanti.
Ada beragam faktor menjadi dasar banyaknya temuan kasus HIV-AIDS di Kota Kretek. Seperti hubungan seks berisiko tanpa menggunakan kondom hingga sering 'jajan'.
Tingginya jumlah kasus 638 tersebut juga disebabkan rendahnya kepahaman masyarakat terkait pencegahan penularan. Angka tersebut di dominasi usia produktif
Yakni rentang usia 17 tahun sampai 55 tahun dengan jenis kelamin laki-laki paling banyak.
”Masyarakat ketika mau memeriksakan diri masih takut karena adanya stigma,” kata Eny Mardiyanti.(Rad)