Berita Jateng
Pernah Dihukum 15 Tahun karena Aksi Teror, Atok Kini Menekuni Juru Dakwah Cegah Radikalisme
Aksi teror dipicu beragam faktor, di antaranya karena pemikiran yang salah terhadap tafsir keagamaan.
Penulis: Khoirul Muzaki | Editor: Moch Anhar
TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO - Aksi teror dipicu beragam faktor, di antaranya karena pemikiran yang salah terhadap tafsir keagamaan.
Orang yang terpapar radikalisme bisa bertindak di luar nurani kemanusiaan untuk mencapai tujuannya, misal dengan berbuat kekerasan atau membunuh orang yang tak sepaham.
Karena itu, deradikalisasi diperlukan untuk menetralkan pikiran mereka yang terpapar radikalisme.
Peran ini yang coba dilakukan Yayasan De Bintal yang didirikan Densus 88.
Baca juga: Prof Sajidan, Rektor Terpilih UNS Solo, Ungguli Dua Calon Lain dalam Voting
Dakwah yayasan itu menyasar masyarakat, khususnya narapidana kasus terorisme agar tercerahkan.
Tidak tanggung-tanggung, tim dakwah De Bintal berani blusukan ke lapas-lapas yang dihuni para napiter.
Eks napiter, Roki Apris Dianto alias Atok yang kini anggota tim dakwah dari Yayasan De Bintal menyampaikan, saat ini tim dakwah memiliki program-program yaitu melakukan deradikalisasi dan kontra radikalisasi ke lapas-lapas seluruh Indonesia.
Dia mengaku, sekarang ini aktif mendatangi Lembaga Permasyarakatan (LP) Klaten. Di LP tersebut, terdapat tiga eks napiter dan napi dari Khilafatul Muslimin.
Atok mengatakan, pendekatan dakwah yang dilakukan pihaknya beragam, mulai ceramah hingga pembinaan pada sisi ekonomi.
“Yang kita lakukan ceramah-ceramah, pembinaan kita meliputi berbagai segi, ada dari sisi ekonomi,” ucap pria yang baru keluar tahanan satu tahun lalu tersebut.
Menariknya, selain melakukan program deradikalisasi, Yayasan De Bintal juga membangun unit usaha yang saat ini berfokus pada pengelolaan telur puyuh, pemotongan ayam, dan sablon.
Atok mengaku dulu pernah bergabung dengan tim Sigit Qordowi, terduga teroris asal Sukoharjo yang tewas di tangan Densus 88.
Baca juga: Berkunjung Ke Badung, Bupati Blora Tiru Pengelolaan Sampah dan Pelayanan Publik
“Saya awalnya dari kasus Jalin, Jantho, saya megang tiket. Kemudian saya gabung di tim Sigit Qordowi yang di sini meninggal tembak-tembakan,” ungkapnya.
Atok kemudian dijatuhi hukuman 15 tahun kurungan penjara karena terlibat dalam jaringan itu.
Di tahun 2012, ia justru memutuskan kabur dari tahanan.
Sehingga hukumannya diperberat.
“Sebenarnya awalnya hukuman saya enam tahun, karena kabur dan di tengah kabur itu saya membikin bom dan ditambahi sembilan tahun,” tandasnya. (*)