Berita Jateng
Ganti Rugi Lahan Exit Tol Semarang-Jogja di Temanggung Tak Layak, Warga Ngadu ke LBH Pengayom
Harga ganti rugi pembebasan lahan exit tol Semarang-Jogja di Temanggung dinilai jauh dari kata layak, warga Pringsurat mengadu ke LBH Pengayom.
TRIBUNMURIA.COM, TEMANGGUNG – Puluhan warga Desa Kebumen, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung yang berstatus sebagai pemilik lahan tanah yang terdampak pembangunan exit tol Semarang-Yogyakarta di Temanggung beramai-ramai mengadukan nasib mereka kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pengayom, Selasa (25/10/2022).
Hal tersebut disebabkan karena mereka mengeklaim bahwa besaran biaya ganti rugi pembebasan lahan milik warga nilainya jauh dari kata layak.
Menurut seorang perwakilan warga, Komarudin (64), asal Dusun Banjarsari RT 01/RW 02, Desa Kebumen, Kecamatan Pringsurat, berkaca dari berbagai kasus serupa, seharusnya warga memperoleh keuntungan atau manfaat atas proses pembebasan lahan seperti itu.
Namun demikian, realita yang mereka alami justru bertolak belakang.
Pasalnya, harga tanah yang ditawarkan oleh pihak ketiga sebagai bentuk kompensasi dinilai sangat rendah.
Yakni berkisar hanya Rp144.000 sampai Rp170.000 per meter persegi.
Padahal, berdasar nilai taksasi yang berlaku, harga tanah milik warga di wilayah tersebut dipatok antara Rp600.000 sampai Rp700.000 per meter persegi.
Padahal di area exit toll tersebut terdapat sekitar 108 bidang tanah milik 80 an orang warga Desa Kebumen yang terdampak.
“Kami sebenarnya setuju-setuju saja dengan adanya exit toll yang masuk ke dalam wilayah desa kami," kata Komarudin, dalam keterangannya, Rabu (26/10/2022).
Di sisi lain, kata Komarudin, warga berharap kompensasi atas tanah yang dimiliki dapat meningkatkan kesejahteraan warga.
"Tetapi, tanggal 11 Oktober 2022 kemarin, tiba-tiba ada pihak petugas yang memberikan surat kepada kami terkait penetapan harga kompensasi tanah yang nilainya jauh di bawah taksasi."
"Ini yang membuat kami kurang setuju. Belum pernah ada musyawarah membahas besaran ganti rugi atau ganti untung, tiba-tiba ada besaran yang muncul secara final dan mengikat,” jelasnya.
Ia menambahkan, meski tidak ada satupun pihak yang melakukan intervensi terhadap para warga, namun terdapat beberapa pemilik lahan yang terpaksa menandatangani surat kesepakatan harga lantaran takut dengan bayang-bayang masalah hukum.
Padahal, sejatinya, mereka kurang sepakat dengan penetapan besaran kompensasi yang ditentukan.
“Lha gak takut gimana, pihak ketiga yang mengurusi pembebasan lahan warga itu bilang kalau menolak besaran penetapan kompensasi bisa mengurus di Pengadilan Negeri begitu."