Berita Pati

Nelayan di Sepanjang Pantura Jawa Ancam Mogok Melauat, Bila 5 Tuntutan Ini Tak Dikabulkan

Rembuk FNB ke-2 di Juwana, Pati: nelayan di sepanjang Pantura Jawa akan mogok melaut, bila lima tuntutannya tak dikabulkan pemerintah pusat.

TribunMuria.com/Mazka Hauzan Naufal
Para nelayan Pantura Pulau Jawa yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) menandatangani pernyataan sikap bersama dalam acara Rembuk Nelayan Pantura Ke-2 di Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Kamis 6 Oktober 2022. 

TRIBUNMURIA.COM, PATI – Ratusan nelayan dan pelaku usaha perikanan di pantai utara (Pantura) Jawa, yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB), mengancam mogok melaut.

Hal ini dilakukan bila lima tuntutan mereka tak diindahkan pemerintah.

Hal itu terungkap dalam kegiatan Rembuk Nelayan Pantura Ke-2 yang digelar FNB di Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Kamis 6 Oktober 2022.

Wakil Ketua FNB, Hadi Sutrisno, mengatakan bahwa acara rembuk nelayan ini diikuti sekira 400 nelayan dan pelaku perikanan dari Pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Untuk membahas masalah yang dialami pelaku perikanan, kami yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu dari Pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, melakukan rembuk nelayan kedua."

"Rembuk nelayan pertama dilakukan di Tegal 1 Juni 2022 lalu,” jelas dia.

Rembuk nelayan di Pati ini menghasilkan lima tuntutan yang tertulis dan akan disampaikan pada pemerintah.

Ratusan nelayan di akhir acara juga melakukan aksi penandatanganan pernyataan sikap di sebuah spanduk putih yang dibentangkan.

Hal ini menandakan bahwa mereka sepakat terhadap lima tuntutan yang ada.

Tuntutan pertama dari FNB ialah agar pemerintah meluruskan batas jalur penangkapan kewenangan daerah dan pusat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Menurut Hadi, selama ini kerap terjadi konflik antara nelayan pantura Jawa dengan nelayan tradisional lokal akibat kesalahpahaman mengenai jalur penangkapan ikan.

“Tuntutan FNB agar pemerintah pusat lebih memperhatikan para nelayan dan pelaku perikanan, terutama terkait jalur penangkapan, batas kewenangan daerah dan pusat ini merupakan tugas pemerintah pusat untuk meluruskan."

"Sehingga tidak terjadi konflik antara nelayan tradisional lokal dengan kapal besar dari Jawa,” ucap dia.

Ia berpendapat, permasalahan inilah yang jadi pemicu adanya pembakaran kapal-kapal asal Jawa di Kalimantan Selatan. 

“Kami cukup diam karena tidak mau memperpanjang hal ini. Tapi kalau ada kejadian seperti itu lagi, kami akan menuntut secara hukum."

"Di negara hukum kita tidak bisa main hakim sendiri. Kalau seandainya ada lagi kesewenang-wenangan dari nelayan lokal, kami akan tuntut secara hukum,” tegas dia.

Tuntutan selanjutnya dari FNB ialah agar pemerintah menambahkan alokasi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 untuk Alat Penangkapan Ikan Jaring Tarik Berkantong (API JTB).

“(Nelayan) Pati-Rembang dari dulu wilayah penangkapannya 713, (Selat) Makassar."

"Di Permen (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan) nomor 18 tahun 2021, kami hanya dikasih dua WPP, yaitu 711 di Natuna dan 712 di Jawa."

"Maka kami meminta dikembalikan lagi jalur penangkapan WPP 713. Karena dari dulu kami turun-temurun di wilayah itu, bisa dikatakan kearifan lokal,” tuntut Hadi.

Ia menegaskan, FNB akan melakukan berbagai upaya agar tuntutan dikabulkan.

Tuntutan tertulis akan pihaknya sampaikan pada pemerintah pusat dan pihak berwenang meliputi presiden, menteri, dan penegak hukum di laut.

“Setelah itu, pertama harus ada audiensi. Kalau tidak ada maka terpaksa kami akan demonstrasi, kawan-kawan sepakat. Lalu, kalau setelah demo masih tidak ada keberpihakan dari pemerintah, kami akan aksi mogok melaut nasional,” tegas dia.

“Kapal ikan seluruh pantura akan berhenti melaut karena kalau melaut pun kami akan rugi."

"Lebih baik mogok daripada terus rugi dan digencet peraturan sana-sini yang tidak memihak dan memberikan efek positif atau produktivitas dan kesejahteraan yang bagus pada kami,” tambah dia.

Hadi menyebut, jika aksi mogok melaut sampai benar-benar terjadi, pemerintah juga akan rugi karena ketahanan pangan terganggu.

Sebab, menurut dia, salah satu pilar ketahanan pangan nasional ialah sektor perikanan tangkap.

“Sebanyak 70 persen nelayan Indonesia ada di Pantura. Seandainya kami mogok melaut, akan terjadi kelangkaan ikan sehingga ketahanan pangan terganggu,” tandas dia.

Berikut adalah lima tuntutan yang tertuang dalam dokumen hasil Rembuk Nelayan Pantura ke-2.

FNB melayangkan tuntutan ini pada pemerintah pusat.

  • 1. Penyelesaian Jalur Penangkapan Ikan dengan Nelayan lokal. FNB meminta agar diluruskan terkait batas jalur penangkapan kewenangan Daerah dan Pusat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
  • 2. Menolak Sanksi Denda Administrasi 1.000 persen pada PP No.5 Th 2021 Karena sangat berat sekali dirasakan pelaku perikanan.
  • 3. Menambahkan alokasi WPP 713 untuk API JTB dalam Permen No. 18 Th. 2021.
  • 4. Meminta DPI WPP NRI untuk kapal di bawah 200 GT untuk alokasi WPP 712, 713, 711 atau 2 WPP berdampingan.
  • 5. Menindaklanjuti Rembuk Nelayan ke-1, terkait penegakan hukum di laut agar lebih mengutamakan tindakan preemtif, preventif, dan edukatif sebelum represif, mengingat dan menimbang nelayan saat ini yang serba susah, terbebani, dan perlu dilindungi. (mzk)

 

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved