Berita Jateng
Video Aksi Prank Artis Baim-Paula Bikin Laporan Palsu KDRT, Penyintas: Perilaku Tak Etis
Kasus video pasangan artis Baim-Paula ngeprank polisi dengan pura-pura membuat laporan palsu kasus KDRT memantik luka banyak perempuan korban KDRT.
Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
TRIBUNMURIA.COM,SEMARANG - Kasus video pasangan artis Baim Wong-Paula Verhoeven ngeprank polisi dengan pura-pura membuat laporan palsu kasus KDRT memantik luka banyak perempuan korban KDRT.
Penyintas KDRT mengungkapkan, viralnya kasus itu melukai para korban KDRT.
Menurutnya, tindakan tersebut jelas melukai banyak perempuan korban KDRT yang sedang berjuang untuk mengakses keadilan.
“Tidak etis penderitaan orang dipakai bercandaan," kata penyintas KDRT Ema Nur Setiawati, Kamis (6/10/2022).
Anggota Support Grup Sekartaji itu menjelaskan, hal itu tidak etis lantaran perjuangan para korban untuk sampai ke kantor polisi dan mencari keadilan tidaklah mudah.
Baca juga: Sastrawan Eko Tunas Kagum Pelajar SMP di Tegal Giat Menulis Puisi
Baca juga: Bak Model Profesional, Wali Kota Pekalongan dan Istri Tampil Fashion Show Berbatik di Atas Truk
"Banyak hal yang harus dipertimbangkan dan risiko yang bakal dihadapi," tuturnya.
Senada, Bagi LRC-KJHAM konten video “ngeprank” polisi untuk laporan KDRT ini jelas mencederai upaya negara untuk memperkuat aparat penegak hukum.
Terutama kepolisian dalam menjalankan perannya dalam penegakan hukum bagi perempuan korban KDRT.
Konten video laporan palsu KDRT yang dilakukan oleh artis juga bertentangan dengan
upaya pemerintah dalam pencegahan KDRT sebagaimana diatur dalam pasal 12 UU No 23 tahun
2004.
Yakni menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah
tangga.
"Kasus KDRT sangat tidak layak menjadi bahan bercandaan," jelas Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi Citra Ayu Kurniawati, kepada TribunMuria.com, Kamis (6/10/2022).
Untuk itu, LRC-KJHAM berharap agar kasus ini bisa diproses hukum.
Tujuannya supaya menjadi pembelajaran agar tidak membuat konten yang bertentangan dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Terlebih hal ini dilakukan oleh artis dengan akun sosial media yang diikuti oleh masyarakat.
"Pemerintah juga harus memperkuat upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan, termasuk KDRT yang terintegrasi dengan media komunikasi dan elektronik," jelasnya.
Di samping itu, Kasus KDRT merupakan di antara kasus kekerasan terhadap perempuan yang paling banyak mengadu ke LRC-KJHAM.
Berdasarkan data pengaduan kasus LRC-KJHAM di Tahun 2018 – September 2022 terdapat 143 kasus KDRT.
Korban mengalami kekerasan fisik seperti dipukuli, diseret, dibenturkan ke tembok, bahkan dibakar oleh suaminya.
Kekerasan psikis seperti dihina, dicaci maki dengan kata-kata kasar.
Kekerasan seksual dengan cara dipaksa berhubungan seksual atau diperlakukan kasar pada saat berhubungan seksual.
Kemudian penelantaran ekonomi seperti tidak dinafkahi selama bertahun-tahun.
Para perempuan korban KDRT tersebut berjuang melepaskan belenggu kekerasan yang dialami selama bertahun-tahun.
"Berbagai upaya dilakukan demi melindungi anak-anak, keluarga bahkan melindungi nama baik suaminya (yang telah melakukan KDRT)," ujar Citra.
Mereka juga berjuang melawan stigma yang kuat di masyarakat, seperti anggap istri yang tidak menghormati suami.
Selain itu, ada yang menganggap menceritakan aib rumah tangga dan sebagainya.
Para korban KDRT ini juga berani melawan risiko menjalani proses hukum yang sulit dan panjang.
Baca juga: Disangka Korupsi Pembangunan Kantor Desa Rp750 Juta, Sriyanto Kades Tlogowutung Blora Ditahan
Tidak jarang laporan yang tidak diterima, diminta bersabar, atau berusaha didamaikan dengan pelaku.
Kendati peristiwa itu telah terjadi berulang kali.
Jikapun bisa diproses sampai putusan, putusan tersebut dirasa sangat tidak adil bagi korban.
"Maka tidak sebanding dengan penderitaan korban yang dialami selama bertahun-tahun," paparnya. (*)