OTT KPK

Soal OTT Bupati Pemalang, Pengamat Politik Unsoed: Cara Balik Modal Politik Menuju Pemilu 2024

Periode jabatan bupati yang pendek, hanya dari 2021-2024 diduga berimplikasi pada pola tindakan korup Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: Moch Anhar
TRIBUNMURIA.COM/PERMATA PUTRA SEJATI
Dr Indaru Setyo Nurprojo SIP MA, Pengamat Politik Unsoed Purwokerto 

TRIBUNMURIA.COM, PURWOKERTO - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tanda korupsi dan ongkos politik melekat pada kepala daerah. 

Banyak yang menduga periode jabatan bupati yang pendek, hanya dari 2021-2024 yang seharusnya 2026 berimplikasi pula pada pola tindakan korup. 

Upaya gerak cepat kepala daerah agar cepat balik modal adalah dengan cara korupsi, dan suap pengadaan barang dan jasa. 

Baca juga: KPK Konfirmasi Tangkap 23 Orang dalam OTT Bupati Pemalang, Ghufron: Diduga Jual Beli Jabatan

Pengamat Politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Indaru Setyo Nurprojo, S. IP, M. A. mengemukakan, kasus OTT Bupati Pemalang dapat diakui sebagai upaya mencari balik modal politik. 

Tidak hanya dipengaruhi karena periode dari kepala daerah yang singkat. 

Ia mengatakan secara sederhananya dalam periode kepemimpinan normal (lima tahun) kepala daerah biasa menjalankan upaya mencari balik modal. 

Apalagi dengan tenggat waktu yang lebih singkat otomatis ada konsolidasi dan upaya-upaya mencari modal politik selanjutnya. 

"Apabila ingin mencalonkan kembali tentu ada prepare semuanya mulai dari penataan birokrasi, penganggaran, contoh lainnya APBD mulai diarahkan untuk kegiatan sosial dan operasional secara finansial lainnya," terangnya kepada TribunMuria.com, Minggu (14/8/2022). 

Ia menjelaskan porsi APBD akan diotak-atik untuk dapat sekaligus meningkatkan popularitas dan sebagainya.  

Kepemimpinan daerah mulai dari 2020 hingga ke 2024 adalah fase yang pendek. 

Keinginan maju lagi pada 2024 perlu mencari akal agar dapat siap dan matang. 

Beberapa titik-titik kerawanan korupsi di tingkat daerah contohnya adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), proyek-proyek mercusuar multiyears, proyek APBN dan APBD serta kompensasi pada perizinan. 

Apa yang terjadi di Kabupaten Pemalang tidak jauh berbeda dengan OTT di daerah lainnya. 

Dr Indaru menjelaskan Kabupaten Pemalang mempunyai dua karakteristik masyarakat, yaitu masyarakat di kawasan pesisir dan agraris. 

Masyarakat pesisir memang punya wilayah dekat pantai dan ada kultur yang tidak jauh berbeda dari daerah pantura lainnya, seperti Pekalongan dan tegal. 

Adapun pusat kotanya tidak terlalu rapi dan tertata tapi punya wilayah yang cukup luas. 

"Alasan balik modal adalah paling kuat. 

Sementara semangat mewujudkan visi-misi di awal menjabat, meningkatkan pendapat asli daerah (PAD) seakan auto pilot. 

Bupati yang terkena OTT minim prestasi dan di Jateng kaitannya dengan balikin modal persiapan pilkada," katanya

Lunturnya upaya mewujudkan visi misi yang dijanjikan dan meningkatkan kemajuan di daerah seakan sudah ditutup. 

Indaru juga mengkritisi terkait kinerja dari KPK yang seharusnya lebih dalam lagi terkait dalam pencegahan tindakan korupsi. 

Dalam beberapa belakangan ini kepala daerah juga seakan terlena karena KPK kurang masif dalam hal tindak pidana korupsi. 

"KPK pasti sudah mengendus. Apakah ini jadi ditangkap atau tidak itu sifatnya politis. Apakah dengan ditangkap ada imbas nasionalnya," imbuhnya. 

Ia berharap bahwa sesuai keinginan Presiden Jokowi peran KPK supaya lebih luas lagi.

Keinginan Jokowi agar ada upaya nyata preventif dilakukan mencegah dan melakukan pembinaan di awal.

Dalam artian apabila sudah terlalu menganggu konstelasi nasional misal nominal korupsi yang besar maka dapat diungkap di publik melalui OTT. 

Baca juga: Bupati Pemalang Kena OTT KPK, Gubernur Jateng Ganjar: Ini Peringatan, Hentikan Kejahatan Korupsi

"Artinya itu juga bisa jadi bukti KPK masih bekerja," katanya. 

Menjelang Pemilu 2024, Indaru memprediksi akan masih ada OTT lainnya yang dimungkinkan terjadi. 

"Potensi akan sangat mungkin menghadirkan OTT lagi tapi dalam konstelasi ini KPK akan lihat mana yang akan diambil, dibiarkan dan jadi lebih dilihat tingkatannya, dilihat nominalnya. 

Tidak ada kepala daerahnya yang bersih, cuma caranya apakah bisa terendus atau tidak," tambahnya. (*) 

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved