Berita Jateng

Jateng Jadi Episentrum Perbudakan ABK Modern, Greenpeace: Susah Diselesaikan karena Sistematik

Provinsi Jawa Tengah (Jateng) disebut sebagai episentrum perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) tertinggi di Indonesia.

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
TRIBUNMURIA.COM/IWAN ARIFIANTO
Acara Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk “Rencana Tindak Lanjut Perlindungan ABK di Jawa Tengah” yang diikuti oleh berbagai lembaga seperti Greenpeace, SBMI, AJI Semarang, LBH Pemerintah, kepolisian dan lainnya, di hotel Dafam, Kota Semarang, Kamis (11/8/2022). 

TRIBUNMURIA.COM,SEMARANG - Provinsi Jawa Tengah (Jateng) disebut sebagai episentrum perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) tertinggi di Indonesia.

Hal itu merujuk pada data dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI),  Jateng memiliki aduan tertinggi di Indonesia dengan jumlah aduan sebanyak 308.

Ratusan aduan ABK tersebut terjadi dikurun waktu tahun 2013 hingga 2021.

Angka itu tertinggi dibandingkan provinsi lain seperti di Jawa Barat ada 140 aduan dan Jatim di angka 23 aduan.

Menurut Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, persoalan perbudakan ABK di Jawa Tengah sudah dalam tahap urgensi karena kekerasan ABK terus terjadi berupa perekrutan terus berjalan oleh perusahaan-perusahaan agensi.

Baca juga: Peserta Pelatihan Kerja Kudus Ingin Buka Usaha Tas Rajutan, Sudah 20 Tahun Jadi Buruh Rokok

Sedangkan ABK yang pulang dari kapal banyak yang melakukan pelaporan menuntut perusahaan penyalur karena  mendapatkan perlakuan tidak adil di antaranya penahan upah.

"Episentrum perbudakan ABK berada di Jateng karena korban paling banyak yang kita identifikasi berasal dari Jateng. Perusahaan-perusahaan yang merekrut juga banyak beroperasi di Jateng," paparnya saat  acara Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk “Rencana Tindak Lanjut Perlindungan ABK di Jawa Tengah” , hotel Dafam, Kota Semarang, Kamis (11/8/2022).

Ia menuturkan, melihat hal itu sudah saatnya berbagai elemen di Jateng baik pemerintah dan penegak hukum harus mengintervensi perusahaan-perusahaan agensi.

Semisal perusahaan-perusahaan agensi yang beroperasi di Jateng tersebut dapat diatur maka efek perbudakan tidak dapat terjadi.

"Kami harap dari pertemuan ini akan muncul sebuah rekomendasi dan peta jalan pelindungan ABK di Jawa Tengah," tuturnya.

Ia mengungkapkan, isu perbudakan ABK tidak mudah diselesaikan karena rumit dan sistematik sehingga tidak bisa hanya dilakukan secara parsial, tetapi harus butuh banyak pihak yang terlibat.

"Semua orang yang memahami ini bisa bergandengan tangan bersama-sama menyelesaikan persoalan ini dengan baik untuk menyelamatkan ABK yang bekerja di kapal sekaligus mencegah perbudakan kapal di laut," paparnya.

Ia mengatakan, acara diskusi tersebut akan terus berlanjut. Rencananya, akan ada temuan lanjutan di pekan depan.

Diskusi akan terus bergulir sembari mencari peluang paling cepat dan bisa dipilih sebagai intervensi terhadap  perlindungan terhadap pekerjaan migran di sektor lautan.

"Kami ingin perusahaan perekrut ABK supaya mau memperbaiki tata cara bisnis mereka yang menempatkan hak-hak manusia lebih tinggi dari sekedar kepentingan bisnis," ungkapnya.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved