Pilpres 2024

Hoaks Pilpres 2024 Masif Beredar, Pengamat Ragu Komitmen Elite Parpol: Lempar Batu Sembunyi Tangan

Hoaks Pilpres 2024 Masif Beredar, Pengamat Ragukan Komitmen Elite Parpol: Lempar Batu Sembunyi Tangan elite parpol dalam pusaran hoaks pilpres 2024

Sinode GKJ
Ilustrasi hoaks. Dua tahun jelang gelaran Pemilu, masif beredar hoaks berkait dengan Pilpres 2024. Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin raguk komitmen elite partai politik (parpol) dalam memberantas hoaks demi sehatnya iklim demokrasi Tanah Air. Kata Ujang, dalam pusaran hoaks politik Pilpres 2024, elite parpol bagai lempar batu sembunyi tangan. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Berita bohong atau hoaks semakin masif beredar, dua tahun menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpers) 2024.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin, meragukan komitmen elite partai politik (parpol) dalam memberantas hoaks politik.

Kata Ujang, elite politik dalam pusaran hoaks Pilpres 2024 bagai lempar batu sembunyi tangan.

Baca juga: Deklarasi Relawan Jaket Kudus, Faturrohman: Solid Dukung Erick Thohir Presiden Indonesia 2024

Baca juga: Mencari Pengganti Jokowi, Erick Thohir Sosok Potensial, Menang Pilpres Dipasangkan dengan Ganjar

Baca juga: Soal Capres Ganjar Unggul Jauh, Gibran Calon Gubernur Terkuat, Mantan Kapolda Masuk Bursa

Baca juga: PKB - Gerindra Kudus Konsolidasi Mesin Partai, Dukung Penuh Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya

Diketahui, beragam narasi seputar Pilpres 2024 yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya muncul, menyeruak ke permukaan publik, melalui berbagai platform media sosial (medos).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) telah menetapkan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk Presiden dan Wakil Presiden atau Pilpres 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024.

Gelaran itu berbarengan juga dengan Pemilu Legislatif (Pileg) untuk memilih anggota DPR RI, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan anggota DPD RI.

Pada tahun yang sama, digelar juga Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota serentak, tepatnya pada 27 November.

Proses pendaftaran maupun kampanye masih dimulai tahun depan, namun hoaks terkait politik elektoral dan Capres telah muncul di media sosial.

Beragam narasi

Dua tahun sebelum Pilpres dan Pilkada 2024 digelar, namun sudah banyak hoaks yang beredar di media sosial.

Hoaks itu menyerang sejumlah figur yang diprediksi akan maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024, salah satunya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Sebuah video diunggah di platform Facebook tertanggal 4 Juni 2002, dengan judul yang menyatakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo keluar dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Namun dalam video itu, tak satupun orang yang mengatakan Ganjar keluar dari partai berlogo kepala banteng itu.

Dari penelusuran Kompas.com, konten tersebut tergolong hoaks.

Video terkait Ganjar kembali diunggah akun Facebook lain tertanggal 12 Juni 2022, atau sekitar sepekan setelah pengunggahan video hoaks yang mengatakan dia keluar dari PDI-P.

Kali ini video berjudul Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri umumkan Ganjar sebagai capres partainya.

Video memiliki pola yang sama. Klaim palsu disematkan dalam judul dan keterangan. Sementara dalam video tak ada pernyataan tersebut.

Dilansir dari Turnbackhoax.id, sejumlah hoaks terkait pencalonan presiden juga telah muncul selama bulan Mei dan Juni 2022.

Setelah ditelusuri informasi yang tersebar itu terbukti salah atau hoaks.

Hoaks dengan berbagai narasi itu mencatut nama Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Siapa bermain?

Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan, praktik politik elektoral yang dilihatnya selama ini di Indonesia adalah membangun citra diri sendiri atau yang didukungnya, dan memperburuk citra lawan.

Dua langkah itu bisa dilakukan politisi secara berkelompok maupun individu, secara terbuka atau jalur belakang termasuk menggunakan buzzer.

Cara memperburuk citra lawan secara terbuka biasanya dengan mengkritik atau menyerangnya secara verbal untuk meningkatkan persepsi negatif masyarakat padanya.

Sementara cara sembunyi-sembunyi dilakukan dengan menyebarkan informasi hoaks dan ujaran kebencian untuk memunculkan atau meningkatkan citra buruk lawan.

"Nah, dalam konteks membusuk-busukkan lawan inilah yang sesungguhnya menumbuhkan, membesarkan, penyebab hoaks: berperannya buzzer," kata Ujang melalui telepon, Selasa (21/6/2022).

Dia mengatakan, pimpinan partai dan masing-masing calon telah menandatangani pakta integritas dengan KPU, di antaranya dengan tidak menggunakan hoaks dalam berkampanye.

Namun, faktanya kampanye hitam yang menggunakan ujaran kebencian dan hoaks terus terjadi, bahkan sebelum memasuki tahun politik.

Hal itu membuat pihaknya meragukan komitmen antihoaks dari para elite politik dan partai, dengan kecenderungan mereka yang saling serang.

Ujang mengatakan elite-elite politik inilah yang kemudian bermain-main dengan informasi, dengan membentuk tim buzzer untuk memalsukan fakta demi kemenangannya.

"Oleh karena itu komitmen antihoaks itu kita ragukan, dari para elite itu."

"Karena mereka, ya biasa, lempar batu sembunyi tangan, ditandatangani pakta itu, tapi di saat yang sama juga melakukan penyebaran hoaks melalui pasukan-pasukan cyber-nya itu," ucap Ujang.

"Kalau saya melihatnya seperti itu, faktanya di PDI-P kan sudah muncul (hoaks yang menyerang partai), lalu banyaklah sekarang sudah mulai muncul," kata dia.

Sulit ditangani secara hukum

Sebelumnya, Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, dugaan produksi hoaks oleh elite politik sulit dibuktikan secara hukum.

Menurut dia, harapan mengurangi dampak hoaks pada proses demokrasi di Indonesia hanya bisa berharap pada kualitas masyarakat dalam mengelola informasi.

Dia mengatakan, perlu mengecek kembali informasi yang didapat bisa menjadi cara mudah untuk menghindari dampak buruk hoaks.

Selain itu, mengandalkan media formal juga menurutnya menjadi salah satu cara mudah untuk menghindari hoaks yang beredar liar.

"Kita edukasi masyarakat supaya tidak lagi terjebak hoaks, check and recheck itu kan paling gampang. Jadi kalau mengharapkan politisi atau pemain, itu susah, karena kita juga sulit membuktikannya," kata Hendri melalui telepon, Senin (20/6/2022). (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Hoaks Pilpres Bermunculan Jelang Tahun Politik, Siapa Bermain?

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved