Berita Semarang
Bukan Cuma Enak, Jualan Getuk Lindri Keliling Kampung di Semarang, Giman Raup Omzet Rp 6 Juta/Bulan
Suara musik dangdut sudah mencari ciri khas para penjual getuk lindri di manapun mereka berada.
Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Penjual Getuk Lindri Semarang, Giman (50) ternyata pendengarannya tajam.
Pria asal Boyolali itu, tetap mendengar panggilan pembeli meskipun harus berjualan sembari mendengar suara dentuman dangdut yang cukup kencang.
Suara musik dangdut memang sudah mencari ciri khas para penjual getuk lindri di manapun mereka berada.
"Tumbas pinten? (beli berapa?)," tanya Giman kepada pembelinya sembari tangannya cekatan menata getuk lindri di atas kertas minyak dibalut koran, di Jalan Nakula, Pendrikan Kidul, Semarang Tengah, Kota Semarang, Senin (13/6/2022).
Giman adalah satu di antara puluhan penjual getuk lindri yang masih bertahan di tengah maraknya makanan cepat saji yang menjamur di Kota Semarang.
Baca juga: Tak Ada Speedometer di Motornya, Ayubi Kena Tilang pada Operasi Candi 2022 di Simpanglima Semarang
Baca juga: Polisi Beri Hadiah Sembako bagi Pengendara Motor yang Tertib saat Operasi Patuh Candi di Semarang
Baca juga: Sopir Truk Pelaku Tabrak Lari di Jalan Kaligawe Terancam Hukuman Lima Tahun Penjara
Tapi siapa sangka, getuk lindri tetap di hati bagi penikmatnya.
Buktinya, Giman mampu meraup untung hingga penghasilan perbulannya mencapai dua kali lipat dari UMK Semarang.
Ia mengaku, setiap kali berjualan membawa 800 potong hingga 1.000 potong getuk.
Tiap potongnya ia jual Rp500 rupiah.
Hasilnya, setiap hari mampu kantongi Rp400 ribu hingga Rp500 ribu.
"Sehari dapat Rp200 ribu bersih. Sisanya setoran ke bos," ucapnya.
Penghasil perbulannya dapat mencapai Rp6 juta.
Padahal UMK Kota Semarang tahun 2022 Rp2.835.021.
Ia mengatakan, rute jualannya dimulai dari dari kontrakannya di Kokronosono, Panggung Lor, Semarang Utara.
Selepas itu, ia akan berjalan menuju ke Banowati, Bulu Lor, kemudian mengarah ke Pendrikan Lor.
Selanjutnya, gerobaknya akan melaju ke Ngaglik, Kaliwiru, Papandayan, hingga Tegalsari.
"Berangkat pukul 09.00 pulang pukul 15.00 WIB, alhamdulillah setiap hari habis," terangnya.
Ia menjelaskan, pembelinya beragam umur mulai muda sampai tua, mereka para pelanggannya sangat menyukai makanan tradisional getuk.
Getuk lindri masih banyak disukai karena makanan tradisional yang masih asli.
Camilan itu juga cocok untuk pengganjal perut.
"Makanan tanpa obat-obatan, pewarna makanan juga alami jadi aman.
Nikmat dicampur parutan kelapa, gula pasir dan sedikit garam," bebernya.
Ia mengungkapkan, berjualan sejah puluhan tahun sehingga sudah melalang buana di pelbagai Kota di antaranya di Sragen, Jogja dan Kota Semarang.
"Paling sepi di Jogja sebab warga Jogja sukanya klepon, jualan getuk di sana ga rame," ungkapnya.
Khusus di Kota Semarang,ia sudah mencoba dua rute yakni Gondorio, Kedungpane, Ngaliyan dan wilayah Semarang Tengah.
"Alhamdulillah kalau Kota Semarang ramai jadi sudah delapan tahun di sini," jelasnya.
Ia menyebut, soal musik dangdut yang digunakan oleh pedagang getuk lindri memang sudah menjadi ciri khas.
Menurutnya rasanya kurang lengkap berjualan getuk lindri tanpa dentuman suara dangdut.
Ia pun menyediakan secara khusus perlengkapan musik gerobaknya meliputi aki sepeda motor, TOA dan amplifier.
"Kalau lewat di wilayah kampus-kampus setelnya dangdut karena banyak yang suka. Nanti jam 11 siang ke atas nyetelnya musik campursari saat lewat perkampungan," tuturnya.
Berhubung sudah ciri khas, hampir seluruh pedagang getuk lindri pakai musik dangdut.
"Di Medan, Kalimatan, Jakarta, semua sama pakai musik. Jenis musiknya campur-campur sesuai selera yang jualan," sambungnya.
Ia mengatakan, sedikit tahu soal sejarah getuk lindri. Makanan terbuat dari singkong itu mulanya dibuat oleh Mbah Mohtar asal Magelang.
Makanan itu dulunya jadi pengganti nasi saat pulau Jawa alami paceklik.
"Ya tahunya sejarahnya itu saja. Memang makanan ini ada sejarahnya sehingga memang cocok sama lidah semua orang baik tua dan muda," ungkapnya.
Ia menambahkan, mayoritas pedagang getuk lindri di Semarang berasal dari Boyolali.
Kelompoknya sendiri ada empat orang. Ia sendiri tidak hafal berapa kelompok penjual getuk lindri di Semarang.
Diakuinya, jumlah penjual getuk lindri kian berkurang karena banyak yang sudah pergi pulang kampung untuk membuka usaha sendiri.
"Ya kalau kami beda kampung, di Semarang banyak yang dari Boyolali," ucapnya.
Sementara itu, penikmat getuk lindri, Fikri mengatakan, makanan getuk lindri enak disantap saat pagi hari bersanding kopi.
Baginya,lembutnya getuk dan gurihnya kelapa menjadi pelengkap kopi hitam.
Baca juga: Relawan Erick Thohir atau Jaket Presiden 2024 Deklarasi Dukungan di Brebes
Baca juga: Wali Kota Aaf Ingatkan Warga Pekalongan Tuntaskan Vaksinasi Booster untuk Cegah Covid-19
"Kelebihan lainnya makanan ini tanpa pengawet sehingga sehat dikonsumsi," paparnya kepada TribunMuria.com.
Lebih dari itu, ia menganggap, menyantap getuk lindri juga bagian dari wujud nguri-nguri budaya di bidang kuliner.
"Makanan ini menjadi jajanan sehat yang merupakan warisan tradisi Jawa yang harus dirawat dengan sering menyantapnya agar penjual getuk lindri tetap eksis," tandas anak muda sembari mengunyah getuk. (*)