Berita Semarang
Kawasan Tanjung Emas Direndam Rob, Pakar Lingkungan: Pembangunan Masif di Pesisir Harus Dihindari
Tanggul penahan air laut jebol di belakang Kawasan Industri Lamicitra Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Tanggul penahan air laut jebol di belakang Kawasan Industri Lamicitra Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Akibatnya kawasan industri tersebut dan area sekitarnya terendam air rob.
Aktivitas pabrik dan pekerjaan lainnya di lokasi tersebut lumpuh, Senin (23/5/2022) sekira pukul 14.00 WIB.
Menurut Pakar Lingkungan dan Tata Kota Unissula Semarang, Mila Karmila menyebut, tanggul jebol diduga kuat adanya perpaduan antara
gelombang tinggi dan kuatnya gelombang.
Dimungkinkan juga adanya perpaduan gelombang arus yang datang dari arah Kendal dan Demak.
"Penyebab itu belum pasti hanya saja melihat kondisi sekarang kemungkinan karena gelombang pasang yang cukup kuat yang menyebabkan tanggul jebol," katanya kepada Tribunjateng.com.
Ia mengatakan, permasalahanya saat ini apakah kondisi tanggul tersebut tidak diperkirakan pihak terkait.
Semisal tanggul itu dianggap sebagai bangunan penahan gelombang pasang sejauh mana perawatannya.
Seharusnya ada perawatan secara terus menerus kemudian harus diperiksa kapan harus perbaiki.
Jangan sampai sudah ada kejadian seperti ini baru menyalahkan alam saja.
"Artinya fungsi-fungsi operasional manajemen pengelolaan tanggul berjalan supaya kejadian seperti tanggul jebol tak perlu terjadi," ungkapnya.
Ia menyebut, Kota Semarang sudah mendeklarasikan kotanya sudah tidak ada banjir karena ada pompa air.
Namun ancaman rob juga masih menghantui kota ini.
Apalagi posisi tanah pesisir Semarang terutama di kawasan Pelabuhan dan wilayah Utara sudah lebih rendah daripada laut.
Ada selisih 0,4 sentimeter antara daratan dan laut.
Dengan selisih itu air bisa saja masuk apalagi ditambah dengan kenaikan tinggi gelombang.
"Ketika arus laut biasa saja mungkin tidak terlalu kelihatan tetapi ketika ada kenaikan gelombang baru bisa masuk ke daratan," paparnya.
Ia menuturkan, pemerintah ketika melakukan pembangunan pesisir seharusnya memperhatikan kondisi tanah.
Contohnya untuk proyek tol laut Semarang-Demak yang saat ini sedang dalam tahap pengerjaan.
Walaupun pihak terkait telah mengklaim proyek tol laut sudah berupaya menekan penurunan muka tanah di sekitar kawasan yang dibangun proyek tersebut akan tetapi fakta di lapangan dampak dapat berbeda.
Menurutnya, seharusnya pemerintah tak bisa hanya menawarkan solusi berupa tanggul kemudian pembangunan di pesisir terus berjalan.
Jika seperti itu maka tak menyelesaikan masalah. Sebaliknya hanya menimbulkan korban yang bekerja di pesisir.
"Seharusnya pembangunan yang cukup masif di daerah pesisir harus dihindarkan. Supaya tidak menambah beban di wilayah pesisir," tandasnya.
Selain proyek pembangunan, pengambilan air tanah yang cukup masif di kawasan pesisir terutama kawasan industri di pelabuhan makin memperparah kondisi pesisir.
"Jadi bukan hanya faktor alam,penyebab paling besar karena pembangunan di atas tanah sehingga sangat membebani," terangnya.
Data dihimpun dari BPBD Kota Semarang, titik lokasi terdampak rob meliputi depan pos 1 Tanjung Emas, depan Polsek KPTE, Jalan Coaster, Jalan Deli, Jalan M Pardi, Dermaga Nusantara, Terminal Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Kawasan Lamicitra, Dog Koja Bahari
Untuk ketinggian air,
kawasan Lamicitra sekira 1,5 meter, Jalan Coaster 55 sentimeter, Jalan M Pardi sekira 40 sentimeter, Jalan Yos Sudarso sekira 50 sentimeter. (Iwn)