TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Ada enam anggota kepolisian dari satuan narkoba di Polda Jawa Tengah melakukan pelanggaran etik sepanjang tahun 2024.
Perinciannya, sebanyak lima anggota Polda Jateng berinisial AW (43), PN (42) , RS (31), IKH (26) , dan MAAIW (26) yang menilep barang bukti sabu secara berjamaah.
Kelimanya merupakan satu tim yang bertugas di Unit II Subdit III Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) menilep barang bukti sabu seberat 250 gram untuk kepentingan pribadi pada Juli 2024.
Satu anggota lainnya, Aipda Robig Zaenudin bertugas di Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Semarang yang menembak tiga pelajar hingga mengakibatkan satu korban meninggal dunia, 24 November 2024.
Keenam orang ini telah mendapatkan sanski Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) atau pemecatan.
Namun, para aktivis menilai kasus-kasus tersebut muncul karena lemahnya pengawasan di Polda Jawa Tengah.
"Peristiwa tersebut menandakan lemahnya pengawasan di internal Polda Jawa Tengah."
"Seharusnya mereka memperketat pengawasan baik secara internal maupun eksternal," kata pengacara publik dari LBH Semarang, Fajar Muhammad Andhika, Rabu (11/12/2024).
Dia menyebut, indikasi pengawasan yang lemah di lingkungan Polda Jawa Tengah ini menjadi pintu masuk untuk melakukan reformasi lembaga tersebut.
Reformasi kepolisian tak hanya soal kepemilikan senjata api bagi anggota melainkan reformasi secara keseluruhan yakni pengembalian mandat kepolisian berupa institusi yang memberikan pelayanan masyarakat yang humanis.
"Polisi semakin jauh dari mandat tersebut," katanya.
Reformasi kepolisian, kata Dhika, bertujuan supaya tindakan kesewenang-wenangan kepolisian tidak terulang kembali.
Gerakan ini untuk memutus rantai peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri seperti pada peristiwa kasus Kanjuruhan (Malang) dengan korban tewas 135 orang, Afif Maulana (Padang) remaja tewas disiksa polisi, dan terbaru kasus Gamma (Semarang) pelajar mati ditembak polisi.
"Jadi kami mendorong perlunya evaluasi besar-besaran di tubuh Polri. Terutama Polda Jateng," imbuhnya.
Sementara, Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol) Indonesia, Andy Suryadi menilai, menguatnya ketidak percayaan publik terhadap kepolisian lebih khususnya Polda Jawa Tengah muncul ketika kasus penembakan Aipda Robig terhadap tiga pelajar Semarang yang menewaskan Gamma atau GRO (17).
Publik sudah mempelajari kejadian serupa dari kasus Ferdy Sambo pada 2022.
"Persepsi negatif terhadap kinerja lembaga kepolisian selama ini yang dipersepsikan, jika ada masalah yang melibatkan oknum anggotanya tampak cenderung menutup-nutupi atau bahkan membela," bebernya.
Berkaitan dengan anggotanya yang terlibat kasus etik, Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Jateng Kombes Pol Muhammad Anwar Nasir mengatakan, telah memberikan tindakan tegas kepada para anggota tersebut.
Pihaknya juga berupaya melakukan pencegahan dengan pengawasan yang ketat serta berlapis.
"Anggota narkoba yang bertugas sudah lama bertugas diusulkan dipindah supaya ada refresh anggota," bebernya saat dikonfirmasi.
Soal Aipda Robig, Nasir yang merupakan perwira menengah lulusan Akpol 1996 ini enggan menanggapi.
"Kalau soal itu ke Kapolrestabes (Semarang)," bebernya.
Sementara, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Artanto mengklaim, melakukan penanganan kasus Aipda Robig dengan profesional dan transparan.
"Kami telah bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus tersebut," tandasnya. (iwn)