Berita Semarang

Lima Hari Sekolah akan Diterapkan Disdik Semarang, Pengelola TPQ dan Madrasah Diniyah Protes

Penulis: Eka Yulianti Fajlin
Editor: Moch Anhar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para pengurus Forum Komunikasi Diniyyah Takmiliyyah (FKDT) Kota Semarang sedang menyampaikan aspirasi di Ruang Fraksi PKB DPRD Kota Semarang.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Forum Komunikasi Diniyyah Takmiliyah (FKDT) Kota Semarang menyampaikan aspirasi kepada dewan terkait penolakan terhadap Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Semarang Nomor B/728/061.2/VI/2022 tertanggal 30 Juni 2022 berisi pengaturan jam pelajaran sekolah.

Aspirasi tersebut disampaikan kepada Fraksi PKB Kota Semarang, Sabtu (16/7/2022). 

Penolakan ini didasari keprihatinan dan kekhawatiran atas moral anak-anak usia SD dan SMP tidak bisa mendapatkan pendidikan agama jika diterapkan lima hari sekolah. 

Ketua FKDT Gunungpati, M Arib mengatakan, surat Edaran Dinas Pendidikan yang mengatur lima hari sekolah sangat mengancam masa depan moral anak-anak.

Baca juga: Rangkul Warga Kembangkan UMKM, Pasar Minggu Jatirejo Gunungpati Mulai Digelar Setiap Minggu

Baca juga: Berkreasi dengan Kain Ecoprint, Fica Ariyanti Angkat Brand Shanum Lewat Beragam Produk Fashion

Baca juga: TNI-Polri Buka Dapur Umum untuk Korban Banjir Bandang Margoyoso, Sehari Sediakan 1.500 Porsi

Sebab, mereka pulang sekolah pada sore hari.

Fisik mereka tentu saja lelah sehingga tidak bisa mendapatkan pendidikan moral agama. 

"Selama ini pendidikan moral agama diperoleh di madrasah diniyah sore," ujarnya, dalam keterangan tertulis. 

Sebelumnya, sudah pernah ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 yang mengatur sekolah lima hari sejak lima tahun lalu. 

Ketua FKDT Mijen, Nur Khozin mengatakan, Surat Edaran Dinas Pendidikan mendasarkan pada Permendikbud tersebut dan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Kewajiban Menaati Jam Kerja Bagi Aparatur Sipil Negara. 

Menurutnya, SE Kemenpan RB itu digunakan untuk mengatur disiplin kerja para Aparat Sipil Negara (ASN), namun tidak untuk mengubah jam pelajaran sekolah. 

"Misal, di sekolah para guru ASN tinggal diatur tetap bekerja hingga sore hari, meski para murid telah pulang siang sesuai jam sekolah yang selama ini berlaku. Toh, selama ini sudah biasa para guru pulang sore, meski selesai mengajar siang hari. Sorenya mengerjakan tugas lain yang biasanya berhubungan dengan akreditasi sekolah. Yang penting murid jangan dikorbankan," paparnya. 

Bendahara FKDT Kota Semarang, Ahmad Izzuddin menambahkan, SE Dinas Pendidikan Kota Semarang tersebut mencantumkan pilihan sekolah boleh masuk lima hari atau enam hari dalam seminggu.

Namun pada prakteknya, para kepala sekolah banyak meminta persetujuan para wali murid agar memilih sistem lima hari kerja.

Jika hal itu diberlakukan, para siswa akan bersekolah Senin hingga Jumat sampai sore. 

“Fakta membuktikan, murid yang menjalani lima hari sekolah, tak punya lagi waktu mengaji dan belajar agama di madrasah diniyyah. Sehingga mereka sangat kurang mendapat pendidikan agama," tandasnya. 

Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Semarang, Sodri mengaku, memiliki pemikiran dan perasaan yang sama denga pengurus FKDT.

Para siswa SD dan SMP akan kehilangan kesempatan belajar agama di madarasah diniyyah maupun mengaji di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). 

Menurutnya, hal itu mengkhawatirkan karena pemerintah selama ini belum pernah mampu memberikan pendidikan keagamaan sebagus Madrasah Diniyyah maupun TPQ. 

"Kami semua satu pikiran dan perasaan dengan teman-teman FKDT. Kita semua prihatin atas nasib moral anak-anak kita jika tak mengaji dan belajar agama. Dalam lima tahun Madrasah Diniyyah dan TPQ bisa hilang jika aturan sekolah lima hari itu diberlakukan sekarang,"  papar Sodri. 

Anggota Fraksi PKB yang duduk di Komisi D, HM Rohaini menambahkan, keprihatinan juga menyangkut mental kejiwaan anak-anak.

Jika anak SD dan SMP sekolah lima hari alias belajar hingga sore, waktu bermain berkurang, intensitas kedekatan dengan keluarga juga berkurang. 

Baca juga: Lomba Kicau Burung Nasional di Kudus, Peserta Terjauh Ada yang Datang dari Sulawesi

Baca juga: Deal, M Irfan Kini Pegang Persiku Kudus sebagai Pelatih

Selain itu, sambung dia, faktor ekonomi juga berpengaruh.

Para orang tua yang biasanya memberi uang jajan kepada anaknya menjadi bertambah karena pulang sore. 

"Kita patut prihatin pada kondisi mental kejiwaan anak-anak juga. Waktu bermain berkurang. Pulang sekolah sudah kelelahan, dan interaksi dengan keluarga juga berkurang," tuturnya. (*)