Berita Nasional

Kepercayaan Publik ke Polri Merosot Tajam, Kini Hanya 1 Persen di Atas DPR, Gegara Ferdy Sambo?

Hasil survei Charta Politika: kepercayaan publik kepada Polri turun drastis, kini hanya 1% di atas DPR RI. Hal ini diduga karena kasus Ferdy Sambo

TRIBUNNEWS.com
Ilustrasi anggota Polri - Hasil survei Charta Politika: kepercayaan publik kepada Polri turun drastis, kini hanya 1 persen di atas DPR RI. Hal ini diduga karena kasus Ferdy Sambo. 
  • Kepercayaan publik terhadap Polri turun drastis, dari posisi tiga dengan skor 73 persen, turun ke posisi delapan dengan skor 55 persen, atau hanya 1 persen di atas DPR RI.
  • Hal ini berdasarkan survei dari lembaga Charta Politika.
  • Merosot tajamnya kepercayaan publik terhadap Polri, diduga berkait erat dengan berlarut-larutnya kasus Ferdy Sambo.

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Lembaga survei Charta Politika merilis hasil survei bertajuk Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pasca Kenaikan Harga BBM pada Kamis (22/3/2022).

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan berdasarkan tren tingkat kepercayaan lembaga tinggi negara, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri menurun drastis.

Disebutkan, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri turun, dari sebelumnya di peringkat tiga pada 73 persen menjadi peringkat 8 pada 55 persen.

Posisi tersebut, kata dia, hanya menang 1persen dibandingkan DPR yang hampir selalu menempati posisi terbuncit.

Ia menduga hal tersebut terkait dengan situasi extra ordinary yang terjadi pada Polri melibatkan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo meskipun tidak bisa dikatakan hal tersebut berkorelasi langsung.

Hal itu disampaikannya dalam Rilis Survei Charta Politika: 'Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pasca Kenaikan Harga BBM di kanal Youtube Charta Politika Indonesia' pada Kamis (22/9/2022).

"Tetapi tetap memang ini berpengaruh besar. Kepercayaan terhadap Polri itu turun dari peringkat 3 ke peringkat 8 dan bahkan mencapai angka hanya 55 persen," kata Yunarto.

"Rapornya bisa dikatakan merah dalam konteks penilaian publik karena jauh dari angka 60 persen."

"Bahkan kalau kita bicara pemeringkatan dia berada di posisi yang hampir buncit," sambung dia.

Menurutnya Polisi harus menaruh perhatian lebih terhadap penanganan kasus Sambo yang belum sampai ke pengadilan. 

Artinya, kata dia, memang masyarakat sangat menilai dan memberikan perhatian khusus terhadap kasus tersebut.

Menurutnya kasus tersebut berpengaruh terhadap penilaian publik meski sempat ada perdebatan, bahwa kasus tersebut hanya dilakukan oknum sehingga tidak bisa kemudian digeneralisasi menjadi institusi.

"Turunnya penilaian atau persepsi publik terhadap Polri itu sudah terjadi pada level institusi."

"Sehingga pembenaran mengenai ini hanya oknum, saya pikir tetap harus jadi catatan khusus bagi Polri ketika persepsi publik sudah sampai level institusi," kata dia.

Survei terakhir dilakukan pada 6 sampai 13 September 2022 pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Survei dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 1.220 dengan margin of error sebesar 2,82 persen.

Survei dilakukan dengan spot check dan cleaning data sebesar 20 persen dari total sampel.

Ferdy Sambo tak henti-hentinya melawan

Bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Republik Indonesia (Kadiv Propam Polri) Irjen Ferdy Sambo, tak henti melawan putusan pemecatan dirinya.

Kiwari, Ferdy Sambo dikabarkan berencana menggugat putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Banding Polri, yang menguatkan putusan KKEP sebelumnya: memecat Ferdy Sambo secara tidak hormat dari Polri.

Dilansir Tribunnewes.com, acana Ferdy Sambo gugat putusan KKEP Banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) disampaikan Arman Hanis, yang merupakan kuasa hukum keluarga Ferdy Sambo.

"Setelah itu baru kami akan melakukan langkah hukum yang diatur dalam perundang-undangan," kata Arman.

Upaya mengulur waktu pemecatan

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, angkat bicara terkait langkah hukum yang akan dilakukan Ferdy Sambo setelah resmi dipecat dari Polri.

Diketahui, mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo disebut akan menggugat Polri ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) usai Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan menolak permohonan bandingnya.

Adapun Sidang Etik Banding Polri menyatakan menolak permohonan banding Ferdy Sambo.

Selain itu, hasil sidang justru memutuskan memperkuat putusan Sidang KKEP pada 26 Agustus 2022 lalu.

Dengan demikian, maka Ferdy Sambo resmi dipecat dari Polri setelah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH.

Terkait hal itu, Bambang mengatakan, Ferdy Sambo berpeluang mengajukan gugatan ke PTUN atas putusan sidang etik yang menolak permohonan bandingnya setelah dijatuhi sanksi PTDH.

Menurut Bambang, yang menjadi objek gugatan di PTUN itu adalah soal kebijakan sebuah institusi, dalam hal ini mengenai Surat Keputusan (Skep) PTDH dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Problemnya apakah mekanisme dalam PTDH itu sudah benar atau tidak," kata Bambang dikutip dari Antara, Rabu (21/9/2022).

"Kalau sudah benar, artinya itu upaya FS untuk mengulur waktu saja. Karena PTDH-nya sendiri sudah berlaku mulai terbit Skep dari Kapolri," imbuhnya.

PTDH Ferdy Sambo sesuai prosedur, peluang menang PTUN tipis

Anggota Kompolnas Albertus Wahyurudhanto memastikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sudah sesuai prosedur. 

Sebelum Ferdy Sambo dipecat, Polri telah menggelar sidang Etik untuk mengadili pelanggaran yang dilakukan Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Dalam sidang etik terduga pelanggar juga diberikan hak untuk mengajukan banding, diberikan hak mengajukan saksi yang meringankan hingga hak menunjuk pendampingan hukum yang disediakan Mabes Polri maupun pendamping hukum dari luar Polri.

"Dalam pengamatan Kompolnas kami melihat memang tidak ada celah-celah kekeliruan yang dilakukan Polri dari prosedur yang ada," ujar Albertus di program Kompas Malam KOMPAS TV, Kamis (23/9/2022).

Albertus menambahkan Kompolnas memberikan ruang bagi pelanggar untuk mengajukan gugatan jika merasa keputusan PTDH ada yang tidak sesuai. 

Menurut Albertus, saat ini proses pemberhentian Ferdy Sambo dari Polri tinggal menunggu Keputusan Presiden. 

"Jika ada proses yang tidak pas sebagai seorang pejabat yang diberhentikan tidak dengan hormat silakan, nanti proses hukum yagn berjalan," ujarnya. 

Di kesempatan yang sama Pakar Pidana dari Universitas Jenderal Sudirman Prof Hibnu Nugroho menilai sangat tipis peluang Ferdy Sambo untuk memenangkan gugatan PTDH di PTUN. 

Menurut Hibnu keputusan pemecatan Ferdy Sambo dari Polri sudah sangat tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta asas-asas hukum yang ada.

Mabes Polri, sambung Hibnu, sangat hati-hati dalam menjalankan setiap proses pemecatan anggotanya. 

Untuk kasus FS, keputusan PTDH didasarkan alasan empiris adanya suatu perencanaan pembunuhan serta ada penghilangan barang bukti.

"Itu suatu tindakan yang sempurna dan tindakan yang betul-betul meresahkan sebab dilakukan oleh petinggi Polri."

"Sehingga PTDH sudah tepat, tidak bertentangan dengan aturan hukum perundang-undangan dari mekanisme prosedur maupun substansi pemecatan. Saya kira tipis (menang gugatan PTUN)," ujar Hibnu. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Survei Charta Politika: Tingkat Kepercayaan Terhadap Polri Anjlok, Diduga Terkait Kasus Ferdy Sambo

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved