Berita Jateng

Sistem Upah Bagi Hasil Nelayan Domestik Rawan Manipulasi, Jatah Rp9 Juta Cuma Dapat Rp6 Juta

Para juragan atau pemilik kapal seringkali memanipulasi hasil tangkapan nelayan supaya membayar upah anak buah kapal dengan murah.

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
TRIBUNMURIA.COM/IWAN ARIFIANTO
Dua nelayan Tegal, Edy dan Hery, saat menceritakan suka duka menjadi nelayan domestik yang ternyata memiliki tantangan tersendiri di antaranya soal manipulasi upah, di Tegal, Rabu (7/9/2022). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Nasib nelayan domestik ternyata sering kena tipu soal upah.

Para juragan atau pemilik kapal seringkali memanipulasi hasil tangkapan supaya membayar upah anak buah kapal dengan murah.

"Upah memang tergantung sesuai hasil tangkapan, tapi soal pengupahan saya  sering ketipu seharunya dapat banyak (tangkapan ikan) tapi upahnya sedikit," ujar nelayan Tegal Edy Gunanto (33) kepada Tribunjateng.com, Rabu (7/9/2022).

Baca juga: Berprofesi Guru Agama, Tapi Mencabuli Puluhan Siswi, AS Terancam Hukuman 15 Tahun Ditambah Sepertiga

Ia mencontohkan, ketika kapalnya melaut selama dua bulan dengan kapal di atas 100 gross ton mendapatkan hasil tangkapan cumi kelas utama seberat 10 ton maka hitungan kasarnya setiap ABK akan mendapatkan upah Rp8 juta sampai Rp9 juta.

Faktanya di lapangan nelayan hanya mendapatkan upah rentang Rp4 juta hingga Rp6 juta.

"Upah akan semakin kecil sesuai hasil tangkapan ikan selama melaut," beber pria dua anak ini.

Menurutnya, para pemilik kapal ada saja alasannya ketika memotong upah ABK.

Di antaranya dengan alasan untuk biaya perbekalan membengkak, solar mahal, dan lainnya.

"Padahal itu alasan saja untuk menutupi kecurangan itu," terangnya.

Begitupun soal tangkapan hasil memancing, ia mengatakan, hasil tangkapan hasil memancing ABK dihargai begitu murah yakni di angka Rp20 ribu per kilogram.

Padahal harga normalnya di atas Rp100 ribu.

"Memang dihargai murah sekali, padahal hasil mancing pribadi itu bisa menjadi pemasukan yang lumayan," terangnya.

Ia mengaku, tak dapat berbuat banyak dari perilaku para pemilik kapal.

Bersama para ABK lainnya hanya mampu menggerutu saja.

"Paling mentok ketika mau berangkat lagi , kami diajak tidak mau, ikut ke kapal lain saja yang lebih adil," kata warga Kramat, Kabupaten Tegal itu.

Sementara itu, nelayan Tegal, Hery Hermanto (31) menuturkan, seringkali mengalami hal serupa mendapatkan upah tidak sesuai hasil tangkapan.

Ia melihat hasil tangkapan laut banyak tapi ketika pembagian upah kecil yakni Rp4 juta selama bekerja dua bulan.

"Kami sebagai nelayan bertahun-tahun hafal betul berapa uang yang kami terima dari melihat hasil tangkapan.

Tapi terlalu banyak pengurangan dengan alasan biaya operasional bikin kami jengkel sehingga terpaksa pindah-pindah kapal yang bosnya adil," terangnya.

Baca juga: Gencar Gandeng Program CSR, Disperkim Kota Semarang Sebar Penanaman 9.000 Batang Pohon Penghijauan

Terpisah, SAFE Seas Project Manager, Hari Sadewo mengatakan, upah ABK dalam negeri menerapkan bagi hasil sehingga rawan kecurangan.

Bagi hasil mekanismenya dari pembagian presentase tertentu yang berpatokan  besar kecilnya tangkapan ikan.

"Ada celah untuk mencurangi ABK melalui permainan harga yang tidak transparan," terangnya di Kantor Fisher Center Tegal kepada TribunMuria.com.

ABK migran juga berpotensi hal yang sama yakni upah rendah karena tidak sesuai dengan nilai kontrak.

Upah tersebut dapat dikurangi biaya tertentu akibat sejak awal tidak clear terkait biaya paspor, buku pelaut dan lainnya.

Belum lagi tidak ada transparansi antara dua perusahaan pemilik kapal dan perusahaan penempatan ABK.

"Banyak hal buram di situ mulai pra penempatan, penempatan di kapal, hingga pemulangan dari melaut," jelasnya.

Pihaknya menyebut, bersama Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII) telah mengedukasi kepada ABK terutama hak-haknya  yang tercantum dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL)  di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 tahun 2016.

Penerapan PKL tersebut masih disikapi pesimistis oleh pengusaha kapal yang berdalih setiap ABK selalu berpindah antara kapal satu dengan kapal lainnya.

"Padahal PKL dapat disikapi dengan satu trip, misal kontrak satu kali trip selama dua sampai tiga bulan selesai. Ada trip baru ya PKL baru," bebernya.

Kesadaran untuk menyediakan jaminan sosial juga digaungkan pihaknya melalui kerjasama dengan pelabuhan supaya mendorong pemilik kapal supaya menyediakan PKL dan jaminan asuransi.

Baca juga: Cerita Gendon, Seniman Asal Blora Kaget Karya Pelepah Pisang Gambar Jokowi Buatannya Sampai Istana

"Sudah cukup banyak kemajuan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari jadi di sini aksesnya gampang misal di jaminan sosial setiap ABK selalu   didaftarkan setiap trip," katanya. (*)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved