Berita Kudus
Bisnis Sarung Mini Instan untuk Anak Laris Manis Sejak Tiga Bulan Sebelum Ramadan
Sarung merek Haidar lengkap dengan karakter kartun atau superhero itu bahkan mengalami lonjakan permintaan sejak tiga bulan sebelum Ramadan.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Moch Anhar
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Sarung mini untuk anak-anak mengalami peningkatan penjualan.
Sarung merek Haidar lengkap dengan karakter kartun atau superhero itu bahkan mengalami lonjakan permintaan sejak tiga bulan sebelum Ramadan.
Produsen sarungnya adalah pasangan Muhammad Najib Himawan dan Kurniati Setianingsih, warga Bakalankrapyak RT 2 RW 4, Kecamatan Kaliwungu, Kudus.
Keduanya telah memulai usaha konfeksi sejak 2010.
Saat itu produk pertama mereka adalah mukena.
Termasuk mukena bergambar karakter kartun untuk anak-anak. Baru pada 2011, mereka terpikir untuk produksi sarung instan untuk anak-anak.
Maksud dari sarung instan di sini adalah sarung yang memakainya tidak perlu bebetan atau digulung sampai kencang bagian atas sarung.
Ide membuat sarung instan itu datang setelah anak keduanya laki-laki susah kalau harus memakai sarung.
Kurniati akhirnya terpikir untuk membuat sarung instan.
Waktu itu dia menggunakan perekat dalam sarung buatannya untuk sang anak.
Ternyata dia tidak nyaman dipakai. Akhirnya, diganti menggunakan karet kolor.
"Karena ketika anak saya pakai sarung buatan saya, orang lain kepengen. Akhirnya saya kembangkan dan sekarang pakai kolor," begitu kata Kurniati saat ditemui di ruang tamunya yang penuh dengan tumpukan baju produksinya, Kamis (14/4/2022).
Dari situ produk sarung instan anak miliknya kian berkembang.
Pembeli berdatangan dari berbagai daerah.
Kurniati mulai terpikir untuk memasarkan secara daring melalui berbagai kanal.
Alhasil produknya kian menjadi sasaran para pembeli maupun agen penjual pakaian.
Untuk memenuhi kebutuhan pasar, lambat laun sarung anak buatannya pun mulai diberi bordir bergambar karakter kartun superhero.
Baginya, inilah salah satu yang membuat sarung buatannya kian laris.
"Yang bergambar Tayo itu sampai saat ini masih laris," kata dia.
Dalam sehari, kata dia, dirinya bisa memotong 300 potong kain yang siap untuk dijahit menjadi sarung.
Potongan-potongan itu kemudian diserahkan pada para penjahitnya yang tersebar di Desa Menawan maupun Dawe.
Baru setelah jadi, sarung-sarung berukuran mungil itu akan dia ambil, untuk kemudian dikemas dan diberi merek.
"Kadang juga sehari bisa sampai memotong sebanyak 600 potong kain," kata ibu dari empat anak.
Harga sarung yang dibanderol olehnya yakni antara Rp 40 ribu sampai Rp 70 ribu.
Semua itu tergantung dari kualitas kain yang dipakai.
Sarung-sarung buatannya itu menyasar anak usia 2 sampai 10 tahun.
Sedangkan untuk modelnya, selain sarung berupa kain melingkar dengan kolor di bagian atasnya, ada juga sarung yang bentuknya sudah dikombinasi macam celana.
Tiga bulan sejak sebelum Ramadan produknya mulai banyak dipesan.
Biasanya para pemesannya adalah agen penjual pakaian. Mereka datang dari berbagai daerah.
Kondisi serupa akan terus berlangsung sampai pada Iduladha.
Sementara setelah itu penjualan akan menyusut.
Baru akan kembali naik tiga bulan jelang Ramadan.
Kenaikan penjualan biasanya bisa mencapai 40 persen.
Selain memproduksi sarung, dirinya juga membuat produk mukena, baju koko, dan kerudung.
Produknya itu juga tak kalah banyak peminat saat Ramadan kali ini.
Di balik suksesnya dalam membangun bisnis konfeksi, mula-mula Kurniati adalah seorang guru.
Pada 2009 dia memutuskan untuk keluar setelah 9 tahun mengajar.
Setahun setelah tidak mengajar dia baru memulai karir di bidang konfeksi.
Dia memulainya dengan membuat mukena. Dia pasarkan dari pintu ke pintu. Kemudian dilanjut memproduksi sarung untuk anak setahun kemudian.
Sang suami, Muhammad Najib Himawan, yang saat itu bekerja di sebuah perusahaan leasing akhirnya juga memutuskan untuk keluar pada 2014.
Keduanya lantas fokus membangun bisnis konfeksi hingga akhirnya kian maju dan berkembang sampai saat ini. (*)